Kegiatan tersebut merupakan kerjasama antara Mahkamah Konstitusi RI bersama Dewan Pers diikuti 145 wartawan se Indonesia itu berlangsung dari 26 Februari 1 Maret 2018.
Anwar selanjutnya mengatakan peran wartawan sangat vital di era demokrasi, hanya saja ia mengingatkan demokratisi dalam keterbukaam informasi ini harus mampu diimbangi dengan pemberitaan yang sehat.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pers Ahmad Djauhar dalam paparannya pada Rabu (28/2/2018), mengatakan Undang-Undang Pers di Indonesia baru berusia sekitar 20 tahun dan menjadi salah satu negara yang paling muda UU Persnya. Dengan adanya UU Pers Nomor 40 tahun 1999, artinya negara hadir melindungi Pers yang bekerja sesuai standar aturan yang berlaku. ”Wartawan akan mendapat perlindungan dari negara dan Undang- Undang Pers yang bekerja profesional sesuai aturan hukum yang berlaku, ” tegasnya.
Ia menggaris bawahi, bahwa derasnya perkembangan media massa di Indonesia dan banyaknya wartawan-wartawan hingga ke daerah- daerah menjadi hal yang perlu diperhatikan untuk bisa membedakan wartawan yang benar-benar menjalankan tugas wartawan secara profesional sesuai dengan aturan yang berlaku.
Lebih jauh Wakil Ketua Dewan Pers itu mengatakan, bahwa menjadi lebih penting, wartawan telah melalui proses Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Kompetensi wartawan perlu untuk membedakan wartawan yang benar-benar bekerja profesional dan oknum wartawan abal-abal, yang tidak bertanggungjawab yang ingin merusak dunia pers.
Seusai acara sosialisasi, para peserta mengeluarkan pernyataan sikap yang berisi: pertama, mendorong seluruh pihak agar menghormati kemerdekaan pers. Kedua ada beberapa UU yang krusial untuk direvisi yang dianggap mengekang kebebasan pers dan hak konstitusional warga negara.
Kemudian para peserta menyatakan “Kami menolak pemberlakuan UU MD3, sebab dipahami berpotensi mengekang kebebasan pers dan hak konstitusional warga negara