(Berita Dewan Pers) - Sepanjang bulan November 2014, Dewan Pers mengeluarkan enam Pernyataan Pernilaian dan Rekomendasi (PPR). Enam PPR itu menyangkut sengketa Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) dengan Harian Kompas; Arya Sinulingga dengan Tempo.co; Gidion Hutagalung dengan enam media; PT Kertas Nusantara dengan empat media, Dandhy D Laksono dan Raymond Arian Rondonuwu dengan RCTI, serta Hotel Prima dengan surabayapost.co.id.
Di dalam tulisan ini kami sampaikan rincian empat PPR tersebut. Seluruh PPR dapat diunduh di www.dewanpers.or.id/page/pengaduan/pprasio.
PPI vs Harian Kompas
Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), diwakili oleh Sekretaris Jenderal Gede Pasek Suardika dan Anggota Presidium Ma’mun Murod Al-Barbasy, mengadukan berita harian Kompas berjudul “DPC Partai Demokrat Terima Uang dari Anas Rp 100 Juta” yang dimuat pada edisi 12 Agustus 2014 halaman 4.
Dewan Pers telah meminta klarifikasi dan keterangan dari Pengadu pada Jumat, 3 Oktober 2014 dan Teradu pada Selasa, 7 Oktober 2014 di Sekretariat Dewan Pers, Jakarta.
Dalam memutuskan pengaduan ini, Dewan Pers memperhatikan beberapa hal, antara lain: Pertama, Pengadu telah bertemu dengan Wakil Pemimpin Redaksi Kompas, Budiman Tanuredjo. Pengadu juga telah mengirim surat permohonan audiensi kepada Pemimpin Umum harian Kompas, Jacob Oetama.
Kedua, rekaman persidangan terhadap Saudara Anas Urbaningrum, 11 Agustus 2014, sebagai alat bukti dari Pengadu, yang menurut Pengadu menunjukkan bahwa di dalam persidangan tersebut ada pernyataan dari pihak Anas Urbaningrum yang dapat dikutip sebagai bantahan untuk keberimbangan berita.
Ketiga, berita yang dimuat Teradu berjudul “Tuding Intervensi Politik – Anas Anggap SBY Desak KPK Jadikan Dia sebagai Tersangka”, edisi 19 Agustus 2014, sebagai alat bukti dari Teradu, yang menunjukkan bahwa Teradu memberitakan persidangan kasus Anas Urbaningrum sesuai dengan tahapan persidangan di pengadilan. Berita tersebut dimuat pada saat proses persidangan memasuki tahap mendengarkan eksepsi atau tanggapan terdakwa yaitu Saudara Anas Urbaningrum. Sedangkan berita yang diadukan merupakan informasi yang diambil dari proses persidangan yang memasuki tahap menghadirkan saksi-saksi.
Dewan Pers memutuskan, Kompas tidak melanggar Kode Etik Jurnalistik, karena yang diberitakan adalah fakta persidangan sesuai dengan tahapan persidangan terhadap Saudara Anas Urbaningrum. Kompas telah memberitakan seluruh tahapan persidangan tersebut, termasuk saat Anas Urbaningrum menyampaikan eksepsi atau tanggapan terdakwa.
Kemudian Dewan Pers merekomendasikan kepada Pengadu dan Teradu untuk menjalin komunikasi yang lebih baik.
Arya Sinulingga vs Tempo.co
Pemimpin Redaksi RCTI, Arya Sinulingga, dalam kapasitas sebagai pribadi, mengadukan berita Tempo.co berjudul “KPK Lakukan Tangkap Tangan Terkait Pilpres” yang diunggah pada 17 Juli 2014 pukul 21.20 WIB. Pada pukul 22.24 WIB berita itu berubah menjadi berjudul “KPK Gelar Ekspose Soal Muhtar Ependy”.
Arya Sinulingga pada intinya menilai Tempo.co telah memuat berita yang kemudian menjadi rujukan media lain bahwa ia ditangkap dalam operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berita tersebut kemudian diubah yang menyebabkan dirinya tidak bisa mengajukan hak jawab. Tempo.co dinilainya telah melanggar Pedoman Pemberitaan Media Siber.
Dewan Pers juga menerima pengaduan dari Pemimpin Redaksi Tempo.co, Daru Priyambodo, tertanggal 13 Agustus 2014. Tempo.co menilai Arya Sinulingga melakukan pencemaran nama baik terhadap Tempo.co, karena melakukan kekeliruan dengan menuduh Tempo.co telah memuat namanya sebagai orang yang tertangkap tangan oleh KPK di dalam berita “KPK Lakukan Tangkap Tangan Terkait Pilpres”.
Selain itu, tanpa dasar Arya Sinulingga juga melaporkan Tempo.co ke polisi yang berdampak besar bagi kredibilitas dan nama baik Tempo.co. Meskipun sebenarnya kasus ini terkait KUHP, namun Tempo.co memilih mengadu terlebih dulu kepada Dewan Pers.
Menindaklanjuti pengaduan ini, Dewan Pers telah melakukan pertemuan dengan Arya Sinulingga dan pimpinan Tempo.co pada 22, 23, 24 Juli dan 5 September 2014. Di dalam pertemuan terakhir yang dihadiri kedua pihak, tidak tercapai kesepakatan untuk menyelesaikan perkara ini melalui musyawarah mufakat.
Dengan memperhatikan berbagai hal, Dewan Pers memutuskan Tempo.co tidak melanggar Kode Etik Jurnalistik. Di dalam berita Tempo.co “KPK Lakukan Tangkap Tangan Terkait Pilpres” tidak tercantum nama Arya Sinulingga atau informasi yang bisa ditafsirkan mengarah kepada Arya Sinulingga sebagai salah satu orang yang ditangkap oleh KPK di Karawang pada 17 Juli 2014, sehingga tidak memerlukan keberimbangan atau konfirmasi kepada Arya Sinulingga.
Meskipun demikian, Tempo.co bersikap tidak menghargai informasi yang bersifat off the record sehingga informasi awal dari Juru Bicara KPK, Johan Budi, yang bersifat off the record dimuat di dalam berita “KPK Lakukan Tangkap Tangan Terkait Pilpres”.
Dewan Pers menilai pencabutan berita Tempo.co tidak melanggar Pedoman Pemberitaan Media Siber. Alasan Tempo.co bahwa pencabutan tersebut dilakukan karena pernyataan Saudara Johan Budi di dalam berita tersebut sebenarnya bersifat off the record, dapat diterima oleh Dewan Pers.
Sedangkan pengaduan Tempo.co terhadap Arya Sinulingga tidak terkait langsung dengan sengketa karya jurnalistik yang menjadi kewenangan Dewan Pers untuk menyelesaikannya, melainkan terkait pernyataan Arya Sinulingga sebagai narasumber media.
Gidion vs Enam Media
Gidion Hutagalung mengadukan enam media yaitu berita detiknews.com berjudul “Polisi Pemeras Perusahaan Angkutan di Penjaringan Terima Rp 750 ribu” diunggah pada Jumat, 8 Juni 2012; Hukumonline.com berjudul “Dua Polisi Ditangkap Karena Memeras” (8 Juni 2012); Antaranews.com berjudul ”Dua Polisi Jakarta Utara Ditangkap karena Memeras” (8 Juni 2012).
Kemudian berita Merdeka.com berjudul ”Perwira Polda Metro peras bos angkot di Penjaringan” (8 Juni 2012 pukul 13:32); Suarapengusaha.com berjudul ”Dua Polisi Ditangkap Karena Peras Pengusaha Angkutan” (8 Juni 2012 pukul 05:49); dan Jualbeliforum.com yang merupakan salinan dari berita detik.com berjudul “Polisi Pemeras Perusahaan Angkutan di Penjaringan Terima Rp 750 ribu”.
Menindaklanjuti pengaduan itu, Dewan Pers telah meminta klarifikasi dan keterangan dari Pengadu dan Teradu. Di dalam forum klarifikasi tersebut, tidak mencapai kesepahaman untuk menyelesaikan pengaduan ini melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
Ada beberapa pertimbangan Dewan Pers dalam membuat keputusan kasus ini. Pertama; hasil penelitian dan pengkajian Dewan Pers atas dokumen yang disampaikan kedua pihak, klarifikasi dan keterangan dari Pengadu dan Teradu.
Kedua; berita yang diadukan dimuat berdasarkan informasi dari narasumber yang kredibel yaitu Kabid Humas Polda Metro Jaya dan Kapolsek Penjaringan, Jakarta.
Ketiga; media-media yang diadukan tidak dapat melakukan konfirmasi kepada Pengadu, karena saat berita dimuat, Pengadu masih dalam tahanan kepolisian dan tidak diketahui ada pihak lain yang dapat mewakili Pengadu.
Keempat; Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor SPPP/403/II/2013/Ditreskrimun Polda Metro Jaya, tanggal 13 Februari 2013, yang berisi penghentian penyidikan atas nama tersangka Gidion Hutagalung terkait laporan polisi tentang tindak pidana pemerasan yang terjadi pada Kamis 7 Juni 2012 di Penjaringan, Jakarta Utara.
Berdasarkan beberapa pertimbangan tersebut, Dewan Pers memutuskan, Teradu tidak melanggar Kode Etik Jurnalistik, karena berita dimuat berdasarkan informasi dari narasumber yang kredibel.
Sedangkan terkait adanya fakta baru yaitu keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan atas nama tersangka Gidion Hutagalung, Dewan Pers merekomendasikan kepada Teradu untuk memuat wawancara dengan Pengadu yang ditautkan dengan berita yang dipersoalkan oleh Pengadu.
PT Kertas Nusantara vs Empat Media
PT Kertas Nusantara, Jakarta, melalui legal corporate Padmadriya A. Citramannoharra, SH., mengadukan empat media siber, yaitu berita Pedomannews.com berjudul “Prabowo Tunda Pelunasan Upah Karyawan PT Kertas Nusantara”yang diunggah pada Selasa, 24 Juni 2014 pukul 19:41 WIB; berita Metrotvnews.com berjudul “Perusahaan Kertas Prabowo Nunggak 5 Bulan Gaji Karyawan” (Selasa, 24 Juni 2014pukul 17:40 WIB); berita JPNN.com berjudul “Perusahaan Prabowo Nunggak 5 Bulan Gaji Karyawan” (Selasa, 24 Juni 2014 pukul 16:32) dan berita Tempo.co berjudul “Buruh Prabowo Tagih Tunggakan 6 Bulan Gaji” (Senin, 30 Juni 2014 pukul 2014).
Dewan Pers telah meminta klarifikasi dan keterangan dari Pengadu dan Teradu pada12 Agustus 2014 di Sekretariat Dewan Pers, Jakarta. Melalui forum klarifikasi tersebut, tidak tercapai kesepahaman untuk menyelesaikan pengaduan tersebut melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
Dewan Pers memutuskan, empat media yang diadukan melanggar Pasal 1 dan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik, karena memuat berita yang tidak berimbang dan tidak menguji informasi.
Keputusan tersebut diambil setelah Dewan Pers mengkaji berita yang diadukan, mendengar klarifikasi dari Pengadu dan Teradu. Selain itu, ada surat peringatan atau somasi dari Pengadu kepada masing-masing media. Empat media yang diadukan juga memuat berita berisi bantahan dari Pengadu yang diambil dari materi somasi.
Dewan Pers merekomendasikan kepada Teradu untuk memuat Hak Jawab Pengadu secara proporsional. Hak Jawab tersebut ditautkan dengan berita yang diadukan, disertai penjelasan sebagaimana diatur di dalam Pedoman Pemberitaan Media Siber. (red)