DASAR-DASAR KEMERDEKAAN DAN PEMBATASAN KEMERDEKAAN PERS

DASAR-DASAR KEMERDEKAAN DAN PEMBATASAN KEMERDEKAAN PERS
11 Maret 2018 | AdminMediaCentre

Kemerdekaan tidak lain dari kebebasan. Begitu pula sebaliknya. Sebutan “kemerdekaan pers” yang bersandingan dengan sebutan “freedom of press”, lebih lazim dikenal publik daripada sebutan “kebebasan pers”, apalagi kalau sebutan itu disandingkan dengan “liberty of the press” atau “press liberty”. Selain itu, secara normatif, UU No. 40 Tahun 1999 menggunakan sebutan “kemerdekaan pers”. Dalam khazanah bahasa Indonesia, tidak pernah dibedakan antara sebutan kemerdekaan dan kebebasan, kecuali kalau dikaitkan dengan bahasa asing: kemerdekaan, bersanding dengan freedom, kebebasan, bersanding dengan liberty (Perancis: liberté). John Locke (Two Treatises of Civil Government) menggunakan ungkapan “liberty” (liberty and equality). Semboyan revolusi Perancis menggunakan sebutan: “liberté, egalité, fraternite” (kebebasan, persamaan, persaudaraan). Ada juga “keruwetan” lain, yaitu membedakan antara: “equality” 
(equality before the law: Dicey) dengan “egality”. Dalam bahasa Indonesia samasama diterjemahkan: “persamaan”. Seandainya saya kompeten (dalam hal ini, tidak), sebutan “equality” bertalian dengan “perlakuan” (perlakuan yang sama), misalnya: “persamaan di depan hukum” (equality before the law). Sedangkan “egality” atau “egalité”, bertalian dengan “sikap” (duduk sama rendah berdiri sama tinggi). Kedua; sebutan “pers”. Sebutan ini berasal dari bahasa Belanda “pers”. Dalam bahasa Inggris disebut “press” (freedom of press). Secara harfiah, artinya—antara lain: mesin cetak atau alat percetakan. Disebut pers karena sebagai media yang dicetak. Kita mengenal sebutan “pers delict” (delik pers). Pada saat ini sebutan pers tidak lagi terbatas pada media yang dicetak, melainkan semua media informasi publik yang memenuhi syarat-syarat jurnalistik, c.q. Kode Etik Jurnalistik dan berbagai standar jurnalistik yang diatur secara hukum atau “manual practises of press”. Sekarang, sebutan “media” makin mengedepan. Bukubuku baru di bidang pers, lebih tertarik menggunakan sebutan “media” (Media Law, Ethics and Media, Privacy and Media, dan lainlain). Ada juga buku-buku yang tetap menggunakan sebutan pers atau press (When the Press Fails, Attacks on 
the Press). Pada saat ini, di Indonesia, lebih jamak menggunakan sebutan “media sosial”, bukan “pers sosial”. Selain alasan normatif (UU No. 40 Tahun 1999), penggunaan sebutan “pers” telah menjadi bahasa yang sangat dikenal publik, sedangkan penggunaan sebutan “media” masih dapat menimbulkan kerancuan seperti “media tanaman”.      
2. Dasar-dasar kemerdekaan pers. Ada dua dasar utama kemerdekaan pers. Pertama; paham demokrasi atau paham kedaulatan rakyat. Salah satu esensi atau ukuran kehadiran demokrasi adalah “kebebasan” (liberty). Kebebasan akan melahirkan kemerdekaan (freedom), termasuk kemerdekaan pers. Tanpa kemerdekaan pers, tidak akan ada demokrasi atau hanya demokrasi semu (verkapte democratie, shadow democracy). Dalam tatanan yang tidak demokratis, seperti feodalisme atau otoritarianisme atau bentuk-bantuk lain yang tidak demokratis, tidak akan ada kebebasan publik. Pers atau media akan berfungsi sebagai sarana kepentingan kekuasaan atau sekurang-kurangnya tidak menjadi sarana kepentingan publik. Sebagai alat kekuasaan, pers atau media adalah sekedar alat propaganda kekuasaan, bukan media publik. Kedua; paham hak asasi. Dalam perkembangan, paham hak asasi senantiasa dilekatkan pada demokrasi. Hak asasi merupakan salah satu unsur kehadiran demokrasi. Hak atas kebebasan (liberté), hak atas persamaan (egalité), dan hak atas peri kehidupan yang harmonis dan tenteram (fraternité), adalah hak asasi yang sekaligus merupakan dasar demokrasi. Namun secara doktriner, paham hak asasi dan paham demokrasi bersumber dari ajaran yang berbeda. Demokrasi bertalian dengan pemegang dan tata cara mengelola kekuasaan (dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat – from the people, by the people, for the people). Hak asasi bertalian dengan syarat-syarat eksistensi manusia (individual atau bersama). Seperti diajarkan oleh John Locke, dasar asasi eksistensi manusia adalah kebebasan (men are created free, begitu disebut dalam Declaration of Independence Amerika, 1776). Kebebasan memerlukan persamaan. Bung Hatta (Demokrasi Kita) menyebutkan, bukanlah ada kebebasan tanpa persamaan (egalité), seperti persamaan kesempatan 
(equal opportunity), persamaan di depan hukum (equality before the law). Dalam kaitan dengan hak asasi, pers sekaligus merupakan hak asasi (pers sebagai hak asasi), dan pers sebagai sarana mewujudkan hak asasi. Sebagai hak asasi, pers adalah subyek hak-hak asasi, seperti hak berpendapat, termasuk hak berbeda pendapat (the right to disent), hak ekspresi. Sebagai sarana, pers adalah penyalur hak asasi publik atau individu.
3. Aneka ragam sumber hak kemerdekaan pers. Ada bermacam-macam sumber hak atas kemerdekaan pers (the right of freedom of press). Dalam bahasa hukum, hak adalah sesuatu yang dapat (boleh) dinikmati. Selain itu, hak adalah sesuatu yang harus dihormati dan dipertahankan terhadap pihak tertentu (hak subyektif) atau terhadap setiap orang (hak obyektif). Di sini berlaku ada asas: “ubi ius ibi remedium”. Menikmati bukan saja dalam arti memperoleh manfaat, tetapi kebebasan menentukan hubungan 
dengan obyek sesuatu hak. Misalnya, pengakuan atas pranata hak memilih, selain hak menikmati hak milik, termasuk juga, misalnya hak untuk mengasingkan (menjual, menghibahkan), bahkan menghapus hak milik tertentu (demolish) sepanjang tidak bertentangan dengan atau merugikan orang lain atau bertentangan dengan ketertiban umum. Perlu dicatat, hak atas kemerdekaan pers dapat dibedakan dengan hak-hak yang bersifat eksklusif (exclusive rights), dan yang tidak eksklusif (non exclusive rights). Hak eksklusif adalah hak yang hanya melekat atau dilekatkan pada pers seperti hak tolak memberitahukan sumber berita. Hak non eksklusif adalah hak-hak yang melekat juga pada subyek-subyek lain. Di bawah ini akan dicatat hakhak non eksklusif yang juga harus ada pada pers yaitu: 1. Hak atas kemerdekaan berekspresi (the right to freedom of expression). 2. Hak atas kemerdekaan informasi (the right to freedom of information). 3. Hak atas kemerdekaan berpendapat (the right to freedom of opinion). 4. Hak atas kemerdekaan berkomunikasi (the right to freedom of communication). 5. Hak atas kemerdekaan melakukan kontrol (the right to freedom of control). (1) Hak atas kemerdekaan berekspresi. Dalam makna yang luas, hak atas kemerdekaan berekspresi mencakup hak-hak seperti kemerdekaan pers, kemerdekaan berpikir (freedom of thought), kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan memilih keyakinan (freedom of religion), kemerdekaan berseni (mencipta atau melakukan suatu seni), kemerdekaan melakukan penyelidikan (freedom of research). Pada pers juga melekat hak atas kemerdekaan berekspresi. Sebagai bagian atau salah satu jenis hak atas kemerdekaan berekspresi, kemerdekaan pers bertalian erat dengan hak atas kemerdekaan berpikir, berpendapat, penyelidikan (press investigation) dan lain-lain.
 
(2) Hak atas kemerdekaan informasi. Ada dua makna kemerdekaan pers atas informasi. Pertama; hak memperoleh, menyebarkan, mengolah, atau menahan informasi. Kedua; pers sebagai sarana lalu lintas informasi publik (the free market of exchange of information). Kemerdekaan tukar menukar informasi sangat penting untuk mendorong dialog, membangun harmoni dan kemajuan. (3) Hak atas kemerdekaan berpendapat. Telah dikemukakan, hak atas kemerdekaan berpendapat dapat juga sebagai suatu wujud hak atas kemerdekaan berekspresi. Sengaja diberi tempat tersendiri, untuk menekankan betapa penting hak atas kemerdekaan berpendapat. Ketika rapat-rapat menyusun UUD 1945 (Sidang BPUPKI), Bung Hatta sangat gigih meminta agar hak atas kemerdekaan berpendapat dan mengeluarkan pikiran (dan hak berapat dan berkumpul), dimasukkan dalam UUD. Beliau berpendapat, hak berapat dan berkumpul, hak mengeluarkan pendapat dan pikiran bersifat 
universal. Karena itu tidak perlu dikaitkan dengan liberalismeindividualisme. Esensi hak atas kemerdekaan berpendapat adalah exchange of ideas dan pers merupakan forum bagi free market of ideas. Memang, pertukaran pendapat atau pikiran dapat juga melalui cara-cara lain, misalnya buku-buku, diskusi terbuka datau permusyawaratan. Tetapi, sarana-sarana yang disebut terakhir berjangkauan terbatas dan tidak sehari-hari. Melalui pers dimungkinkan pertukaran pikiran sehari-hari (daily exchange of ideas) dengan penyebaran yang luas. Pers sebagai forum, tidak hanya terbatas sebagai penyalur pendapat. Pers juga merupakan sumber ide, mengarahkan dan membentuk pendapat yang memberi manfaat kepada publik. (4) Hak atas kemerdekaan berkomunikasi. Dalam makna tradisional, hak berkomunikasi adalah hak atas kemerdekaan berbicara secara lisan, tulisan, atau menggunakan tanda-tanda atau gerak tertentu. Dengan perkembangan teknologi, hak berbicara dapat dilakukan menggunakan sarana atau media seperti pers. Hak berbicara (untuk 
menyampaikan pikiran, pendapat atau pembicaraan biasa), yang dilakukan melalui media komunikasi merupakan esensi hak atas kebebasan berkomunikasi. Setiap bentuk hambatan menggunakan sarana komunikasi merupakan pelanggaran terhadap hak atas kemerdekaan berkomunikasi. Pers merupakan salah satu media komunikasi. Meniadakan atau menghambat kemerdekaan pers adalah pelanggaran hak atas kemerdekaan berkomunikasi. (5) Hak atas kemerdekaan melakukan kontrol. Kontrol adalah subsistem dari tatanan pemerintahan yang bertanggung jawab. Pemerintahan yang bertanggung jawab merupakan salah satu ciri demokrasi. Dalam demokrasi, pertanggungjawaban dilakukan dan diberikan kepada rakyat. Tanpa kontrol tidak ada pertanggungjawaban. Tidak bertanggung jawab memberi peluang kekuasaan sewenangwenang. Kontrol adalah sarana mencegah kekuasaan sewenangwenang. Pers sebagai sarana publik melakukan kontrol agar kekuasaan tidak sewenang-wenang. Kontrol pers adalah kontrol publik.



Download