Kompetensi Wartawan

images

Termasuk oleh wartawan jadi-jadian atau abal-abal. Hanya dengan berbekal foto diri, orang bisa datang ke tempat foto kopi atau tempat pencetakan foto untuk dibuatkan kartu identitas.

Wartawan adalah sebuah profesi. Untuk menekuni profesi sebagai wartawan seseorang harus memiliki pengatahuan (knowledge), mencakup pengetahuan tentang jurnalisme, pengetahuan umum, dan

pengetahuan khusus sesuai bidang kewartawan yang bersangkutan. Seorang wartawan juga harus memiliki ketrampilan (skills) antara lain mencakup ketrampilan menulis, wawancara, riset, investigasi, ketrampilan menggunakan peralatan. Dan, yang paling penting seorang wartawan harus memiliki kesadaran (awareness) yang mencakup kesadaran tentang kode etik jurnalistik, kesadaran hukum terkait pers, jejaring, lobi, dan karir,

Kita tahu bahwa sejak reformasi 1998 di mana media tak lagi dikontrol oleh pemerintah dan siapapun boleh membuat me-dia pers, telah terjadi ledakan pertumbuhan media. Booming pertumbuhan media sepertinya menumbuhkan peluang bisnis baru. Ada banyak pengusaha tergiur untuk mendirikan perusahaan pers dan merekrut wartawan-wartawan dari berbagai media untuk menjadi pemimpin redaksi di perusahaan pers baru mereka dengan gaji yang lumayan menggiurkan.

Posisi pers dan profesi wartawan yang strategis rupanya menjadi incaran baru untuk mendapatkan uang secara mudah. Banyak mantan wartawan dan orang-orang yang sama sekali tak punya pengalaman di bidang jurnalistik nekad mendirikan perusahan pers dengan modal dengkul. Hal inilah yang menyebabkan maraknya pertumbuhan media yang kemudian lebih dikenal sebagai media abal-abal. Hal ini juga ditambah dengan mudah dan murahnya pengelolaan media online yang membuat ratusan dan mungkin ribuan media abal-abal memilih migrasi ke media online.

 

Media-media jenis abal-abal ini mempekerjakan wartawan secara sembarangan. Tanpa pernah memberikan pelatihan dan pembekalan ketrampilan jurnalistik. Pemilik media memberikan kartu pers yang dibuatnya sendiri. Para wartawan minus kompetensi inilah yang oleh masyarakat disebut sebagai

wartawan abal-abal.

 

Pada Hari Pers Nasional 2010 di Palembang, masyarakat pers mendeklarasikan Piagam Palembang. Menindaklanjuti hal itu, Dewan Pers bersama konstituen pada2011 mencanangkan peningkatan kompetensi wartawan melalui ujikompetensi wartawan/jurnalis (UKW /J). Wartawan wajib memiliki sertifikat wartawan untuk menghadapi perkembangan jaman dan tuntutan masyarakat terhadap kualitas jurnalistik dan industri media massa. Dengan sertifikat ini, diharapkan para wartawan dalam melakukan tugasnya dapat menunjukkan kinerjanya secara professional. Secara sederhana, uji kompetensi bertujuan untuk menjadikan seluruh wartawan Indonesia memiliki kompetensi, yang bisa diketahui dengan melakukan pengukuran atau ujian.

 

Profesi wartawan dituntut memiliki sertifikasi seperti halnyaprofesi lain. Ini penting untuk membedakan antara mereka yang sungguh-sungguh berprofesi wartawan, dengan yang praktisi, atau mereka yang hanya berpura-pura menjadi wartawan dengan tujuan  mendapat keuntungan finansial dan berbagai kemudahan layaknya seorang wartawan.

 

Dewan Pers mencatat sudah sekitar 15 ribu wartawan mengikuti uji kompetensi dalam tujuh tahun terakhir ini. Dewan Pers mengawasi langsung pelaksanaan uji kompetensi yang dikalsanakan 27 lembaga

uji. Dalam hal terjadi penyimpangan, Dewan Pers dapat membatalkan dan mencabut sertifikat dan kartu kompetensi wartawan yang bersangkutan.

 

Dalam peraturan yang ada disebutkan selain karena pelanggaran kode etik, sertifikat dan kartu dapat dicabut peserta uji kompetensiitu memberikan dokumen karya jurnalistik yang kemudian diketahuitidak benar atau bohong. Apalagi jika ternyata yang bersangkutan bukanjurnalis, karena tidak menjalankan tugas jurnalistik. Usulan pencabutan sertifikat dan kartu kompetensiwartawan dapat dilakukan atas masukan dari masyarakat, usulan atau rekomendasi dari perusahaan pers, organisasi wartawan, atau atas temuan Dewan Pers. ***

By AdminMediaCentre| 03 Agustus 2018 | berita |