Apakah pemakaian hak tolak dalam pers ada syaratnya?

Sebenarnya tidak ada aturan formal yang membatasi pemakaian hak tolak oleh pers. Kendati begitu ini tidaklah berarti hak tolak dapat dipergunakan tanpa persyaratan apapun. Pemberian kewenangan kepada pers untuk mempergunakan hak tolak baik oleh Undang-undang maupun oleh Kode Etik Jurnalistik dibatasi oleh filosofis, jiwa dan isi Kode Etik Jurnalistik dan Undang-undang Pers itu sendiri. Artinya, pemakaian hak tolak tidaklah boleh bertentangan dengan kepentingan filosofis, jiwa dan isi baik dari Kode Etik Jurnalistik maupun UU Pers. Berdasarkan hal itu, pemakaian hak tolak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
(a) Adanya kepentingan umum yang lebih besar daripada kepentingan pribadi atau kelompok. Banyak narasumber yang ingin mengungkapkan sesuatu kepada wartawan yang menurut mereka penting tetapi meminta identitas dan keberadaan dirahasiakan. Dalam hal ini wartawan harus berhati-hati dengan meneliti lebih dahulu, apakah informasi yang ingin disampaikan benarbenar mengandung kepentingan umum ataukah cuma untuk kepentingan si pemberi informasi saja. Jika ternyata informasi itu semata-mata hanya untuk kepentingan si pemberi informasi saja, harus ditolak wartawan dengan tiga alasan. Pertama, wartawan cuma diperalat saja. Kedua, narasumber tidak berniat baik. Dan ketiga, yang terpenting, tidak ada manfaat bagi kepentingan umum. Contohnya, biasanya pihak yang kalah tender sering mengungkapkan kepada wartawan adanya ketidakberesan dalam proses tender itu. Dalam kasus ini harus dilihat dulu, apakah pengungkapan informasi itu hanya bertujuan “balas dendam” saja ataukah memang ada kepentingan yang lebih luas bagi publik. Jika hanya sekadar untuk membalas dendam saja dan masalahnya tidak ada kaitannya dengan kepentingan umum, perlu ditolak. Tapi jika memang ada masalah penyimpangan yang sangat berat lewat penyalahgunaan wewenang sehingga menyebabkan kerugian negara, dapat dipertimbangkan tidak menyebut identitas dan keberadaan narasumber tersebut.
(b) Adanya kemungkinan ancaman yang sangat serius terhadap keselamatan narasumber dan keluarganya. Harus ada keseimbangan antara kemungkinan ancaman yang timbul dengan perlindungan yang diberikan kepada narasumber. Jika ancamannya kemungkinan tidak berat, tidak perlu mempergunakan hak tolak. Sebaliknya apabila kemungkinan ancaman berat apalagi bahaya, perlu dipertimbangkan pemakaian hak tolak. Adanya bahaya Adanya bahaya ancaman yang besar inilah yang membuat identitas dan keberadaan narasumber harus dirahasiakan oleh pers. Seandainya tidak ada ancaman bahaya apapun, terhadap narasumber semacam ini tidak memiliki kelayakan untuk disembunyikan identitas dan keberadaannya. 
Misalnya seorang dosen politik yang kalau dia memberikan pendapat dan pendapatnya berbeda dengan rezim yang berkuasa dan karena itu dia tidak akan dipakai dalam pemerintahan rezim tersebut, belumlah termasuk dalam katagori ancaman yang membahayakan. Dosen tersebut belum layak diperlakukan sebagai narasumber yang identitas dan keberadaannya dirahasiakan. Tetapi seandainya pendapat tersebut membuat sang dosen jiwanya terancam barulah ia layak masuk dalam katagori narasumber yang identitas dan keberadaannya dirahasiakan. 

(c) Narasumbernya harus kredibel. Informasi yang diberikan oleh narasumber kepada wartawan adalah informasi yang valid. Artinya, akurat dan kebenarannya tidak diragukan lagi. Jika informasi tidak valid, wartawan wajib menolak “pemberian” informasi tersebut. Di sinilah sumber informasi harus kredibel. Artinya sumber informasi dalam hal ini adalah orang atau pihak yang sangat dapat dipercaya. Sumber yang pembohong dan penipu tidak dapat dipakai sebagai sumber yang dapat dipercaya.
Maksudnya narasumber tersebut bukanlah narasumber tukang bohong, pembual dan penipu. Narasumber tersebut bukan pula orang yang suka ingkar janji. Sebaliknya narasumber haruslah orang amanah alias dipercaya. Hal ini penting agar informasi yang disampaikan kepada publik nantinya bukan informasi salah atau tidak tepat dan tidak akurat. Informasi yang menyangkut kepentingan publik yang salah, tidak tepat dan tidak akurat dapat menimbulkan salah persepsi, pelanggaran asas praduga tidak bersalah, kekacauan, kerugian materil dan moril, merendahkan martabat dan pelanggaran hukum. Oleh karena tidak dapat ditawar-tawar orang yang menjadi narasumber yang dirahasiakan harus terpercaya atau kredibel.

(d) Narasumbernya harus kompeten. Narasumber yang tidak diungkapkan identitas dan keberadaannya juga harus narasumber yang kompeten dalam bidang informasi yang diberikan. Narasumber ini bisa memang pakar yang mengetahui masalah itu tetapi dapat juga orang yang terlibat atau mengalami langsung masalahnya.
Narasumber haruslah orang yang kompeten dalam bidangnya atau sesuai dengan keahlian, pengetahuan atau pengalamannya. Misal kalau masalah yang diungkapkan adalah bahaya pemakaian teknologi nuklir di suatu daerah, narasumber yang dirahasiakan itu haruslah orang yang memiliki keahlian, pengetahuan atau pengalaman dalam pemakaian teknologi nuklir. Tidak bisa orang yang sama sekali awam soal teknologi nuklir. Orang yang awam bicara soal teknologi nuklir tetapi berbicara mengenai teknologi nuklir adalah orang yang tidak kompeten. Contoh lain kalau pers mau mengungkapkan tentang bahaya sebuah wabah penyakit di daerah tertentu narasumbernya haruslah harus dokter atau ahli kesehatan. Tidak bisa jika narasumbernya orang yang sama sekali tidak mengerti seluk beluk soal kesehatan tetapi ”berkotbah” soal kesehatan. Narasumber yang menguraikan soal wabah penyakit tetapi sebenarnya dia tidak menguasai soal kesehatan adalah narasumber yang tidak kompeten.
Pemakaian narasumber yang tidak kompeten untuk mengungkapkan sesuatu dan kemudian wartawan atau pers memakai hak tolak untuk melindungi dapat merugikan kepentingan publik karena telah diberikan informasi yang keliru, tidak akurat dan salah. Akibat pemberitaan informasi semacam itu membawa dampak buruk bagi publik. 

Kompetensi narasumber selain dari segi keilmuannya dapat juga dilihat dari segi pengalamannya. Termasuk katagori narasumber yang kompeten mereka yang pernah mengalami suatu kejadian, baik sebagai saksi, korban maupun pelaku sepanjang apa yang dilihat dan dialaminya. Misalnya seorang tahanan politik yang pernah mengalami penyiksaan oleh suatu rezim. Pengalamannya disiksa dapat dikatagorikan sebagai kompeten, sepanjang menyangkut penyiksaannya. Dia adalah korban yang mengalami sehingga mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. 
Contoh lain seorang gadis yang diperkosa oleh seorang tokoh masyarakat juga kompeten, sepanjang menyangkut perkosaan itu. Dia adalah korban yang mengalami sehingga mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.


(e) Berita harus bersifat faktual. informasi yang diberikan narasumber haruslah faktual. Artinya bukan fiktif dan bukan opini. Sebab kalau untuk opini narasumber dapat mengemukakan secara terbuka dan itu dilindungi sehingga menyembunyikan identitas dan keberadaan informasi yang bersifat opini hanya berarti “lempar batu sembunyi tangan.” Tegas, informasi harus bersifat faktual. 

Kapan atau pada tingkat proses hukum mana hak tolak dapat digunakan?

Penjelasan pasal 4 ayat 4 menyebut hak tolak digunakan, ”Jika wartawan dimintai keterangan oleh pejabat penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan.” Dari penjelasan ini dapat disimpulkan hak tolak dapat digunakan baik pada tahap penyidikan maupun pada tahap pemeriksaan di pengadilan. Jadi, sejak awal diperiksa pejabat penyidik wartawan sudah dapat menolak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber yang tidak diungkapkan dalam berita. Dengan kata lain, penyidik tidak berhak mengetahui identitas dan keberadaan sumber informasi yang tidak diungkapkan oleh wartawan dalam pemberitaannya. Ini juga menegaskan, hak tolak pada prinsipnya dapat diterapkan pada semua proses hukum dari mulai penyidikan sampai proses pemeriksaan di muka pengadilan. 

 Apa dasar pemikiran atau filosofi adanya hak tolak?

Secara yuridis formal, dasar pemikiran adanya hak tolak terdapat dalam penjelasan pasal 4 ayat 4 UU Pers yang berbunyi:
”Tujuan utama hak tolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber-sumber informasi, dengan cara menolak menyebut identitas sumber informasi. Hal tersebut dapat digunakan jika wartawan dimintai keterangan oleh penyidik dan atau diminta menjadi saksi di pengadilan”

Sudah lazim terjadi, dalam banyak pemberitaan terdapat sumber informasi yang tidak mau disebutkan identitas, keberadaan atau hubungannya dengan berita, karena berbagai pertimbangan. Terhadap narasumber yang tidak mau diungkapkan jati dirinya, jika ada pihak yang meminta dibuka siapa sumber informasi seperti ini, undang-undang memberikan kekuatan kepada pers untuk menolak mengungkapkan narasumber ini. Penolakan pengungkapan dari pers siapa sesungguhnya narasumber yang tidak disebutkan identitasnya dalam berita itulah yang disebut dengan hak tolak.

Dalam pers seringkali dijumpai seseorang memiliki informasi yang penting untuk diketahui oleh publik karena menyangkut kepentingan publik. Bagi pers orang semacam ini dapat dijadikan sumber informasi yang penting, tetapi terdapat kendala. Andaikata sumber ini disebut atau diungkapkan identitasnya menimbulkan beberapa persoalan serius. Pertama, keselamatan si narasumber akan terancam. Mulai dari ancaman ringan seperti mutasi atau tidak akan dinaikan dari jabatannya, diperguncingkan dan diancam, sampai yang berat dapat dibunuh, bukan hanya dirinya sendiri tetapi juga anggota keluarganya dan lingkaran dekatnya. Pers menghadapi dilema. Jika informasi yang diperoleh darinya tidak disiarkan ada kepentingan umum yang bukan saja diperlukan publik tapi juga bukan tidak mungkin dapat menghindari publik dari bahaya atau kerugian yang lebih besar. Sebaliknya jika disiarkan, sumber, keluarga dan jajaran dekatnya dapat menjadi korban. Untuk menghindari benturan dilema inilah diperlukan hak tolak. Wartawan dapat memberitakan informasi dari sumber tanpa menyebut identitas si sumber sama sekali. Jika kemudian ada yang ingin mengetahui siapa sebenarnya dari sumber yang bersangkutan, wartawan boleh menolak mengungkapkannya. Dengan begitu informasi yang diperlukan publik dapat diberitakan dan sumber yang memberikan informasi juga selamat.

Dasar pemikiran dan filosofis ini selaras dengan penjelasan alenia pasal 4 ayat 4 yang berbunyi,” tujuan utama hak tolak adalah agar wartawan dapat melindungi sumber-sumber informasi dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi.”

Apakah kalau seorang redaktur atau pemimpin redaksi melakukan penyuntingan dengan menghilangkan sebagian data atau fakta yang dilaporkan seorang reporter atau wartawan berarti redaktur atau pemimpin redaksi itu melang

Bukan! Seorang redaktur, redaktur pelaksana, pemimpin redaksi, atau atasan seorang wartawan, yang melakukan penyuntingan dengan mengurangi sebagian besar, bahkan menghapus seluruh informasi yang dibuat seorang wartawan, sepanjang dalam konteks penyuntingan bukanlah merupakan tindakan penyensoran. Tindakan itu dilakukan karena merupakan tugas dan kewajibannya sehingga bukanlah perbuatan yang secara hukum dalam katagori memaksa.

Lembaga mana saja yang dapat menjadi lembaga penguji kompetensi?

Lembaga yang dapat melaksanakan uji kompetensi wartawan adalah:
a. Perguruan tinggi yang memiliki program studi komunikasi jurnalistik;
b. Lembaga pendidikan dan pelatihan kewartawanan;
c. Perusahaan pers, dan;
d. Organisasi wartawan.
Keempat lembaga tersebut harus memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Dewan Pers dan untuk itu lembaga-lembaga tersebut harus lulus verifikasi oleh Dewan Pers.

Apa pula yang dimaksud dengan keterampilan (skill) dalam Standar Kompetensi Wartawan ?

Wartawan mutlak harus menguasai keterampilan jurnalistik seperti teknik menulis, teknik mewawancarai, dan teknik menyunting. Selain itu, wartawan juga harus mampu melakukan riset, investigasi, analisis dan penentuan arah pemberitaan serta keterampilan, menggunakan alat kerjanya termasuk teknologi informasi.

Apakah dalam Kode Etik Jurnalistik yang berlaku sekarang ada pembagian Kode Etik Jurnalistik khusus media cetak, radio, televisi, dunia maya dan sebagainya?

Tidak! Kode Etik Jurnalistik yang berlaku saat ini sudah dirancang dengan memperhatikan kemungkinan daya lakunya di berbagai media. Kode Etik Jurnalistik mengandung nilai-nilai dasar di bidang jurnalistik yang dapat dipakai di semua media. Dengan demikian Kode Etik Jurnalistik ini juga berlaku untuk media cetak, radio, televisi dan sebagainya.

Apa yang dimaksud dengan pengetahuan atau knowledge dalam Standar Kompetensi Wartawan?

Wartawan dituntut untuk memiliki teori dan prinsip jurnalistik, pengetahuan umum, serta pengetahuan khusus. Wartawan juga perlu mengetahui berbagai perkembangan informasi mutahir bidangnya termasuk pengetahuan umum, pengetahuan khusus dan pengetahuan teori dan prinsip jurnalistik. 

Apakah yang dimaksud dengan kesadaran atau awareness dalam Standar Kompetensi Wartawan ?

Dalam melaksanakan pekerjaannya wartawan dituntut menyadari norma-norma etika dan ketentuan hukum. Garis besar kompetensi kesadaran wartawan yang diperlukan bagi peningkatan kinerja dan profesionalisme wartawan adalah kesadaran etika dan hukum, kepekaan jurnalistik, jejaring dan lobi.

Apa saja yang menjadi kompetensi kunci dari jenjang kompetensi Wartawan Muda, Wartawan Madya dan Wartawan Utama?

Setiap jenjang kompetensi wartawan dituntut memiliki kompetensi kunci yang terdiri atas:
a. Jenjang Kompetensi Wartawan Muda melakukan kegiatan.
b. Jenjang Kompetensi Wartawan Madya mengelola kegiatan.
c. Jenjang Kompetensi Wartawan Utama mengevaluasi dan memodifikasi proses kegiatan.