Dewan Pers meminta DPR RI Jangan Buru-Buru Sahkan RUU KUHP

images

. “Masalahnya adalah, pembahasan RUU KUHP ini putus sambung, putus sambung, kadang muncul, kadang tenggelam,” ujar Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo di kantornya, Jakarta, Kamis (15/2/2018).

       Misalnya, pada tahun 2005 sejumlah organisasi antara lain Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI), LSM dan organisasi penggiat HAM pernah membuat koalisi anti RUU KUHP.

       Hasilnya, DPR sempat memangkas pasal-pasal yang dianggap potensial bermasalah tersebut. “Tapi kemudian atas masukan saran kritik, terjadi pemangkasan isi dari RUU KUHP. Tahun lalu masih sekitar 1200 pasal, tahun ini kalau kami lihat 900 pasal. Nah kami tidak tahu pasal yang lenyap itu pasal apa saja, ”kata dia.“ Lalu juga kritik terhadap kemerdekaan pers itu sudah diakomodasi apa tidak? Kami tidak tahu. Berkali-kali Dewan Pers meminta naskah itu tapi draf RUU KUHP belum diberikan,” ujarnya.

       Pada Selasa (6/2/2017), Panitia Kerja (panja) pembahasan RKUHP sempat mengundang Dewan Pers. Saat rapat itu ada tiga pasal yang diusulkan dihapus yakni pasal 771, 772 dan 773. Alasannya, karena menyangkut Hak Asasi Manusia (HAM) dan bertolakbelakang dengan  UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

       Contohnya pasal 771, isinya yakni “Setiap orang yang menerbitkan tulisan atau gambar yang menurut sifatnya dapat dipidana, pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana paling banyak kategori dua dan seterusnya”. “Waktu itu saya usulkan pasal ini harus ditambah dengan kata-kata ‘Setiap orang yang menerbitkan tulisan atau gambar yang bukan produk jurnalis yang menurut sifatnya dapat dipidana dan seterusnya’,” kata dia.

      Apalagi, pers punya tugas untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat, menegakkan demokrasi dan mendorong terwujudnya supremasi hukum dan HAM.

Ketua DPR RI

      Dalam pada itu, Ketua DPR Bambang Soesatyo menyambangi Kantor Persatuan War tawan Indonesia (PWI) dan Dewan Pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa (20/2/2018). Tujuan Ketua DPR menghubungi PWI dan Dewan Pers untuk menjelaskan Undang-Undang tentang, DPR, DPD dan DPRD atau UU MD3 yang dinilai kontroversial.

     Seperti diketahui, beberapa pasal di dalam UU MD3 dinilai memiliki semangat untuk menjebloskan seseorang ke dalam penjara. Pasal 122 huruf k, misalnya, memberikan mandat kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mengambil langkah hukum terhadap perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang dianggap merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

     Lantaran tidak ada penjelasan terkait dengan kata merendahkan kehormatan DPR, banyak publik yang menilai salah satu profesi yang paling potensial dijerat pasal tersebut yaitu jurnalis

     Selama ini, hampir setiap hari para jurnalis memberitakan DPR atau anggota   DPR. Pemberitaan itu seringkali berisi kritik atas keputusan atau perilaku anggota DPR yang dianggap tidak berpihak kepada publik. Jika kritik pedas itu dianggap sebagai penghinaan kepada DPR atau anggota DPR, maka MKD bisa melaporkan jurnalis tersebut ke pihak Kepolisian.

By AdminMediaCentre| 03 Agustus 2018 | berita |