Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak. Apa yang dimaksud dengan hak tolak?

 

Banyak yang salah tafsir mengenai pengertian hak tolak. Sebagian menyangka bahwa hak tolak adalah hak untuk menolak dipanggil oleh polisi. Pengertian ini keliru. Sesuai dengan pasal 1 ayat 10 Undang-undang Pers, ”Hak tolak adalah hak wartawan,
karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya.”

Dimana dasar hukum hak tolak diatur?

Dalam Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999 tentang Pers hak tolak diatur dalam pasal 4 ayat 4 yang berbunyi, ”Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak.”

Bagaimana jika ternyata pers atau jurnalistik penyiaran tersebut melanggar Kode Etik Jurnalistik dan atau melanggar hukum?


Kalau ternyata pers atau jurnalistik siaran tersebut melanggar Kode Etik Jurnalistik dan atau hukum yang berlaku, tentu saja pers yang bersangkutan harus dikenakan sanksi sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik yang berlaku, dalam hal ini UU Pers.

Terhadap pers nasional juga tidak dikenakan pelarangan siaran. Apa yang dimaksud pers tidak dikenakan pelarangan siaran?


Dalam UU Pers untuk paska produksi dipakai dua istilah sekaligus, yakni ”pembredelan” dan ”pelarangan siaran.” Istilah pertama merujuk kepada pers cetak sedangkan istilah kedua
merujuk kepada pers elektronik. Adanya dua istilah ini sekaligus menunjukan bahwa UU Pers tidak hanya mengatur kegiatan
jurnalistik pers cetak saja, tetapi juga secara eksplisit mengatur pula kegiatan jurnalistik pers elektronik seperti televisi dan radio. Perbedaan istilah ”pembredelan” dan ”pelarangan siaran”
menunjukan secara jelas kepada dua bidang jurnalistik sekaligus: pers cetak dan pers penyiaran. Jadi dengan demikian, terhadap
sebuah program pers (berita yang berdasarkan kaedah-kaedah jurnalistik) yang sudah ditayangkan dalam televisi atau radio
dilarang untuk dihentikan penyiarannya. Penghentian siaran secara paksa dan melawan hukum terhadap jurnalistik atau pers siaran merupakan pembredelan. Dalam penjelasan pasal 4 ayat 2 Undang-undang tentang Pers
dijelaskan, ” Penyensoran, pembredelan atau pelarangan siaran tidak berlaku pada media cetak dan media elektronik.” Dalam penjelasan
yang sama dilanjutkan, ”Siaran yang bukan merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan jurnalistik diatur dalam undang-undang yang
berlaku.” Penjelasan ini, sekali lagi, menunjukan bahwa UU Pers tidak hanya mengatur tentang pers cetak, tetapi termasuk pers
elektronik seperti televisi dan radio. Pemakaian istilah ”pelarangan siaran” merujuk kepada siaran media

Terhadap pers nasional tidak dikenakan pembredelan.Apakah yang dimaksud pers tidak dapat dibredel dalam Undang-undang Pers?

Pengertian pembredelan terdapat pasal 1 ayat 9 Undang- Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yakni ”Pembredelan atau pelarangan penyiaran adalah penghentian penerbitan dan peredaran atau penyiaran secara paksa dan melawan hukum.” Berbeda penyensoran yang dilakukan pada saat produksi atau praproduksi, penyensoran dilakukan paska produksi atau setelah karya jurnalistiknya diterbitkan atau disiarkan. Misal sebuah penerbitan yang sudah terbit kemudian tidak boleh diterbitkan lagi.
Contoh lain, sebuah program berita yang dikerjakan berdasarkan kaedah-kaedah jurnalistik di televisi yang sudah berjalan kemudian tidak diperbolehkan untuk disiarkan lagi.

Apakah dengan pengertian apa penyensoran orang atau pihak yang melakukan ancaman terhadap wartawan atau pers, termasuk tindakan penyensoran?

Jelas sekali, orang atau pihak yang melakukan ancaman terhadap wartawan atau pers yang sedang menjalankan tugasnya termasuk dalam tindakan penyensoran

Unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam rumusan tentang penyensoran yang terdapat dalam pasal 1 ayat 8 Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999?

Dari rumusan ini setidaknya terdapat beberapa unsur pentingmengenai arti penyensoran:
a. Penghapusan sebagian atau seluruh informasi yang akan disiarkan secara paksa. Ini berarti sensor terjadi pada saat proses produksi atau pra produksi. Pemaksaan untuk mengurangi, menghapus atau menghilangkan informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan merupakan tindakan penyensoran. Pengertian ini juga membawa kita pada pemahaman bahwa permintaan tanpa paksaan atau sekedar imbauan Kajian Tuntas tanpa ancaman, untuk mengurangi, menghilangkan atau menghapus sebagian atau seluruh informasi yang akan disiarkan, bukanlah merupakan penyensoran. Dengan demikian dalam pers, sepanjang tanpa paksaan (dan melawan hukum) pihak ketiga diperbolehkan meminta kepada pers untuk mengurangi, menghilangkan atau menghapus sebagian atau seluruh informasi yang hendak diterbitkan atau disiarkan. Dalam hal ini bagaimana menanggapi permintaan tersebut, terserah kepada pers yang bersangkutan. Pers sama sekali tidak terikat kepada permintaan semacam itu dan sekaligus dapat mengabaikannya. Sepenuhnya merupakan hak pers untuk menerbitkan/menyiarkan atau tidak menerbitkan/ menyiarkan suatu informasi. Hak untuk menerbitkan/ menyiarkan atau tidak menerbitkan/menyiarkan melekat kepada pers tidak dapat diganggu gugat oleh pihak manapun sehingga sepenuhnya menjadi kewenangan pers. Terhadap adanya permintaan dari pihak ketiga untuk mengurangi atau menghilangkan sebagian atau seluruh informasi yang ingin diterbitkan atau disiarkan oleh pers, sepenuhnya terserah pers yang bersangkutan boleh mengabulkan atau mengabaikannya. Persoalan baru muncul apabila permintaan semacam ini disertai dengan paksaan, besar atau kecil, dan dalam bentuk apapun juga. Maksudnya jika permintaan sudah disertai dengan paksaan sebesar apapun dan dalam bentuk 105
Bagian Keempat Sensor dan Pembredelan apapun, maka tindakan tersebut sudah termasuk dalam katagori tindakan penyensoran.
b. Tindakan atau ancaman dari pihak manapun untuk mengurangi, menghapus atau menghilangkan sebagian atau seluruh informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, merupakan tindakan penyensoran. Pengertian tindakan disini sudah ada perbuatannya untuk mengurangi, menghapus atau menghilangkan informasi yang akan disiarkan. Dengan kata lain, sudah ada bentuk tindakan konkrit sebagai upaya melakukan tindakan mengurangi, menghapus atau menghilangkan sebagian atau seluruhinformasi yag ingin disampaikan.
Sedangkan pengertian ”ancaman” belum ada tindakan konkrit langsung untuk mengurangi, menghilangkan atau menghapus informasi yang ingin disiarkan, tetapi sudah ada perbuatan pendahulu berupa ancaman untuk melakukan tindakan mengurangi, menghilangkan dan menghapus sebagian atau seluruh informasi yang ingin disampaikan. Bentuk ancaman, baik berupa kata-kata, tulisan maupun hal lain yang memberikan indikasi adanya ancaman terhadap pers untuk mengurangi, menghapus
atau menghilangkan sebagian atau seluruh informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan.
c. Dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik kewajiban melapor atau minta izin dari yang berwajib merupakan tindakan penyensoran. Ketentuan ini bermakna, pihak yang berwajib dilarang meminta pers untuk melaporkan atau meminta izin Kajian Tuntas lebih dahulu sebelum pers menerbitkan atau menyiarkan informasi merupakan tindakansensor. Pengertian ”yang berwajib” tidak hanya terbatas kepada aparat penegak hukum, tetapi merujuk semua penyelenggara negara,
termasuk para pejabat yang berwenang di bidangnya masing-masing.

Terhadap pers nasional tidak dikenakan sensor. Apa yang dimaksud dengan sensor dalam Undang-undang Pers Indonesia?

Secara ”klasik” pengertian sensor dalam dunia pers ialahpenghilangan sebagian atau seluruh informasi yang ingin disampaikan secara paksa dan atau melawan hukum. Contohnya,
jika ada seorang pejabat memaksa suatu berita tidak boleh disiarkan, tindakan tersebut termasuk dalam katagori sensor. Tetapi tidaklah demikian apabila ada seorang redaktur menyunting sebuah naskah reporternya dengan menghilangkan data yang tidak relevan atau tidak dapat dipertanggungjawabkan sebelum benar-benar naskah tersebut disiarkan. Tindakan sang redaktur tidak termasuk sensor karena memang tugas redaktur menyunting naskah dengan memeriksa, menyeleksi, membuang atau menambah data sebelum disiarkan. Berbeda dengan tindakan pejabat yang memaksa dan melawan hukum dan karena itu tidak diperbolehkan, tindakan redaktur bukanlah paksaan dan tidak melawan hukum karena memang justru merupakan tanggung jawabnya.
Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999 lahir merupakan buah reformasi sebagai reaksi atas penindasan dan pembelenggu pers. Pengalaman telah mengajarkan kepada masyarakat dan pers waktu Bagian Keempat Sensor dan Pembredelan301 Bagian Keempat Sensor dan Pembredelanitu, siapapun pemerintahnya yang sedang berkuasa, cenderung melakukan penyensoran dengan mempergunakan berbagai celahyang ada dalam peraturan perundang-undangan. Untuk itulahdalam Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999 tentang Pers pengertian sensor kemudian diperluas.Pasal 1 ayat 8 Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999 merumuskan penyensoran sebagai berikut ialah:”Penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik.”

Apakah seorang yang benar-benar wartawan jika melakukan kegiatan non jurnalistik juga berlaku hukum pers terhadap dirinya.

Menurut UU Pers, dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. Ini berarti ketika wartawan
mengerjakan tugas profesinya, wartawan tidak boleh dihalanghalangi, dihambat apalagi sampai dianiaya atau dibunuh. Mereka
yang menghalang-halangi dan menghambat wartawan dalam menjalankan tugasnya akan dihukum. Tugas wartawan dipayungi
oleh hukum, khususnya UU Pers. Tegasnya, tidak boleh ada 101

Apa saja ruang lingkup tanggung jawab penanggung jawab?

Lagi-lagi Undang-undang Pers No. 40 Tahun 1999 tidak memberikan batasan yang jelas apa saja ruang lingkup penanggung jawab. Tetapi dalam penjelasan UU Pers disebut, ”Yang dimaksud dengan ”penanggung jawab” adalah penanggung jawab perusahaan pers yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi.” Dilihat dari rumusan ini, penanggungjawab tidak hanya lagi meliputi atau dibatasi pada karya jurnalistik tetapi juga sudah mencakup pada bidang usaha.