Kenapa rumusan pasal 18 akan dapat menjadi masalah dalam pelaksanaannya?

Ini menyangkut perumusan pada pasal 18 yang memakai kata “dan.” Terhadap pasal 18 ini dapat diajukan pertanyaan, apakah rumusan kata “dan” dalam pelanggaran pasal 18 ini bersifat kumulatif (harus dipenuhi semua unsurnya), ataukah masing-masing unsur yang dilanggar berdiri sebagai pengertian yang terpisah. Jika bersifat kumulatif, artinya pelanggaran terhadap salah satu unsur belum dapat dikenakan sanksi. Sebaliknya jika unsur-unsur yang dimaksud merupakan bagian yang terpisahkan satu dengan yang lain, cukup pelanggaran salah satu substansi unsur sudah dapat dikenakan ancaman hukum. Undang-undang ini tidak memberikan penjelasan sama sekali. Tetapi apabila dilihat dari uraian unsur-unsur dan pengertian yang ada di masing-masing unsur tersebut, pengertian unsur yang dikandung dalam pasal 18 cenderung bermakna bahwa setiap pelanggaran unsur berdiri sendiri sebagai suatu yang terpisah, sehingga pelanggaran terhadap salah satu unsur itu sudah dapat diancam sebagaimana dimaksud dalam pasal 18. Sebaliknya apabila dilihat dari yuridis formal semata, maka kata “dan” berarti hanya apabila ada pelanggaran yang memenuhi seluruh unsur saja yang dapat dikenakan ancaman sanksi pidana ini. Artinya tafsirnya tidak bisa lain haruslah kumulatif

Siapa saja yang boleh mendirikan perusahaan pers?

Pada prinsipnya semua warga negara Indonesia berhak mendirikan perusahaan pers, sepanjang memenuhi persyaratan yang ada.

Apakah karena pers tidak memerlukan izin, untuk mendirikan perusahaan pers juga tidak perlu mengikuti syarat-syarat dan aturan-aturan hukum di bidang perusahaan pada umumnya?

Walaupun Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers telah menegaskan kemerdekaan pers merupakan hak-hak asasi dan oleh karena itu untuk tidak memerlukan izin dari yang wajib, tetapi untuk mendirikan perusahaan pers tetap harus tunduk atau mengikuti peraturan yang berlaku. Penjelasan pasal 9 ayat 1 Undang-undang Pers berbunyi, ”Setiap warga negara Indonesia berhak atas kesempatan yang sama untuk bekerja sesuai dengan hak asasi manusia, termasuk mendirikan perusahaan pers sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.” Kalimat, ”Mendirikan perusahaan pers sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku,” membuktikan bahwa dalam mendirikan perusahaan pers juga harus mengikuti ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Contohnya kalau perusahaan pers berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) tetap harus mengikuti UU tentang Perseroan Terbatas (PT).

Kemungkinan pelanggaran apa saja yang terangkum dari pasal 18 Undang-undang Pers ini?

Dari rumusan pasal 18 ini setidak-tidaknya dapat dirinci tujuh pelanggaran, yaitu sebagai berikut:
1. Setiap orang yang melakukan Penyensoran, pembredelan atau pelanggaran penyiaran. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 18 ayat 1 jo pasal 4 ayat 2 yang unsurunsurnya:
a. Setiap orang;
b. Secara melawan hukum;
c. Dengan sengaja;
d. Melakukan tindakan pembredelan atau pelarangan siaran melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat 2 (“terhadap pers nasional tidak dikenakan Penyensoran, pembredelan atau pelarangan siaran”).


2. Setiap orang yang menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 18 ayat 1 jo pasal 4 ayat 3 yang unsur-unsurnya: a. Setiap orang;
b. Secara melawan hukum;
c. Dengan sengaja; 
d. Melakukan tindakan yang menghambat pers mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan Menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat 3, (“Melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”)

3. Perusahaan pers yang tidak menghormati norma-norma agama, kesusilaan dan asas praduga tak bersalah. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 18 ayat 2 jo pasal 5 ayat 1 yang unsur-unsurnya:
a. Perusahaan pers (“badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik dan kantor berita serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau menyalurkan informasi’)
b. Melanggar ketentuan pasal 5 ayat 1 (“Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati: norma-norma agama, dan kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah”)

4. Perusahaan pers yang melanggar kewajiban untuk melayani hak jawab. Hal ini sesuai dengan pasal 18 ayat 2 jo pasal 5 ayat 2 yang unsur-unsurnya:
a. Perusahaan pers
b. Melanggar ketentuan pasal 5 ayat 2 (“Pers wajib melayani hak jawab”)

5. Perusahaan pers yang melanggar pemuatan iklan yang dilarang. Hal ini sesuai dengan pasal 18 ayat 2 jo pasal 13 yang unsur-unsurnya:
a. Perusahaan pers;
b. Melanggar ketentuan pasal 13 (“Perusahaan pers dilarang memuat iklan:
• Yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan atau mengganggu kerukunan hidup antar umat agama, serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
• Minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;
• Peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok”).

Kelima pelanggaran pasal 18 ayat 2 dikenakan ancaman hukuman dengan pidana denda paling banyak Rep 500 juta (lima ratus juta rupiah).

6. Perusahaan pers yang melanggar tidak berbadan hukum Indonesia. Hal ini sesuai dengan pasal 18 ayat 3 jo pasal 9 ayat 2 yang unsur-unsurnya:
a. Perusahaan pers;
b. Melanggar ketentuan pasal 9 ayat 2 (“Setiap perusahaan pers harus berbadan hukum Inodnesia.”).

7. Perusahaan pers yang melanggar ketentuan, harus mengumumkan identitas (nama, alamat dan penanggung jawab) media secara terbuka. Hal ini sesuai dengan pasal 18 ayat 3 jo pasal 12 yang unsur-unsurnya:
a. Perusahaan Pers;
b. Melanggar ketentuan pasal 12 (“Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan, khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.”).

Dua pelanggaran yang terakhir ini diancam dengan hukuman pidana denda paling banyak Rp 100 juta (seratus juta rupiah).

Apakah perusahaan pers atau pemiliknya dapat
memanfaatkan sewenang-wenang sebuah perusahaan
pers?

Pemilik perusahaan pers tentu dapat memanfaatkan
perusahaan pers miliknya bagi kepentingan dirinya, tetapi itu tidak
berarti pemilik perusahaan pers dapat memanfaatkan perusahaan
pers dengan sewenang-wenang, apalagi perusahaan pers di
bidang penyiaran. Contohnya, menurut Peraturan Dewan Pers
No. 05/Peraturan-DP/IV/2008 tentang Standar Perlindungan
Profesi Wartawan angka 9 menyebut, ”Pemilik atau manajemen
perusahaan pers dilarang memaksa wartawan untuk membuat
berita yang melanggar Kode Etik dan atau hukum yang berlaku.”
Sedangkan perusahaan pers di bidang penyiaran harus tunduk
kepada Pedoman Prilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program
Siaran (SPS) dan jika melanggar dapat dikenakan berbagai sanksi,
termasuk sanksi pencabutan izin siaran.

Dalam konteks apa saja perusahaan pers disebut dalam UU tentang Pers?

Dalam UU Pers, istilah perusahaan pers disebut sebanyak 22 kali yakni sebagai berikut:
• Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan dan menyalurkan informasi (pasal 1 ayat 2).
• Kantor berita adalah Perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi (pasal 1 ayat 3).
• Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh Perusahaan pers Indonesia (pasal 1ayat 6).
• Perusahaan pers dikelola sesuai dengan prinsip ekonomi, agar kualitas dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya semakin meningkat dengan tidak meninggalkan kewajiban sosialnya (Penjelasan pasal 3 ayat 2).
• Pers asing adalah pers yang diselenggarakan oleh Perusahaan pers asing (Pasal 1 ayat 7).
• Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers (pasal 9 ayat 1).
• Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia. (pasal 9 ayat 2).
• Penjelasan,”.... karena itu, negara dapat mendirikan perusahaan pers dengan membentuk lembaga atau badan usaha yang menyelenggarakan usaha pers.” Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya (Pasal 10).
• Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal (Pasal 11).
• Penambahan modal asing pada perusahaan pers dibatasi agar tidak mencapai saham mayoritas dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Penjelasan pasal 11). Bagian Kesembilan Perusahaan Pers
• perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan, khusus untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan (pasal 12)
• Yang dimaksud dengan “penanggung jawab” adalah penangung jawab perusahaan pers yang meliputi bidang usaha dan bidang redaksi. (Penjelasan pasal 12) perusahaan pers dilarang memuat iklan:”....”(pasal 13).
• Peredaran pers asing dan pendirian perwakilan perusahaan pers asing di Indonesia disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (pasal 16)
• Perusahaan pers yang melanggar ketentuan pasal 5 ayat 1 dan ayat 2 serta pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 500 juta (Pasal 18 ayat 2).
• Perusahaan pers yang melanggar ketentuan pasal 9 ayat 2 dan pasal 12 dipidana paling banyak Rp 100 juta (pasal 18 ayat 3)
• Dalam hal pelanggaran pidana yang dilakukan oleh perusahaan pers, maka perusahaan tersebut diwakili oleh penanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam penjelasan pasal 12 (Penjelasan pasal 18 ayat 3)
• Perusahaan pers yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dalam waktu selambatlambatnya satu tahun sejak diundangkannya undangundang ini (pasal 19 ayat 2).

Apa yang dimaksud dengan perusahaan pers menurut UU tentang Pers?

Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahan media cetak, elektronik, kantor berita serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau menyalurkan informasi.

Adakah kelemahan pengaturan hak koreksi dan kewajiban koreksi dalam UU tentang Pers?

Ya, pengaturan soal hak koreksi dan kewajiban koreksi yang diatur dalam UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers dapat dinilai memiliki kelemahan, yakni tidak memiliki sanksi hukum. Artinya apabila pers melanggar atau tidak mematuhi hak koreksi dan kewajiban koreksi, tidak dapat dikenakan sanksi hukum apapun. Inilah yang biasanya di dalam hukum disebut bersifat deklaratif. Maksudnya suatu masalah diatur dalam hukum tetapi apabila tidak dipatuhi atau dilanggar, pers tidak dapat dikenakan sanksi hukum. Padahal jika sudah diatur dalam suatu kewajiban hukum (perundang-undangan) jika dilanggar mestinya dapat dikenakan sanksi hukum. Itulah sebabnya seringkali pengaturan hak koreksi dan kewajiban koreksi dipandang mengandung kelemahan.

Apa yang dimaksud dengan kewajiban koreksi?

Kewajiban koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan. Kewajiban koreksi bertumpu pada inisiatif pers. Diminta atau tidak diminta, pers jika menemukan kesalahan dan ketidakakuratan dalam berita atau karya jurnalistik yang dihasilkannya, wajib melakukan koreksi atau ralat. Kewajiban koreksi ini merupakan salah satu bukti bahwa pers menganut prinsip moralitas, yaitu kalau membuat kekeliruan atau kesalahan, walaupun tidak ada yang minta atau menuntut, pers memiliki kewajiban untuk memperbaikinya, melakukan koreksi, atau ralat, dan jika diperlukan disertai permintaan maaf. Kewajiban koreksi ini sekaligus juga menunjukan dalam pers kepentingan publik menempatkan kedudukan utama.
Berita yang keliru atau tidak akurat jelas menyebabkan publik tidak memperoleh informasi yang tepat dan itu artinya publik telah dirugikan. Untuk itu, agar publik memperoleh informasi yang tepat dan akurat, jika ada berita yang salah atau tidak akurat, pers diminta atau tidak diminta, wajib segera memperbaikinya. Tak hanya itu, sebagai salah satu bentuk tanggung jawabnya, pers juga jika diperlukan harus minta maaf.

Kenapa setelah ada pengaturan hak jawab masih perlu ada pengaturan hak koreksi?

Walaupun sudah ada pengaturan tentang hak jawab tetapi masih juga ada pengaturan hak koreksi karena memang keduanya memiliki pengertian yang berbeda satu dengan lain. Hak Jawab diberikan pihak yang langsung merasa dirugikan suatu berita, sedangkan hak koreksi diberikan kepada setiap orang dan tidak harus menyangkut berita tentang dirinya sendiri. Dengan dua pengertian yang berbeda itulah tetap diadakan pengaturan mengenai hak jawab dan dan hak koreksi.