Bagaimana proses terbentuknya kode etik profesi?
Banyak sekali teori dan mazhab tentang hal ini, bahkan ada yang membahasnya secara sangat teknis dan detail. Namun secara sederhana dapat dijelaskan, dalam semua masyarakat terdapat sekelompok marginal orang yang tergabung dalam profesi tertentu. Penyandang profesi itu dalam praktek seringkali dihadapkan pada persoalan yang pelik dan dilematis, bukan saja bagaimana seharusnya profesi itu dilaksanakan dikaitkan dengan kekhususan profesi itu, tetapi juga apa yang menjadi filosofi atau nilai-nilai dasar profesi itu. Apalagi ketika profesi itu berkaitan dengan masyarakat, dapat lebih menimbulkan masalah karena masyarakat tidak memiliki kemampuan dan pemahaman teknikal terhadap profesi itu. Misalnya, bagaimana dalam dunia kedokteran yang harus memeriksa tubuh pasien, termasuk meraba-raba tubuh itu, padahal dokternya seorang lelaki dan pasiennya seorang wanita. Maka berdasarkan proses tradisi yang panjang dari profesi itu, para penyandang profesi itu sendiri menentukan apa dasar moralitas dari profesi itu, apa yang baik dan apa yang buruk dalam melakukan profesinya, termasuk bagaimana profesi itu harus dijalankan. Ketentuan yang dibuat oleh profesi itu telah disesuaikan dengan kekhususan profesinya dan karenanya hanya berlaku untuk lingkungan profesi itu saja serta tidak berlaku bagi profesi lain, apalagi untuk masyarakat umum. Himpunan peraturan untuk profesi yang dibuat dari, oleh dan untuk profesi khusus itulah yang kemudian dikenal sebagai kode etik profesi.
Bagaimana bunyi “Sumpah Hippokrates?”
Inilah sebagian dari Sumpah Hippokrates yang dicetuskan ribuan tahun silam yang bukan saja merupakan fondasi penting bagi perkembangan dunia kedokteran, tetapi juga untuk profesiprofesi lain:
“Atas nama Tuhan saya bersumpah: Saya akan menerapkan cara pengobatan untuk kepentingan pasien sesuai dengan penilaian dan kemampuan saya; Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun, meskipun telah dimintakan untuk itu; Begitu pun saya tidak akan melakukan pengobatan kepada wanita yang merupakan perbuatan aborsi; Ke rumah siapapun yang saya kunjungi, saya akan datang untuk kepentingan pasien tanpa ada maksud-maksud yang tidak layak; Tidak melakukan hubungan seks dengan wanita atau pria baik yang merdeka maupun yang budak; Apa yang saya lihat dan dengar sewaktu saya melakukan pengobatan atau di luar pengobatan dalam hubungan dengan kehidupan manusia, saya akan tetap menjaga kerahasiaannya…”
Apakah sudah ada ukuran baku yang menjadi rujukan seorang dapat melaksanakan pekerjaan wartawan?
Standar Kompetensi Wartawan adalah rumusan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan/keahlian dan sikap kerjayang relevan dengan pelaksanaan tugas kewartawanan. Standar Kompetensi Wartawan mengikuti piramida sebagaiberikut:
Model dan Katagori Kompetensi KesadaranEtika dan Hukum Kepekaan jurnalistik, jejaring dan lobi Pengetahuan Peliputan umum, teori dan prinsip jurnalistik pengetahuan khusus Keterampilan Peliputan (6M), Riset/Investigasi, Penggunaan alat danteknologi, informasi, analisis,/arah pemberitaan
Penetapan atas standar organisasi ini dan pengawasan dilaksanakan oleh lembaga apa?
Dewan Pers
Kode Etik Profesi mana yang dinilai paling tua?
Para filosof dan sejarahwan sepakat, kode etik profesi yang paling tua adalah “Sumpah Hippokrates” di bidang kedokteran. Hippokrates adalah seorang dokter yang hidup pada abad kelima Sebelum Masehi (SM) yang dikenal sebagai “Bapak Kedokteran Dunia.” Tetapi “Sumpah Hippokrates” sebenarnya bukanlah sumpah yang berasal dari mulut atau tulisan Hippokrates sendiri. “Sumpah Hippokrates” disusun oleh para muridnya berdasarkan nilai-nilai yang diajarkan oleh Hippokrates. Kumpulan nilai-nilai yang disusun oleh para murid Hippokrates itulah yang kemudian dikenal sebagai “Sumpah Hippokrates” dan kemudian dianggap para ahli sebagai kode etik profesi pertama.
Apa saja isi standar organisasi wartawan dalam keputusan Dewan Pers No. 7 Tahun 2008?
Isi Standar Kompetensi Wartawan ada 12 item, yang selengkapnya sebagai berikut:
1. Organisasi wartawan berbentuk badan hukum;
2. Organisasi wartawan memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sebagai organisasi profesi;
3. Organisasi wartawan berkedudukan di wilayah republik Indonesia dengan kantor pusat berkedudukan di ibukota negara atau ibukota provinsi dengan memiliki alamat kantor pusat serta kantor cabang-cabang yang jelas dan dapat diverifikasi;
4. Organisasi wartawan memiliki pengurus pusat yang sedikitnya terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara dan tiga pengurus lainnya yang tidak merangkap jabatan;
5. Organisasi wartawan selain mempunyai pengurus pusat juga memiliki pengurus cabang sekurang-kurangnya di sepuluh jumlah provinsi di Indonesia;
6. Organisasi wartawan memiliki mekanisme pergantian pengurus melalui kongres atau musyawarah nasional atau muktamar setiap kurun waktu tertentu;
7. Organisasi wartawan memiliki anggota sedikitnya 500 wartawan dari seluruh cabang yang dibuktikan dengan:
a. Kartu pers atau kartu tanda anggota dari organisasi yang bersangkutan yang masih berlaku;
b. Kartu pers atau surat keterangan dari perusahaan pers tempat ia bekerja secara tetap atau tempat ia bekerja menjadi koresponden;
c. Karya jurnalistik yang secara teratur dimuat atau disiarkan di media tempat ia bekerja secara tetap atau tempat ia menjadi koresponden;
d. Bekerja secara tetap atau menjadi koresponden di perusahaan pers yang memiliki media yang masih terbit atau masih melakukan siaran secara reguler;
e. Bukti-bukti tersebut (a sampai d) diverifikasi oleh Dewan Pers.
8. Organisasi wartawan memiliki program kerja di bidang peningkatan profesionalitas pers;
9. Organisasi wartawan memiliki Kode Etik Jurnalistik yang secara prinsip tidak bertentangan dengan Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan oleh Dewan Pers;
10. Organisasi wartawan memiliki Dewan kehormatan atau majelis Kode Etik Jurnalistik yang bertugas;
a. Mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik para anggotanya;
b. Mengambil keputusan ada tidaknya pelanggaran kode etik oleh anggotanya, serta;
c. Menetapkan sanksi atas pelanggaran kode etik oleh anggotanya.
11. Organisasi wartawan terdaftar di Dewan Pers dan bersedia diverifikasi oleh Dewan Pers.
12. Organisasi wartawan melakukan registrasi ke Dewan Pers setiap terjadi pergantian pengurus.
Apakah setiap orang berhak menjadi wartawan?
Karena wartawan pada prinsipnya profesi wartawan merupakan profesi terbuka, maka secara prinsip pula semua orang berhak menjadi wartawan.
Apa jelasnya arti Kode Etik Profesi?
Dengan menggabungkan masing-masing arti katanya, maka kode etik profesi berarti, himpunan atau kumpulan mengenai etika di suatu bidang profesi yang dibuat dari, oleh dan untuk profesi itu yang terutama berdasarkan ukuran hati nurani profesi itu. Dengan kata lain, kode etik profesi dibuat oleh kaum profesi itu sendiri dan berlaku juga hanya terbatas untuk kalangan profesi itu saja. Tidak ada satu orang atau badan lain pun di luar yang ditentukan oleh kode etik profesi itu yang dapat memakai atau menerapkan kode etik profesi tersebut, termasuk menyatakan ada tidak pelanggaran etika berdasarkan kode etik profesi itu.
Apa maksudnya kode etik?
Kata “kode” berasal dari bahasa Inggris “code” yang antara lain berarti himpunan atau kumpulan ketentuan atau peraturan tertulis. Jadi kode etik berarti, kumpulan tertulis tentang suatu etika. Dengan kata lain, istilah etika masih bersifat umum, tetapi jika sudah diawali dengan kata “kode” sudah menunjuk kepada etika profesi tertentu.
Apakah orang yang beretiket sudah pasti pula orang yang etis?
Orang beretiket belum tentu otomatis juga berarti orang yang etis. Etiket hanya berlaku jika ada orang lain atau dalam pergaulan saja. Sebaliknya kalau tidak ada orang lain atau di luar pergaulan, tidak berlaku. Misalnya makan sambil angkat sebelah kaki di kursi atau meletakkan kaki di atas meja. Dari segi etiket, sepanjang tidak ada orang lain, pengangkatan kaki tersebut tidak menjadi masalah. Hal tersebut baru menjadi masalah kalau ada orang lain, karena cara demikian bisa dipandang melanggar etiket. Tegasnya, dalam etiket harus ada saksi mata dan hanya berlaku dalam pergaulan. Sebaliknya dari segi etika, ada atau tidak ada orang lain, perbuatan angkat kaki itu sendiri sudah menjadi persoalan, apakah baik atau buruk dan karena itu menjadi soal apakah melanggar etika atau tidak. Jadi, etika menyangkut perbuatan baik buruk moral seseorang, terutama berdasarkan nilai-nilai moral itu sendiri dan tidak selalu tergantung kepada orang lain.
Orang yang etis pastilah selalu orang yang baik. Sebaliknya orang yang beretiket belum tentu orang yang baik, karena bisa jadi orang yang munafik. Di depan umum atau dalam pergaulan orang beretiket dapat tampil dengan cara yang baik, tetapi di luar itu dia dapat saja berbalik menjadi orang yang berbeda. Jadi, orang yang beretiket belum tentu otomatis juga orang yang beretika.