Pernyataan Dewan Pers tentang Pelarangan Liput Persidangan

Pernyataan Dewan Pers tentang Pelarangan Liput Persidangan
27 Juli 2015 | Administrator

Pernyataan Dewan Pers
tentang
Pelarangan Liput Persidangan


Sehubungan dengan berita-berita mengenai rencana Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta melarang wartawan meliput persidangan di lima wilayah pengadilan di Jakarta, dengan alasan para hakim merasa tertekan dengan pemberitaan media massa, Dewan Pers menolak rencana tersebut karena bertentangan dengan kemerdekaan pers yang dijamin sepenuhnya oleh UUD 1945 dan Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pasal 28-F UUD 1945 menjamin sepenuhnya hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Selanjutnya Pasal 4 ayat (3) UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dengan tegas menyatakan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Bahkan Pasal 6 huruf a UU Pers menegaskan bahwa peranan pers adalah memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.

Karena itu, melarang pers meliput persidangan pengadilan berarti melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU Pers yang menetapkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Dan yang dimaksud dengan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara adalah bahwa pers bebas dari tindakan pencegahan, pelarangan dan atau penekanan agar hak masyarakat untuk memperoleh informasi terjamin.

Dalam hal pengadilan ingin mengatur tata cara peliputan persidangan pengadilan oleh pers demi ketertiban dan kelancaran jalannya sidang, merupakan kompetensi hakim, tetapi tidak berarti menutup pintu pengadilan untuk melarang pers melakukan peliputan.

Lagi pula, melarang pers meliput persidangan pengadilan bertentangan dengan prinsip persidangan terbuka untuk umum. Bahkan larangan peliputan persidangan pengadilan oleh pers merupakan distorsi terhadap kemerdekaan pers dan prinsip transparansi. Mengenai adanya keluhan para hakim atas pemberitaan pers yang cenderung melakukan penilaian atas perkara yang tengah disidangkan, maka sebaiknya hal itu diatur lebih lanjut dalam perundang-undangan, khususnya mengenai contempt of court, sehingga ada aturan main yang jelas mengenai peliputan persidangan pengadilan, tetapi tidak justru melarang pers melakukan peliputan.

Jakarta, 14 Agustus 2002
Dewan Pers

dto

Atmakusumah Astraatmadja
Ketua