Bagaimana hubungan antara konstitusi (UUD 1945) dengan Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers?
Menurut UUD 1945, kedaulatan berada di tangan rakyatsebagaimana ditegaskan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945. Kemudian
pasal 28F menegaskan setiap orang berhak untuk berkomunikasidan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. UU No.40 Tahun 1999 tentang pers merupakan turunan dari UUD 1945.Sebagai negara yang berkedaulatan rakyat, maka rakyatlah yang memilih para pemimpinnya, mulai dari Presiden sampai Bupatidan ketua Rukun Tetangga (RT). Rakyat juga berhak mengetahui apa yang akan dan telah dilakukan pemerintah. Rakyat berhak pulamelaksanakan pengawasan, kritik, dan memberikan saran terhadap pemerintah. Oleh sebab itu dalam Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers ditegaskan kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat.Pers berperan memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.Sebagai konsekuensinya, melalui pers rakyat berhak mengetahui informasi yang berkaitan dengan publik atau rakyat. Hal iniakan menciptakan keterbukaan pada pemerintahan sekaligus dimungkinkan adanya alternatif pemikiran, saran, kritik danpengawasan kepada pemerintah dan para pihak yang terkait yang berujung pada terciptanya tatanan bernegara dan berbangsa yangdemokratis.
Bagaimana pembuatan hak jawab yang baik?
Hak jawab yang baik antara lain perlu memperhatikan hal-hal sabagai berikut:
a. Sebaiknya diberikan surat pernyataan yang berisi pernyataan pemuatan atau hak jawab. Pernyataan ini terpisah dan hak jawabnya.
b. Memakai bahasa yang jelas, hemat kata, tidak berteletele tetapi mencakup pokok masalah.
c. Jelaskan dengan tegas bagian mana yang salah dan jelaskan yang benar yang bagaimana.Bagian Kedelapan Hak Jawab Kajian Tuntas
d. Hindari fitnah dan pernyataan-pernyataan yang tidak relevan, apalagi yang dapat menimbulkan masalah hukum.
Apa maksud ketentuan Dewan Pers memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturanperaturan di bidang pers?
Dalam Bab V pasal 15 ayat 2 huruf f UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers disebut Dewan Pers melaksanakan fungsi,” memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.” Dalam penjelasan UU Pers soal ini tidak dijabarkan lagi. Secara harfiah pengertian ”memfasilitasi” adalah membuat segala sesuatunya menjadi lebih mudah. Dalam prakteknya pengertian ”memfasilitasi” akhirnya ditafsirkan untuk membantu, melakukan koordinasi, dan menetapkan peraturan-peraturan di bidang pers bersama organisasi pers dan masyarakat pada umumnya. Mekanisme yang ditempuh bukan ”dari atas ke bawah” yakni dari Dewan Pers kepada organisasi wartawan dan masyarakat pers, tetapi diawali dengan keterlibatan partisipasi langsung masyarakat pers. Mekanismenya dimulai dengan kesepakatan perlunya suatu masalah diatur oleh masyarakat pers. Setelah itu Dewan Pers bersama masyarakat pers melakukan pembahasan. Para pihak yang terkait diberikan kesempatan untuk mengemukakan konsepkonsep terhadap masalah yang dibahas, dan kalau perlu juga sudah dalam bentuk draf konkrit. Semua konsep itu disajikan satu persatu, dan setelah itu dibahas lagi. Dari pembahasan ini dibentuk tim kecil. Tim kecil kemudian merumuskan draf peraturan, termasuk alternatif-alternatif yang ada. Dari rumusan tim kecil ini kemudian dibahas lagi bersama-sama masyarakat pers sampai akhir dicapai suatu kesepakatan. Seluruh proses itu ”difasilitasi” oleh Dewan Pers. Setelah semua sepakat hasilnya dituangkan dalam Peraturan Dewan Pers.
Kenapa hak jawab sebabnya ditembuskan ke Dewan Pers?
Agar Dewan Pers dapat mengetahui masalahnya dan memantau pelaksanaannya.
Siapa saja yang dapat mengajukan permintaan untuk menghadirkan Ahli Dewan Pers dan bagaimana mekanisme pengaturannya?
Semua pihak dalam perkara yang terkait dengan kemerdekaan pers dapat mengajukan permintaan Ahli dari Dewan Pers.
a. Permintaan Ahli dari Dewan Pers diajukan kepada Dewan Pers;
b. Dewan Pers dapat mengabulkan atau menolak pengajuan permintaan ahli berdasarkan pertimbangan untuk menjaga kemerdekaan pers melalui rapat pleno atau rapat yang khusus membahas untuk itu
c. Ketua dan atau wakil ketua menetapkan penunjukan Ahli dari Dewan Pers.
Bagaimana mekanisme pemakaian hak jawab?
Hak jawab dikirim langsung kepada redaksi yang memberitakan
atau menyiarkan dan tembusan kepada Dewan Pers.
Apa saja format hak jawab?
Hak jawab dengan persetujuan para pihak formatnya dapat dilakukan dalam bentuk apapun, kecuali dalam bentuk iklan. Hak jawab dapat dilakukan bentuk ralat, wawancara, profil, features, liputan, talkshow, pesan berjalan, dan komentar media siber atau format lain.
Apa isi hak jawab?
Hak jawab berisi sanggahan dan tanggapan dari pihak yang dirugikan.
Antara siaran yang bersifat jurnalistik dan siaran bukan jurnalistik memiliki perbedaan hukum dan filosofis yang mendasar. Penjelasan pasal 4 ayat 2 UU Pers menyebut,..Siaran yang bukan merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan jurnalistik diatur dalam ketentuan undang-undang yang berlaku. Ini berarti, suatu siaran yang tidak termasuk dalam kegiatan jurnalistik sepenuhnya berlaku UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002. Dengan kata lain, terhadap siaran yang bukan karya jurnalistik dapat dikenakan sensor, pembatasan isi, dapat memerlukan izin, isinya dapat ditegur dan diadukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan lembaga penyiarannya juga dapat dicabut. Ini jelas sangat berbeda dengan siaran yang bersifat jurnalistik yang justru tidak boleh dikenakan penyensoran, pembredelan dan pelarangan siaran oleh pihak manapun. Oleh sebab itu, sangat perlu membedakan siaran radio atau televisi yang bersifat jurnalistik dan yang bukan bersifat jurnalistik karena membawa dampak hukum yang sangat luas.
Sesuai dengan pengertian dalam UU tentang Pers, semua kegiatan jurnalistik tunduk dan mengikuti UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers baik media cetak, elektronik dan saluran lainnya. Dalam UU No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran juga diakui wartawan yang melakukan kegiatan jurnalistik berada di bawah payung Kode Etik Jurnalistik. Pasal 42 UU No. 32 Tahun Pasal 42 UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menegaskan, “Wartawan penyiaran dalam melaksanakan kegiatan jurnalistik media elektronik tunduk kepada Kode Etik Jurnalistik dan peraturan perundangan yang berlaku.” Dalam hal ini Kode Etik Jurnalistik yang berlaku adalah yang sesuai dengan penjelasan pasal 7 ayat 2 UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yang berbunyi: “Yang dimaksud dengan Kode Etik Jurnalistik adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.” Dalam rumusan UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 ini dipakai rumusan “peraturan perundangan yang berlaku” dan bukan “undang-undang ini.” Hal ini bukan tanpa maksud, yakni yang dimaksud dengan “peraturan perundangan yang berlaku” untuk pers tidak lain dan tidak bukan adalah termasuk UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam Pedoman Prilaku Penyiaran 63 (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) juga dipertegas bahwa wartawan elektronik yang melakukan kegiatan jurnalistik tunduk kepada Kode Etik Jurnalistik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, tegasnya, sepanjang menyangkut kegiatan jurnalistik, baik untuk televisi dan radio, termasuk media lainnya, mengikuti UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.