Apakah dampak jika Hak Tolak tidak dihormati?

Jika wartawan tidak menghormati Hak Tolak maka kemungkinan besar kepercayaan sumber-sumber penting yang memiliki informasi penting buat publik kepada lembaga pers hilang. Jika sampai lembaga pers sudah tidak dipercaya, sulit bagi pers menggali dan mengembangkan informasi yang dibutuhkan publik. Dalam jangka panjang fungsi utama pers mengungkapkan kebenaran akan mengalami kemandulan.

Jika ada perbedaan pendapat atau silang sengketa dalam pelayanan hak jawab antara pers dan pihak yang dirugikan, bagaimana jalan keluarnya?

Sengketa mengenai pelaksanaan hak jawab sepenuhnya diselesaikan oleh Dewan Pers. Dewan Pers berhak menentukan apakah sebuah hak jawab mengandung pengecualian yang dapat tidak dilayani oleh pers atau tidak. Dewan Pers juga yang menentukan apakah pers sudah menjalankan hak jawab atau belum, termasuk apakah hak jawab yang dilayani sudah sesuai dengan peraturan atau Kode Etik Jurnalistik atau tidak. Keputusan Dewan Pers bersifat final. Artinya terhadap keputusan pers tidak dapat diajukan banding dan harus dilaksanakan.

Apakah adanya Hak Tolak ini dapat menolak pemanggilan dari polisi dengan mempergunakan Hak Tolak?

Antara pemanggilan polisi dengan penggunaan Hak Tolak merupakan dua hal yang berbeda. Ketika wartawan dipanggil polisi (penyidik), sesuai dengan aturan                          perundang-undangan, maka sebagai bagian dari warga negara, wartawan wajib datang. Dalam hal ini persamaan di depan hukum tetap berlaku dan tidak ada keistimewaan buat wartawan. Jika wartawan mangkir terhadap pemanggilan ini sampai tiga kali, tetap dapat dikenakan sanksi hukum.
Barulah setelah memenuhi panggilan dan diminta polisi untuk mengungkapkan jati diri atau identitas narasumber yang tidak disebutkan, berlaku Hak Tolak. Wartawan harus menolak permintaan itu. Kalau polisi berdalih ingin mencari informasi mengenai suatu kasus, tanggung jawab wartawan sebatas yang sudah ada di berita itu saja.

Apa artinya ada asas moralitas ini dalam Kode Etik Jurnalistik?

Wartawan bukan saja harus menyadari bahwa profesi wartawan atau jurnalistik memiliki landasan moral yang kuat, tetapi juga dalam menjalankan profesinya moralitas sudah harus mendarah daging dalam diri wartawan. Seluruh karya jurnalistik wartawan, apapun pun bentuknya, dengan demikian, harus dilandasi moralitas yang kuat. Ini juga sekaligus menunjukkan betapa dalam diri wartawan ada tanggung jawab moral yang tinggi. Wartawan yang melaksanakan profesi tanpa moralitas atau dengan standar moral yang rendah berarti mengingkari jati dirinya sendiri. 

Apa saja yang termasuk dalam asas moralitas Kode Etik Jurnalistik?

Kandungan moralitas dalam Kode Etik Jurnalistik, antara lain:
a. Wartawan tidak boleh beritikad buruk.
b. Wartawan tidak boleh membuat berita cabul dan sadis.
c. Wartawan tidak menyebut identitas korban kesusilaan.
d. Wartawan tidak menyebut identitas anak-anak sebagai pelaku kejahatan.
e. Wartawan tidak berprasangka dan diskriminatif terhadap perbedaan jenis kelamin, bahasa, suku agama, dan antar golongan (SARA).
f. Wartawan tidak merendahkan martabat orang lemah, an tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, dan sakit (jasmani dan rohani).
g. Wartawan tidak menerima suap.
h. Wartawan menghormati kehidupan pribadi, kecuali untuk kepentingan umum.
i. Wartawan melaksanakan kewajiban koreksi, yakni mencabut dan meralat jika mengetahui adanya pembuatan berita yang keliru atau tidak benar, walaupun tidak ada yang meminta, bahkan jika perlu disertai dengan permintaan maaf.

Siapa yang bertanggung jawab terhadap pengunaan hak jawab?

Siapa yang menjadi penanggung jawab dari pengunaan hak jawab menjadi perdebatan amat panjang antara kalangan hukum, praktisi komunikasi, dunia usaha dan kalangan pers sendiri. Setelah terjadi adu argumentasi dan rujukan, dengan memperhatikan hak otonomi redaksi dan kepentingan umum masyarakat, akhirnya disepakti bahwa tanggung jawab terakhir dari pengunaan hak jawab tetap berada di tangan penanggung jawab yang memuat atau menyiarkannya. Tegasnya, tanggung jawab pada redaksinya. Pertimbangannya, penentuan terakhir bisa atau tidak sebuah hak jawab dilayani berada di tangan pers. Untuk itu dalam melayani hak jawab, pers diberikan dua benteng utama: Pertama pers dapat menyunting hak jawab sesuai dengan kaedah-kaedah

Apa yang dimaksud dengan asas moralitas, bukankah Kode Etik Jurnalistik sendiri dilandasi moral??

Benar bahwa landasan nilai sebuah etika profesi, termasuk Kode Etik Jurnalistik adalah moral. Ada pun yang dimaksud dengan asas moralitas di sini adalah nilai-nilai moralitas apa yang menjadi kandungan utama dari Kode Etik Jurnalistik. Misalnya saja dalam asas moralitas kita dapat menemukan jawaban mengapa Kode Etik Jurnalistik harus melindungi identitas anak yang menjadi korban kesusilaan atau pelaku kejahatan? 

Ada berapa asas utama dalam Kode Etik Jurnalistik?

Jika Kode Etik Jurnalistik “diperas” maka, setidaknya, intinya mengandung empat asas:
a. Asas moralitas.
b. Asas demokratis.
c. Asas profesionalitas.
d. Asas supremasi hukum.

Apakah itu berarti dalam investigative reporting pelaporan atau pembuatan berita juga boleh menyimpang dari Kode Etik Jurnalistik?

Walaupun dalam investigative reporting cara mencari, memperoleh, menyimpan, dan memiliki informasi boleh menyimpang dari Kode Etik Jurnalistik, tetapi pelaporan beritanya harus tetap tunduk dan mengikuti Kode Etik Jurnalistik. 

Apakah Hak Tolak masih berlaku jika si narasumber buronan polisi?

Hak Tolak tetap berlaku walaupun narasumber yang tidak diungkapkan jati diri atau identitasnya itu buronan polisi. Kode Etik Jurnalistik memiliki nilai-nilai sendiri yang mengharuskan wartawan menjunjung tinggi janji yang telah diberikan. Kepercayaan menjadi pegangan utama wartawan. Jika wartawan sudah tidak dapat dipercaya, pers tidak akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Makanya pada keadaan apapun juga Kode Etik Jurnalistik mengharuskan wartawan memegang teguh janji profesinya itu.
Di samping itu hukum untuk pers juga mengakui adanya Hak Tolak ini, sehingga penggunaannya dilindungi baik secara etika maupun secara hukum. Oleh karena itu polisi juga terikat dan harus menghormati etika dan hukum yang berlaku di kalangan wartawan dan pers sehingga baik secara etika maupun secara hukum tidak boleh ada pemaksaan untuk mengungkapkan jati diri atau identitas narasumber yang tidak diungkapkan, sekalipun narasumber itu seorang buronan. 

Dalam logika lain, polisi yang memiliki kewenangan yang sangat besar, organisasi yang kuat dan jaringan yang luas didukung personil yang memahami dunia kepolisian, dalam mencari buronan tentu seharusnya lebih baik dari wartawan. Jika wartawan saja dapat menemukan dimana buronan tersebut berada, seharusnya polisi dapat lebih mudah melakukan hal yang sama. Polisi tidak boleh memaksa wartawan melanggar kode etik profesi dan hukum, tetapi harus mencari sendiri.