Syarat-syarat apa saja untuk menjadi anggota Dewan Pers?

Untuk dapat dipilih menjadi anggota Dewan Pers harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Memahami kehidupan pers nasional.
b. Mendukung kemerdekaan pers berdasarkan Undang- Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Wartawan, pemimpin perusahaan pers dan tokoh masyarakat yang memiliki catatan tidak mendukung kemerdekaan pers tidak dapat dipilih menjadi anggota Dewan Pers.
c. Memiliki integritas pribadi.
d. Memiliki sense of objectivity dan sense of fairness.
e. Memiliki pengalaman yang luas tentang demokrasi, kemerdekaan pers, dan mekanisme kerja jurnalistik.
f. Ahli di bidang pers dan atau hukum di bidang pers

Terdiri dari siapakah anggota Dewan Pers?

Berdasarkan Pasal 15 ayat 3, anggota Dewan Pers terdiri
dari:
a. Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan.
b. Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers.
c. Tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. Baik organisasi wartawan maupun organisasi perusahaan pers haruslah yang telah lulus verifikasi oleh Dewan Pers.

Seluruh anggota Dewan Pers saat ini terdiri dari 9 (sembilan) orang, masing-masing terdiri dari 3 (tiga) orang unsur wartawan, yang diusulkan oleh organisasi wartawan. Kemudian 3 (tiga) orang dari unsur pimpinan perusahaan pers yang diusulkan oleh organisasi perusahaan dan 3 (tiga) orang tokoh masyarakat yang diusulkan oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. Setelah anggota Dewan Pers terpilih maka anggota tersebut harus bekerja berdasarkan kepentingan umum dan menanggalkan
kepentingan sempit organisasinya. Setelah terpilih anggota Dewan Pers bekerja berdasarkan ketokohannya. Makanya seorang yang dalam jejak riwayatnya tidak mendukung kemerdekaan pers, walaupun mungkin sudah pernah lama memimpin organisasi wartawan atau organisasi pers, tetap tidak layak menjadi anggota Dewan Pers.

Apa yang dilakukan Dewan Pers dalam mendata perusahaan pers?

Untuk mendata perusahaan pers, Dewan Pers telah memfasilitasi penyusunan katagori perusahaan pers melalui peraturan Dewan Pers. Berdasarkan hal itu setiap tahun Dewan Pers melakukan pendataan terhadap perusahaan pers. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan saat ini, pers cetak dapat terbit dan berhenti tanpa memerlukan izin. Dari sinilah muncul anekdot atau sinis dengan menyebut adanya “pers tempo,” yakni pers yang tempo-tempo terbit tapi tempo-tempo tidak. Ada pula “pers harian,” yaitu pers yang sehari terbit setelah itu pada hari yang sama berhenti terbit lagi. Maka pendataan perusahaan pers yang dilakukan merupakan ”momen opname” pada tahun yang berjalan. Setelah data diterbitkan, kemungkinan dapat langsung terjadi pengurangan atau penambahan jumlah penerbitan.

Pendataan pers oleh Dewan Pers juga diperluas pengertiannya tidak hanya mendata jumlah perusahaan pers, tetapi juga segala hal yang berkaitan dengan perusahaan pers. Dewan Pers antara lain pernah melalukan survei mengenai persepsi masyarakat terhadap kemerdekaan pers. Dewan Pers juga pernah melakukan penelitian terhadap pengetahuan dan pemahaman wartawan di seluruh Indonesia terhadap Kode Etik Jurnalistik dan lain-lainnya.
Dewan Pers juga melakukan survei mengenai tingkat kesejahteraan wartawan.

Apa yang telah dihasilkan Dewan Pers dalam memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan?

Dari proses penyusunan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers diketahui, semula Dewan Pers ingin ditempatkan pada posisi sebagai lembaga yang sepenuhnya berwenang membuat peraturan-peratuan di bidang pers. Tetapi, trauma dari masa lalu menimbulkan ketakutan jika Dewan Pers diberikan kewenangan seperti itu akan dapat berubah menjadi lembaga yang otoriter. Bahkan, bukan tidak mungkin, suatu saat juga kembali menjadi seperti Dewan Pers yang lama yang tidak demokratis. Oleh karena itu
kewenangan membuat peraturan perundang-undangan tidak hanya diberikan kepada Dewan Pers begitu saja melainkan melibatkan pula organisasi-organisasi pers untuk ikut menyusun peraturanperaturan di bidang pers. Itulah sebabnya dalam rumusan Pasal 15 ayat 2 huruf f akhirnya dipakai istilah “memfasilitasi organisasiorganisasi pers”, bukan dengan menggunakan kata “membuat”. Dalam “memfasilitasi” organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan pers, Dewan Pers pada tahap awal memfasilitasi peraturan-peraturan yang dapat melengkapi Undang- Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Sehingga mekanisme dalam Undang-Undang tentang Pers dapat berjalan baik. Adapun yang telah dihasilkan oleh Dewan Pers dalam memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam penyusunan peraturan-peraturan di bidang pers, antara lain:
a. Peraturan Dewan Pers tentang Standar Ogranisasi Wartawan.
b. Peraturan Dewan Pers tentang Standar Organisasi Perusahaan Pers.
c. Peraturan Dewan Pers tentang Standar Perusahaan Pers.
d. Peraturan Dewan Pers tentang Perlindungan Wartawan.
e. Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Hak Jawab.
f. Peraturan Dewan Pers tentang Pedoman Penyebaran Media Cetak Khusus Dewasa.
g. Peraturan Dewan Pers tentang Standar Kompetensi Wartawan dan lain-lain.

Apa yang dilakukan Dewan Pers dalam mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat, dan pemerintah?

Banyak hal telah dilakukan Dewan Pers dalam mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat dan pemerintah, mulai dari pelatihan dan pendidikan sampai dengan partisipasi aktif menyumbangkan pikiran dalam semua bidang yang berkaitan dengan pers. Beberapa kegiatan Dewan Pers untuk mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat dan pemerintah antara lain:
a. Membuat acara khusus tentang pers baik di televisi, radio, dan media lainnya;
b. Melakukan roadshow sosialisasi tentang Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pers kepada para penyelenggara negara, guru dan masyarakat lain;
c. Ikut berpartisipasi aktif menyumbangkan pikiran dalampembentukan peraturan perundang-undangan yang terkait atau berdampak terhadap pers;
d. Melakukan pelatihan dan atau pendidikan baik sebagai pelatih, pengajar maupun memasukkan pelajaran tentang etika jurnalistik dan hukum pers ke dalam kurikulum lembaga-lembaga strategis baik swasta ataupun lembaga negara;
e. Melakukan pendekatan dan interaksi dengan tokohtokoh masyarakat baik swasta maupun negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) untuk memberikan akses dan pemahaman tentang perlunya melindungi kemerdekaan pers;
f. Menerbitkan buku, brosur, dan lain-lain yang berkaitan dengan pers
g. Menerima kritik dan saran yang berkaitan dengan pers dari semua pihak.
h. Menyediakan anggotanya untuk menjadi saksi ahli dalam kasus-kasus hukum pers.

Apakah karena opini itu bebas, semua opini bebas juga dari etika atau nilai-nilai?

Pada prinsipnya memang dalam opini, pihak yang membuat opini bebas mengemukakan pendapatnya, apapun isinya. Apkah
pendapatnya berkeyakinan bahwa seorang presiden yang berkuasa memang lambat atau sebaliknya presiden tersebut justru dinilainya sangat cermat dan manageble, yang bersangkutan memiliki kebebasan sepenuhnya dan kebebasan tersebut dilindungi. Kendati begitu, ini tidaklah berarti dalam memberikan opini, tidak ada ramburambunya sama sekali. Dalam opini harus diperhatikan benarbahwa data atau fakta yang dipakai dalam opini tetap harus akurat. Dalam membuat opini tidak boleh ”memanipulasi” data atau fakta yang ada. Dengan kata lain tidak boleh ada kesengajaan yang direncanakan lebih dahulu memakai data atau fakta yang tidak benar. Pemakaian dengan sengaja dan direncanakan data atau fakta yang tidak benar, apalagi kalau dipakai untuk mendiskriditkan orang, dapat ditafsirkan sebagai adanya ”itikad tidak baik” dari pembuat opini dan karena itu adanya kesengajaan beritikad buruk dengan memalsukan, mengubah dan memanipulasi data untuk tujuan-tujuan jahat dapat dianggap sebagai pelanggaran dalam Bagian Ketujuh Fakta dan Opini pers. Tetapi jika ada dua atau lebih versi data dan peristiwa dengan sudut pandang atau cara memperoleh yang berbeda dengan tingkat kevalidan relatif sejajar, penggunaan data atau peristiwa yang berbeda ini dalam opini juga tidak dapat disensor dan dihentikan apalagi dihukum. Di samping itu, opini yang bebas menurut UU tentang Pers tetap dibatasi oleh kaharusan menghormati nilai agama dan rasa kesusilaan masyarakat. Tegasnya hanya data, fakta dan atau peristiwa yang palsu atau bohong saja yang tidak diperbolehkan dalam opini. Selebihnya orang bebas membuat opini. Maka dikatakan opini is free.

Apa yang dilakukan Dewan Pers dalam memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers?

Dalam memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers, maka Dewan Pers antara lain melakukan peranan:
a. Sebagai mediator. Dalam hal ini Dewan Pers lebih banyak mendengar keinginan dan aspirasi para pihak yang terlibat. Posisi Dewan Pers lebih banyak hanya sebagai penengah.
b. Sebagai fasilitator. Dalam hal ini Dewan Pers selain sebagai penengah juga sudah mulai memberikan pertimbangan terhadap alternatif-alternatif yang dapat dilakukan dalam menyelesaikan masalah.
c. Sebagai wasit atau “hakim.” Dalam hal ini Dewan Pers setelah menerima dan memeriksa pengaduan dan para pihak tidak dapat mencapai kesepakatan untuk mufakat, Dewan Pers melakukan Ajudikasi yaitu Dewan Pers dalam peranan sebagai wasit atau “hakim” yang mengambil keputusan terhadap kasus yang diperiksanya.
Sesuai dengan penjelasan Pasal 15 ayat 2, pertimbangan Dewan Pers atas pengaduan dari masyarakat berkaitan dengan masalah Kode Etik Jurnalistik. Selama ini Dewan Pers telah bertindak baik sebagai mediator dan fasilitator maupun sebagai wasit atau “hakim.” Dewan Pers telah menerima, memeriksa,dan menyelesaikan kasus-kasus pemberitaan pers baik melalui kesepakatan para pihak maupun melalui mekanisme pengambilan keputusan oleh Dewan Pers sendiri.

Apa yang dilakukan Dewan Pers untuk menetapkandan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik?

Berbagai upaya telah dilakukan Dewan Pers untuk menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik, antara lain:
a. Dewan Pers berupaya melahirkan sebuah Kode Etik Jurnalistik yang dapat dipakai dan berlaku untuk semuawartawan. Untuk itu Dewan Pers telah memfasilitasi pembuatan Kode Etik Jurnalistik oleh 29 organisasi pers. Tanggal 14 Maret 2006 ada 29 organisasi pers di seluruh Indonesia sepakat untuk menghasilkan sebuah Kode Etik Jurnalistik yang dapat berlaku untuk semua organisasi wartawan tersebut. Kesepakatan itu kemudian telah dituangkan dalam peraturan Dewan Pers. Ini berarti Dewan Pers telah memiliki rujukan Kode Etik Jurnalistik yang dapat dipakai sebagai acuan nilai-nilai profesi;
b.  Menerima dan memeriksa pengaduan tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik dari semua pihak;
c. Menyelesaikan pengaduan terhadap dugaan adanya pelanggaran Kode Etik Jurnalistik, antara lain melalui mekanisme Hak Jawab atau Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR).
d.   Melakukan pendidikan, pelatihan, dan sosialisasi yang berkaitan dengan Kode Etik jurnalistik.

Dalam bentuk apa saja wartawan bisa bohong dalam dunia jurnalistik?

Dalam profesi wartawan kebohongan dapat dilakukan dengan banyak cara atau bentuk, beberapa diantaranya:
a. Melakukan wawancara fiktif. Artinya wartawan memberitakan wawancara dengan sumber fiktif alias tidak ada.
b. Melakukan wawancara imajiner. Dalam hal ini, sebenarnya, narasumbernya memang ada tetapi wartawan tidak mewawancarai narasumber itu namun mengaku telah melakukan wawancara dengan si narasumber. Jadi wawancara hanya imajiner, tanpa menyebut bahwa wawancara tersebut imajiner. Namun ada kalanya wartawan sengaja melakukan wawancara imajiner sebagai bentuk ekspresinya. Sepanjang dijelaskan lebih dahulu bahwa wawancara itu imajiner, diperbolehkan dan dengan demikian karya tersebut bukan lagi masuk “berita” tapi tergolong “opini”
c. Memberitakan fakta yang sebenarnya tidak ada.
d. Memberitakan sesuatu yang tidak sesuai denga fakta yang dia ketahui.
e. Memalsukan data atau fakta.

Apa pengkajian yang dilakukan Dewan Pers untuk mengembangkan kehidupan pers?

Semua metoda dan cara pengkajian memungkinkan dilakukan Dewan Pers. Dewan Pers, antara lain, melakukan berbagai survei baik dilakukan sendiri maupun bekerja sama dengan pihak lain, termasuk dengan perguruan tinggi dan media watch. Dewan Pers juga melakukan pengkajian analisis strategis, termasuk untuk menentukan langkah mana yang menjadi skala prioritas dan mana yang menjadi langkah jangka panjang.