Apa maksud tidak boleh dicampuradukan antara fakta dan opini menghakimi dalam karya jurnalistik?
Manakala Kode Etik Jurnalistik disusun, timbul perdebatan sengit apakah wartawan harus mutlak membedakan antara fakta dan opini. Pada awalnya terdapat dua aliran utama: pada satu sisi terdapat kelompok yang berkeyakinan memang harus ada perbedaan itu. Namun pada sisi lain yang berseberangan justru berpendapat hal itu tidak perlu. Setelah melalui perdebatan panjang dan tajam, akhirnya tercapai suatu kesepakatan yang ternyata semacam “jalan tengah.” Pada prinsipnya memang harus ada perbedaan antara opini dan fakta, tetapi opini yang bersifat interpretatif dibolehkan. Sebaliknya opini yang menghakimi tidak diperbolehkan.
Pengertian opini yang interpretatif adalah penegasan atas fakta atau rangkaian fakta yang kuat. Misalnya melaporkan terjadi “gol yang indah” merupakan opini yang interpretatif dan itu diperbolehkan. Pernyataan “gol yang indah” merupakan sebuah penegasan terhadap fakta yang kuat. Pada kasus demikian terkadang sulit dibedakan apakah itu memang fakta atau sudah ada tambahan opini interpretatif. Begitu juga kalimat, “artis tersebut nampak cantik” merupakan opini interpretatif yang berdasarkan fakta yang kuat, bahkan sulit dipisahkan juga itu faktual atau sudah ada imbuhan opini.
Sebaliknya mengatakan bahwa “orang itu memang sudah jahat sejak lahir” merupakan opini yang menghakimi dan karena itu dilarang oleh Kode Etik Jurnalistik. Pernyataan “orang itu memang sudah jahat sejak lahir” jelas bukan fakta yang kuat dan menjadi opini yang menghakimi.
Apakah betul wartawan harus selalu menguji atau memverifikasi semua informasi yang ada?
Betul! Wartawan harus selalu menguji atau memverifikasi semua informasi yang ada, termasuk jika informasi itu datang dari sumber yang resmi sekalipun. Pengujian atau verifikasi, antara lain, dengan menghubungi para pihak yang terkait. Tetapi karena tidak semua para pihak itu dapat segera dihubungi oleh wartawan, maka dalam menerima informasi dari sumber resmi juga dapat memakai “akal sehat,” dan pengetahuan umum terhadap informasi itu.
Apa yang dimaksud dengan wartawan harus menghasilkan berita yang faktual dan jelas narasumbernya?
Kode Etik Jurnalistik menekankan sekali wartawan dalam menjalankan profesinya harus profesional. Salah satu bentuk profesionalitas wartawan adalah wartawan memberitakan sesuatu yang faktual dan jelas narasumbernya. Faktual di sini ialah wartawan tidak memberitakan fakta palsu dan fiktif. Narasumbernya yang jelas karena wartawan tidak boleh terjebak dengan sumber yang tidak pasti. Perkembangan teknologi informasi menciptakan kemungkinan banyak sumber informasi yang tidak jelas. Short Massage Services (SMS) atau pesan pendek merupakan salah satu contohnya. Banyak SMS beredar tanpa jelas ujung pangkal siapa pemuat dan sumbernya. SMS semacam ini sama dengan selebaran gelap tetapi terjadi di zaman modern melalui teknologi modern. Oleh karena itu SMS yang tidak jelas sumbernya tidak dapat dijadikan bahan berita tanpa lebih dahulu diverifikasi darimana asal muasalnya dan atau bagaimana kebenarannya.
Apakah meniru “gaya” pemberitaan wartawan atau tokoh tertentu termasuk plagiat?
Meniru “gaya” pemberitaan wartawan atau tokoh tertentu tidak termasuk plagiat, karena “gaya” kendati memiliki keikhlasan, tidak mengandung perlindungan etika dan hukum. Peniruan suatu “gaya” adalah proses alamiah. Hanya saja kalau peniruan dilakukan terus menerus kurang menghasilkan penghargaan profesional terhadap wartawan yang bersangkutan.
Apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi agar wartawan terhindar dari tuduhan plagiat?
Agar memberitakan atau mengutip hasil karya wartawan lain tidak dikatagorikan sebagai plagiat harus memenuhi salah satu syarat antara lain sebagai berikut:
a. Secara jujur menyebut dengan jelas sumbernya.
b. Sebelumnya sudah ada perjanjian dengan pihak pembuat berita tersebut tetapi dengan tetap menyebut sumbernya.
c. Fakta yang sudah menjadi pengetahuan umum publik.
d. Bahan-bahan dari lembaga resmi pemerintah.
e. Bahan yang oleh hukum sudah dinyatakan sebagai milik umum.
Apa semua pemberitaan yang memakai karya atau mengutip karya wartawan lain merupakan tindakan plagiat?
Tidak semua pemberitaan atau kutipan dari karya wartawan lain merupakan plagiat. Mekanisme pers memungkinkan hasil karya atau kutipan wartawan lain disiarkan atau diberitakan jika telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
Kenapa wartawan tidak boleh melakukan plagiat?
Plagiat dalam Kode Etik Jurnalistik identik dengan pencurian. Plagiat adalah mengaku karya wartawan lain sebagai karya miliknya. Seorang wartawan yang melakukan plagiat, berarti wartawan tersebut telah melakukan pencurian terhadap karya rekan profesinya. Plagiat dapat dilakukan pada bagian tertentu atau secara keseluruhan. Oleh karena itu Kode Etik Jurnalistik melarang keras wartawan melakukan plagiat dan plagiat dianggap sebagai perbuatan sangat tercela.
Apa yang dimaksud dengan menghormati pengalaman traumatik dari narasumber dalam penyajian gambar foto dan suara?
Dalam proses pembentukan Kode Etik Jurnalistik, pengalaman traumatik diartikan sebagai peristiwa yang menimbulkan kengerian dan rasa takut yang teramat sangat mencekam yang mengancam fisik maupun mental. Berangkat dari sana menghormati pengalaman traumatik narasumber berarti wartawan dapat menahan diri dan berhati-hati jika terhadap narasumber yang mempunyai trauma atau kemungkinan narasumber dihinggapi trauma. Misalnya terhadap seorang ibu yang baru ditinggal anaknya meninggal karena kecelakaan, wartawan tidak bisa langsung “menginterogasi” si ibu mengenai kematian anaknya tanpa melihat keadaan si ibu yang baru ditinggalkan oleh anaknya.
Contoh lain, terhadap narasumber yang baru diperkosa, wartawan tidak boleh semena-mena menanyakan langsung siapa pemerkosanya tanpa memperhatikan keadaan korban yang baru diperkosa.
Apakah wartawan dapat bersikap tidak peduli terhadap keadaan narasumber?
Kode Etik Jurnalistik mengisyaratkan wartawan tidak boleh menjalankan profesi ini dengan menghalalkan segala cara dalam memperoleh sesuatu, termasuk dengan mengabaikan keadaaan narasumber. Dengan kata lain, Kode Etik Jurnalistik mengatur wartawan tetap harus memperhatikan keadaan aspek kejiwaan narasumbernya.
Bagaimana cara menyiarkan rekayasa atau rekaulang gambar atau suara?
Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai suatu peristiwa biasanya dilakukan rekonstruksi atau rekaulang suatu peristiwa. Rekaulang dapat berdasarkan potongan-potongan informasi yang terpencar-pencar kemudian disatukan dalam suatu kesatuan yang sistematis. Rekayasa ulang ini juga dapat dilakukan berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari pihak yang berwenang. Sedangkan kemungkinan rekayasa juga terbuka dengan adanya kemajuan teknologi yang luas. Kode Etik Jurnalistik menjunjung tinggi kejujuran sehingga semua rekaulang dan rekayasa harus memperhatikan aspek kejujuran dan keberimbangan.
Rekaulang ini bukan kejadian yang langsung direkam ketika peristiwa itu terjadi melainkan sudah melalui “rekayasa.” Oleh karena itu Kode Etik Jurnalistik mengatur rekayasa pengambilan gambar dan pembuatan atau penyiaran gambar, foto, suara harus dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan berimbang. Maksudnya dengan adanya keterangan itu masyarakat atau penonton menjadi faham bahwa hal itu merupakan rekaulang dan bukan rekaman langsung atas kejadian. Makanya keterangannya pun harus mencakup proses pembuatan, termasuk diberitahu bahwa rekaulang tersebut diperagakan oleh model atau hasil foto sudah dimodifikasi dan seterusnya. Sedangkan dramatisasi dalam rekaulang tetap tidak boleh mengenyampingkan kenyataan bahwa yang disampaikan bukan merupakan kejadian langsung yang sesungguhnya. Penonton atau masyarakat tidak boleh ditipu.
Begitu pula guna menghindari persepsi yang salah, rekaulang tersebut juga tetap harus dilakukan secara berimbang. Jika ada dokumentasi atau wawancara dalam rekayasa ulang tersebut juga wajib dijelaskan kapan dokumentasi dan wawancara itu dibuat. Kesemua itu agar publik mengetahui dan menyadari kaitan pemberitaan itu sehingga dapat terhindar dari kesimpulan yang salah yang bisa saja sudah diarahkan pembuatnya sejak awal.