Apa saja syarat menjadi Ahli dari Dewan Pers?

Ahli dari Dewan Pers bersedia dan memenuhi persyaratan:
a. Mendukung dan menjaga kemerdekaan pers;
b. Memakai UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers sebagai pedoman, baik filosofinya maupun teknis pengaturannya, antara lain, menolak kriminalisasi jurnalistik dan denda yang tidak proporsional;
c. Mempunyai pendapat tentang kemedekaan pers yang sesuai dengan Dewan Pers;
d. Memiliki keahlian di bidang pers dan atau bidang lainnya yang terkait dengan proses pemeriksaan perkara;
e. Memiliki integritas pribadi dibidang keahliannya;
f. Bersikap adil (sense of fairness) dan objektif (sense of objective)

Darimana saja Ahli Dewan Pers berasal?

Ahli Dewan Pers berasal dari:
a. Anggota Dewan Pers;
b. Mantan anggota Dewan Pers;
c. Ketua atau anggota dewan kehormatan organisasi wartawan serta orang yang dipilih atau ditunjuk secara resmi oleh Dewan Pers yang telah memiliki sertifikat ahli yang dikeluarkan oleh Dewan Pers;

Apakah Dewan Pers sudah memiliki peraturan
mengenai ahli dari Dewan Pers?

Ya, Dewan Pers telah memiliki Peraturan Dewan Pers
tentang Keterangan Ahli dari Dewan pers, yakni Peraturan Dewan
Pers No. 19/Peraturan-DP/X/2009 tentang keterangan Ahli
dari Dewan Pers. Dalam peraturan ini dijelaskan yang dimaksud
dengan Ahli dari Dewan Pers adalah, ”seseorang yang memiliki
keahlian khusus yang memberi keterangan sesuai kahliannya atas
nama Dewan Pers.” Ahli dari Dewan Pers ini dapat memberikan
keterangan dalam perkara hukum pidana, perdata maupun bidang
hukum lainnya. Dalam menjalankan tugasnya Ahli dari Dewan Pers
dilengkapi surat tugas resmi dari Dewan Pers yang ditandatangani
oleh ketua atau wakil ketua Dewan Pers.
Selain itu Ahli dari Dewan pers tidak boleh memiliki konflik
kepentingan dengan perkara. Jika ada keraguan tentang hal ini.
Rapat Pleno Dewan Pers menentukan ada atau tidak adanya konflik
kepentingan itu. Ahli dari Dewan Pers tidak dapat memberikan
keterangan untuk dua pihak atau lebih sekaligus yang berlawanan
dalam suatu perkara yang sama.

Apakah benar Kode Etik Jurnalistik mengekang kemerdekaan pers, karena keberadaan Kode Etik Jurnalistik membatasi kemerdekaan pers?

Sama sekali tidak benar! Adanya Kode Etik Jurnalistik bukannya mengekang kemerdekaan pers tetapi justru sebaliknya. Kode Etik Jurnalistik menjaga dan mempertahankan kemerdekaan pers. Sesuai dengan sifat etika profesi yang dibuat dari oleh dan untuk kalangan profesi itu sendiri, Kode Etik Jurnalistik dibuat sudah sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan jurnalis (wartawan) sehingga keberadaan Kode Etik Jurnalistik justru mampu mempertahankan harkat dan martabat pekerjaan wartawan. Dengan adanya Kode Etik Jurnalistik bukan saja wartawan dapat terhindar dari anarki, malpraktek dan persaingan tidak sehat sesama wartawan, tetapi juga wartawan memperoleh semacam perlindungan atau tameng dari kemungkinan tindakan-tindakan publik atau siapapun yang mencoba merongrong dan membatasi kemerdekaan pers dengan berbagai cara yang tidak sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik. Jadi, tegasnya, adanya Kode Etik Jurnalistik bukannya mengekang kemerdekaan pers sebaliknya malah menjaga dan mempertahankan kemerdekaan pers. Jadi, sama sekali tidak benar Kode Etik Jurnalistik mengekang kemerdekaan pers.

Hak jawab dilakukan secara proporsional, apa maksudnya?

Hak jawab dilaksanakan secara proporsional, maksudnya
antara tingkat kekeliruan berita dan cara memperbaiki kekeliruan
berita tersebut haruslah proporsional. Dalam hal ini proporsional
berarti:
a. Hak jawab dilaksanakan pada bagian per bagian atau
secara keseluruhan dari kekeliruan atau ketidakakuratan informasi yang dimasalahkan.
b. Hak jawab dilaksanakan pada tempat atau program yang sama dengan pemberitaan atau karya jurnalistik yang dimasalahkan, kecuali disepakati lain oleh para pihak.
Artinya secara umum, pada media cetak hak jawab harus diletakan pada halaman yang sama dengan berita yang diduga mengandung ketidaktepatan atau ketidakakuratan.
Sedangkan pada media televisi dan radio disiarkan pada program yang sama pula.
c. Tetapi hal itu tidaklah berlaku mutlak. Dengan persetujuan para pihak, hak jawab dapat ditempatkan dimana saja sesuai dengan kesepakatan;
d. Hak jawab dengan persetujuan para pihak formatnya dapat dilakukan dalam bentuk apapun, kecuali dalam
bentuk iklan. Hak jawab dapat dilakukan bentuk ralat, wawancara, profil, features, liputan, talkshow, pesan berjalan, dan komentar media siber atau format lain;
e. Hak jawab dilaksanakan dalam waktu secepatnya,
yakni pada kesempatan pertama sesuai sifat pers yang
bersangkutan;
f. Untuk pers cetak wajib pada edisi berikutnya atau
selambat-lambatnya pada dua edisi berikutnya sejak hak
jawab diterima redaksi;
g. Untuk pers televisi dan radio wajib pada program
berikutnya;
h. Hak jawab dilakukan satu kali untuk setiap pemberitaan di
media yang dimasalahkan;
i. Hak jawab wajib disertai permintaan maaf dalam hal
terdapat kekeliruan atau ketidakakuratan fakta yang
bersifat menghakimi, fitnah dan atau bohong.

Bagaimana sikap Mahkamah Agung (MA) mengenai posisi Dewan Pers dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan pemberitaan pers?

Mahkamah Agung menilai Dewan Pers merupakan lembaga yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk mengatur
soal pers, dan oleh karenanya Mahkamah Agung menilai Dewan Pers Bagian Keempatbelas Dewan Pers adalah lembaga yang paling memahami seluk beluk pers. Dengan
latar belakang itulah Mahkamah Agung telah mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 13 Tahun 2008 tanggal 30 Desember 2008 tentang Meminta keterangan Saksi Ahli Bidang Pers yang dalam sengketa soal pers di pengadilan diminta untuk lebih dahulu mendengar ahli dari Dewan Pers, karena Dewan Pers dinilai sebagai lembaga yang paling memahami soal pers. Atas dasar inilah dalam kasus-kasus yang menyangkut pers pada umumnya pengadilan sebelum memutuskan lebih dahulu mendengar Ahli dari Dewan Pers.

Masalah prinsip utama apa yang dihadapi dalam pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik? 

Dalam praktek seringkali wartawan menghadapi berbagai dilema, yang tidak diatur secara detail dalam Kode Etik Jurnalistik. Dalam menghadapi dilema ini, keputusan apapun yang diambil oleh wartawan dapat sama-sama mengandung nilai benar atau salah, oleh sebab itu dibutuhkan suatu kematangan intuisi hati nurani yang didukung oleh niat dan nalar yang kuat dan teknikal yang benar. Contohnya dalam Kode Etik Jurnalistik dijelaskan wartawan menghormati hak-hak pribadi seseorang, kecuali untuk kepentingan umum. Artinya, wartawan tidak boleh memasuki wilayah pribadi sebagai bahan berita kecuali ada kepentingan umum. Tetapi apakah yang dimaksud dengan “kepentingan umum” itu tidak dirumuskan secara baku. Penafsiran pengertian “kepentingan umum” diserahkan kepada wartawan. Memang dalam banyak hal pemahaman “kepentingan umum” sudah menjadi “standar” sehingga mudah diketahui. Tetapi seringkali pula dalam praktek wartawan dibenturkan dalam suatu dilema apakah sesuatu pelanggaran haknya itu benar-benar untuk kepentingan umum atau tidak. Benturan-benturan dilema semacam ini menjadi salah satu masalah utama yang harus dihadapi para wartawan, padahal keputusan harus diambil dengan cepat. 

Bagaimana reaksi atau tanggapan dan kepatuhan dari pers dan atau masyarakat terhadap keputusan yang diambil Dewan Pers?

Berdasarkan catatan Dewan Pers, keputusan-keputusan Dewan Pers sampai saat ini masih sangat dihormati oleh para pihak. Pers berkualitas, besar, dan berwibawa senantiasa patuh dan tunduk kepada keputusan Dewan Pers. Menurut catatan, selama ini dari sekian ribu pengaduan hanya tiga saja keputusan Dewan Pers yang pelaksanaannya sulit dilakukan. Dalam statistik, 98% keputusan Dewan Pers dihormati dan dapat dilaksanakan.

Apa arti Kode Etik Jurnalistik?

Secara singkat dan umum Kode Etik Jurnalistik (KEJ) berarti, himpunan atau kumpulan mengenai etika di bidang jurnalistik yang dibuat oleh, dari dan untuk kaum jurnalis (wartawan) sendiri. Dengan kata lain, Kode Etik Jurnalistik dibuat oleh kaum jurnalis (wartawan) sendiri dan berlaku juga hanya terbatas untuk kalangan jurnalis (wartawan) saja. Tiada satu orang atau badan lain pun yang diluar yang ditentukan oleh Kode Etik Jurnalistik itu sendiri yang dapat memakai atau menerapkan Kode Etik Jurnalistik tersebut terhadap para jurnalis (wartawan), termasuk menyatakan ada tidak pelanggaran etika berdasarkan Kode Etik Jurnalistik itu. 

Bagaimana mekanisme pengaduan ke Dewan Pers?

Pengaduan ke Dewan Pers dibuat semudah mungkin. Pengadu
dapat mengirim pengaduan melalui berbagai cara yang tersedia
dengan menyebut data pendukung. Setelah itu Dewan Pers akan
memeriksa para pihak yang terkait dengan pengaduan. Dalam
pemeriksaan, para pihak dapat datang ke Dewan Pers, tetapi dalam
kasus-kasus tertentu Dewan Pers dapat yang mendatangi tempat
salah satu pihak. Pertama-tama Dewan Pers menjadi mediator
yang menawarkan upaya penyelesaian musyawarah untuk mufakat
antar para pihak. Jika para pihak setuju menempuh penyelesaian
sesuai dengan kesepakatan mereka, dibuat semacam Berita Acara
Kesepakatan yang ditandatangani oleh para pihak. Jika para
pihak tidak dapat mencapai kesepakatan, maka Dewan Pers akan
memeriksa kasus tersebut dan akhirnya mengambil keputusan
apakah ada pelanggaran atau tidak terhadap Kode Etik Jurnalistik.
Termasuk, apabila ada pelanggaran, Dewan Pers menentukan jenis
atau katagori Kode Etik Jurnalistik yang telah dilanggar. Keputusan
Dewan Pers selama ini dikenal dengan nama Pernyataan Penilaian
dan Rekomendasi (PPR). Keputusan inilah yang harus dipatuhi
oleh para pihak.