Rancangan Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan

Rancangan Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan
18 November 2012 | Administrator

Dewan Pers bersama komunitas pers saat ini sedang menyusun Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan. Kami berharap masukan dan usulan perbaikan dari masyarakat terhadap Pedoman ini (terlampir). Masukan dan usulan dapat dikirim ke sekretariat@dewanpers.or.id dan redaksi@dewanpers.or.id, paling lambat pada Senin, 26 November 2012.

Dewan Pers

 

 

RANCANGAN
PEDOMAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP WARTAWAN

 

Pendahuluan
 
Perlindungan bagi keselamatan wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya telah menjadi kewajiban dunia internasional. Dewan Hak Asasi Manusia (Human Rights Council) Perserikatan Bangsa-Bangsa di Wina, Austria, dalam resolusi yang disepakati oleh seluruh anggotanya pada 27 September 2012 untuk pertama kali menegaskan pentingnya keselamatan wartawan sebagai unsur fundamental dalam kebebasan ekspresi.
Dalam resolusi itu, Dewan Hak Asasi Manusia menyerukan kepada negara-negara di dunia agar ”mengembangkan lingkungan yang aman bagi para wartawan dan yang memungkinkan mereka dapat melaksanakan pekerjaannya secara independen.” Resolusi ini juga menyerukan pencegahan impunitas bagi pelaku kekerasan terhadap wartawan dengan melakukan ”investigasi yang tidak memihak, cepat, dan efektif” atas tindakan kekerasan terhadap wartawan.
 
I.     Latar Belakang
 
Keselamatan wartawan masih menjadi masalah yang serius di Indonesia. Selama ini telah terjadi banyak kekerasan terhadap media atau wartawan. Aspek yang menonjol dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap wartawan adalah belum adanya pedoman tentang tahap-tahap dan mekanisme penanganan masalah yang dapat menjadi rujukan bagi berbagai pihak terkait. Karena itu perlu disusun pedoman penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan. Pedoman ini diharapkan dapat melengkapi ketentuan-ketentuan yang telah ada dalam rangka penyelesaian kasus-kasus pers.
 
II.   Definisi Kekerasan Terhadap Wartawan
 
Kekerasan terhadap wartawan yang dimaksud ialah kekerasan terhadap wartawan yang sedang menjalankan pekerjaan jurnalistik atau kekerasan yang diakibatkan oleh karya jurnalistiknya.
 
Bentuk kekerasan yang dimaksud adalah:
1)    Kekerasan fisik termasuk penganiayaan ringan, penganiayaan berat, penyiksaan, penyekapan, penculikan, dan pembunuhan.
2)    Kekerasan non-fisik termasuk ancaman verbal, penghinaan, penggunaan kata-kata yang merendahkan, dan pelecehan.
3)    Perusakan peralatan liputan seperti kamera dan alat perekam.
4)    Upaya menghalangi kerja wartawan untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, yaitu dengan merampas peralatan kerja wartawan atau tindakan apa pun yang merintangi tugas wartawan sehingga tidak dapat memproses pekerjaan kewartawanannya.
5)    Bentuk kekerasan lain terhadap wartawan yang belum disebut dalam pedoman ini merujuk kepada definisi yang diatur KUHP dan UU HAM.
 
III.    Prinsip-Prinsip Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan
 
1.    Penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan harus dilakukan atas persetujuan korban atau ahli waris.
2.    Penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan harus dilakukan secepatnya.
3.    Langkah-langkah penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan sebagai berikut:
a)    Pengumpulan informasi dan verifikasi, yaitu membuat kronologi, menentukan pihak-pihak yang terlibat, baik korban dan pelaku maupun saksi mata, serta mengumpulkan bukti-bukti.
b)    Verifikasi dimaksudkan untuk menentukan: (i) kasus kekerasan yang terjadi berhubungan dengan kegiatan jurnalistik atau tidak; (ii) wartawan murni menjadi korban kekerasan atau turut berkontribusi pada terjadinya kekerasan. 
c)    Identifikasi keperluan korban, antara lain kondisi kesehatan, keselamatan, hingga kemungkinan evakuasi korban dan keluarganya.
d)    Pengambilan kesimpulan dan rekomendasi:
1.    Langkah litigasi;
2.    Langkah non-litigasi.
e)    Langkah koordinasi baik tingkat lokal maupun tingkat nasional yang melibatkan organisasi profesi, media tempat wartawan bekerja, Dewan Pers, kepolisian, LSM media, atau LSM HAM.
f)    Pengumpulan dana untuk proses penanganan.
4.    Jika kasus kekerasan berhubungan dengan kegiatan jurnalistik, maka penanganannya menjadi tanggung jawab bersama perusahaan pers, organisasi profesi wartawan, dan Dewan Pers.
5.    Jika kasus kekerasan tidak berhubungan dengan kegiatan jurnalistik, maka tanggung jawab langsung untuk melakukan penanganan berada pada penegak hukum.
 
IV.    Tanggung Jawab Perusahaan Pers
 
6.    Menjadi pihak pertama yang bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan yang bersifat segera terhadap wartawan dan keluarga korban kekerasan, baik wartawan yang berstatus karyawan maupun non-karyawan. Tanggung jawab perusahaan pers meliputi: menanggung biaya pengobatan, evakuasi, dan proses pencarian fakta; berkoordinasi dengan organisasi profesi wartawan, Dewan Pers, dan penegak hukum; serta memberikan pendampingan hukum.
7.    Tetap melakukan pendampingan meskipun kasus kekerasan terhadap wartawan telah memasuki proses hukum di kepolisian atau peradilan.
8.    Memuat ketentuan tentang kewajiban perusahaan pers untuk memberikan perlindungan hukum dan jaminan keselamatan kepada wartawan di dalam kontrak kerja dengan wartawan yang berstatus karyawan maupun non-karyawan. 
9.    Menghindari tindakan memaksa wartawan untuk melakukan perdamaian dengan pelaku kekerasan atau tindakan meneruskan kasus tanpa persetujuan wartawan korban kekerasan.
10.    Menghindari perdamaian atau kesepakatan tertentu dengan pelaku kekerasan tanpa melibatkan wartawan korban kekerasan.
 

V.   Tanggung Jawab Organisasi Profesi Wartawan
 
11.    Melakukan pendampingan terhadap wartawan dan keluarganya yang menjadi korban kekerasan, termasuk ketika kasus kekerasan tersebut telah memasuki proses hukum. Proses pendampingan mengacu kepada langkah-langkah penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan sebagaimana diatur dalam Bab III butir 3.
12.    Mengambil peran lebih besar dan bertindak secara proaktif untuk melakukan advokasi terhadap wartawan korban kekerasan atau keluarganya bagi pengurus organisasi di tingkat lokal.
13.    Turut mengupayakan dana yang dibutuhkan untuk penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan.
14.    Tidak membuat pernyataan yang menyalahkan pihak tertentu atas terjadinya kekerasan terhadap wartawan, sebelum melakukan proses pengumpulan dan verifikasi data.
 
VI.   Tanggung Jawab Dewan Pers
 
15.    Mengoordinasikan pelaksanaan Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan ini dengan perusahaan pers, organisasi profesi wartawan.
16.    Mengingatkan tanggung jawab perusahaan pers dan organisasi profesi wartawan sebagaimana telah diatur dalam Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan ini.
17.    Turut mengupayakan dana yang dibutuhkan untuk menangani kasus kekerasan terhadap wartawan sampai proses hukum dinyatakan selesai.
18.    Berkoordinasi dengan penegak hukum untuk melakukan langkah-langkah penanganan yang dibutuhkan untuk melindungi wartawan korban kekerasan atau keluarganya, serta memastikan penegak hukum memproses pelaku kekerasan dan bukti-bukti tindak kekerasan.
19.    Bersama perusahaan pers dan organisasi profesi wartawan mengawal proses hukum kasus kekerasan terhadap wartawan dan mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mempercepat prosesnya.
 
VII. Ketentuan Penutup
 
20.    Media massa perlu menghindari pemberitaan kasus kekerasan terhadap wartawan yang dapat menghambat penanganan masalah, termasuk mempersulit proses evakuasi dan perlindungan korban.
21.    Organisasi profesi wartawan dan perusahaan pers harus bersikap adil, dan memberikan sanksi tegas jika pada akhirnya ditemukan bukti-bukti bahwa wartawan melanggar kode etik jurnalistik dan atau turut menyebabkan terjadinya kasus kekerasan.
22.    Perusahaan pers, asosiasi perusahaan pers, dan organisasi profesi wartawan membentuk lumbung dana taktis untuk penanganan tindak kekerasan terhadap wartawan. Dewan Pers memfasilitasi proses pembentukan lumbung dana taktis tersebut.
23.    Dewan Pers dan organisasi profesi wartawan membentuk satuan tugas untuk melaksanakan Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan ini.
24.    Setiap kasus kekerasan terhadap wartawan akan diselesaikan melalui penyelesaian litigasi. Kecekatan para penegak hukum amat penting untuk menghindari impunitas yang menyebabkan penyelesaian kasus kekerasan terhadap wartawan dan media pers terabaikan dalam waktu yang tidak menentu. 
25.    Penyelesaian non-litigasi dapat dilaksanakan jika benar-benar dikehendaki oleh korban tanpa tekanan dari pihak mana pun. Penyelesaian non-litigasi harus melibatkan perusahaan pers, organisasi profesi wartawan, dan Dewan Pers.


Jakarta, 14 November 2012
 
DEWAN PERS