Pers Menyukseskan Pemilu

Pers Menyukseskan Pemilu
17 November 2008 | Administrator

Oleh Ichlasul Amal
Ketua Dewan Pers
Proses Pemilihan Umum 2009 telah bergulir dan segera akan berlangsung. Tak pelak, dalam beberapa bulan ke depan dinamika sosio-politik di Indonesia bakal meningkat. Dan dinamika tersebut bakal terlihat dan terbaca dari peliputan pers. Bahkan, sebelum proses Pemilu berlangsung—seperti pengesahan data pemilih, pendaftaran calon, dan dimulainya periode kampanye—berita pers sudah diramaikan dengan masalah politik uang, tarik-ulur partai pendukung calon, soal data pemilih, hingga kampanye dini para calon.

 

Pers memiliki peran penting dalam menyebarluaskan informasi (sosialisasi) mengenai proses dan ketentuan Pemilu, kinerja peserta pemilu, serta hak dan kewajiban pemilih. Melalui peran tersebut pers ikut aktif melakukan pendidikan politik, yaitu membantu masyarakat menentukan pilihan politik mereka. Selain itu, pers juga berperan penting dalam melakukan kontrol atas pelaksanaan pemilu, dengan melaporkan praktik-praktik curang, sejak tahap pendaftaran pemilih hingga penghitungan suara.
Pemilu tidak akan membawa perbaikan jika publik tidak mendapatkan informasi yang benar dan berimbang  menyangkut sistem pemilihan serta kualitas calon legeslatif dan calon presiden.  Informasi melalui pers terhadap pelaksanaan Pemilu dan kualitas calon, adalah sarana bagi publik untuk melakukan  ”fit and proper test” guna menjatuhkan pilihan terhadap calon pemimpinnya. Hal ini bisa dilakukan jika pers  melaporkan berita secara benar dan profesional. Bagaimana peran pers dalam proses pemilu yang telah berlangsung?

 

Sejumlah kekhawatiran muncul menyangkut kesiapan  pers untuk berperan ideal untuk menyukseskan Pemilu. Pers dan wartawan dikhawatirkan bakal terjebak menjadi alat perseteruan antar calon kepala daerah yang bersaing, atau sengaja memihak pada calon tertentu bahkan memilih menjadi corong. Dalam sistem demokrasi, persaingan memperebutkan kekuasaan politik dapat dilakukan secara terbuka, dengan menggunakan beragam cara untuk merebut simpati pemilih. Cara termudah dan tercepat untuk menarik simpati pemilih adalah melalui ekspose pers massa.
Proses Pemilu disebutkan menyentuh langsung kehidupan masyarakat, kedekataan para calon dan pendukungnya bersifat nyata, bukan hanya simbolik—sebagaimana pemilihan presiden atau DPR. Sehingga dapat dipahami jika diprediksi bakal muncul persoalan dan sengketa dalam proses Pemilu. Pers massa dalam hal ini dapat menjadi salah satu faktor peredam atau pemicu sengketa. Dalam fungsinya sebagai sarana sosialisasi dan informasi, pers massa diharapkan ikut menciptakan proses Pemilu yang adil, jujur, dan damai. Pers diharapkan menghasilkan karya jurnalistik yang selalu berpegang pada prinsip jurnalisme yang profesional dan beretika. Namun fungsi ideal pers tersebut seringkali hanya ada dalam teori atau harapan.

Agar bisa berperan optimal, pers musti memberi dukungan terhadap  pelaksanaan Pemilu sebagai alat legitimasi yang demokratis untuk memilih pemerintahan dan legislatif baru dukungan rakyat, dengan meningkatkan kepedulian publik terhadap pemilu. Pers musti terlibat secara kritis ikut “menguji” calon-calon legeslatif dan eksekutif yang terbaik, dengan memberikan gambaran yang lengkap, seimbang, dan akurat tentang calon-calon tersebut—dengan tetap bersikap independen. Ada puluhan partai dan ribuan kandidat yang bersaing dalam pemilu, pers wajib memaparkan yang baik dan yang buruk untuk  membantu pemilih membuat keputusan. Pers juga musti menyebarkan berbagai informasi terinci yang terkait dengan pelaksanaan pemilu.

Masyarakat harus diberitahu bahwa pemilu bersifat rahasia, tak seorangpun boleh  tahu apa pilihan seseorang. Pers musti memberikan penilaian seimbang dan adil bagi semua peserta pemilu. Jurnalis jangan bertindak seperti peramal cuaca yang mengabarkan spekulasi partai mana atau siapa yang akan menang dalam pemilihan. Cukup laporkan dengan akurat apa yang terjadi atau siapa yang berbuat dan berbicara. Laporkan praktek-praktek money politic atau upaya manipulasi lainnya. Jurnalis musti waspada dengan komentar atau pandangan yang berpotensi mengadu domba, memecah-belah, atau membingungkan masyarakat pemilih. Potensi sengketa hingga benturan kekerasan antara peserta pemilu atau pendukungnya selalu ada, jurnalis musti sensitif untuk tidak gegabah mengangkat isu atau informasi yang berpotensi memicu konflik.

Dewan Pers mensinyalir, pers bakal digunakan sebagai sarana kampanye dan ajang pertarungan pendapat bagi para calon, untuk mempengaruhi dan merebut simpati pemilih. Dewan Pers mengajak agar pers memainkan peran sebagai sarana pendidikan politik yang baik, dengan tetap menjaga independensi dan sikap kritis, tidak terjebak menjadi alat kampanye pihak-pihak yang berkompetisi, apalagi  menjadi sarana kampanye negatif. Pers diharapkan memilah informasi dan materi kampanye dengan orientasi membangun proses Pemilu yang aman dan tertib, dengan mengedepankan prinsip jurnalisme damai.

Dewan Pers juga menegaskan untuk menghindari adanya perbenturan kepentingan (conflict of interest) dan pelanggaran prinsip etika jurnalisme, wartawan harus selalu bersikap adil, seimbang, dan independen. Sehingga  bagi wartawan yang tercatat mencalonkan diri dalam Pemilu wajib menegaskan posisinya dan menyatakan mengundurkan diri atau non-aktif sebagai wartawan.

Prinsip itu juga berlaku bagi wartawan yang, secara individu maupun kelompok,  menjadi “Tim Sukses” partai politik yang ikut Pemilu. Dewan Pers juga meminta  masyarakat agar aktif memantau kinerja pers dalam peliputan Pemilu. Jika masyarakat melihat terjadinya bias pers, pemberitaan pers yang memihak secara terang-terangan, atau penyalahgunaan profesi wartawan, maka masyarakat jangan ragu untuk mengingatkan pers bersangkutan, atau mengadu ke Dewan Pers.

Dalam upaya mengoptimalkan peran pers, Dewan Pers telah bertemu dengan KPI dan KPU untuk  membahasa kerjasama dalam bentuk memorandum of understanding menyangkut ketentuan yang terkait dengan media. Pertemuan pada di sekretariat Dewan Pers, pada 2 Juni 2008,  antara lain membahas kontroversi adanya pasal-pasal ancaman pidana dan pembredelan terhadap media pada UU Pemilu. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa KPU perlu membuat Peraturan tentang “Kampanye melalui Media Massa”. Di dalam Peraturan KPU tersebut wajib ditegaskan klausul yang menjelaskan bahwa pengaturan terkait kampanye di media massa cetak dan media massa elektronik disesuaikan dengan UU yang berlaku yaitu UU tentang Penyiaran dan UU tentang Pers.

-------------
Artikel ini merupakan bahan presentasi dalam
Forum Koordinasi dan Konsultasi "Peran Media Massa dalam Menyukseskan Pemilu 2009" yang diselenggarakan Menko Polhukam di Jakarta, Rabu, (22/10/2008).