Ketua Dewan Pers, Bagir Manan mengingatkan, walaupun kemerdekaan pers merupakan suatu conditio sine quanon, tetapi kemerdekaan itu hanya bermakna apabila di dalamnya melekat fungsi publik atau fungsi sosial.
"Kemerdekaan pers, tidak boleh hanya diberi makna freedom for the sake of freedom atau hanya demi pers. Pers adalah anak lingkungan. Tidak terpisah dari lingkungan", ujarnya ketika memberikan ceramah kepada peserta Pelatihan Penyegaran Ahli Pers di Surabaya, Senin (27/10/2014).
Sebelumnya, Dewan Pers telah menggelar kegiatan serupa di Makassar dan Batam. Selain Bagir Manan, pembicara pada pelatihan ini yaitu Andi Samsan Ngaro (Hakim Agung Mahkamah Agung), Bambang Harymurti (CEO PT Tempo Inti Media tbk), Soleh Ali (Pengacara Adhoc LBH Pers Jakarta), Yosep Adi Prasetyo (Ketua Komisi Hukum Dewan Pers), dan Imam Wahyudi (Anggota Dewan Pers). Pada pelatihan ini juga digelar simulasi mootcourt untuk peserta pelatihan.
Di dalam makalahnya yang berjudul Kredibilitas Media dan Reputasi Bangsa di Era Kepemimpinan Baru, Bagir Manan secara rinci menyoroti soal kredibilitas media. Menurutnya, secara kebahasaan, kredibilitas media artinya media yang mampu memikul kepercayaan dan dapat dipercaya (media trust). Secara jurnalistik, media trust biasanya dibangun atas dasar ketaatan terhadap prinsip-prinsip jurnalisme, baik dalam arti mekanisme maupun etik, ketaatan terhadap kelaziman jurnalistik (the best practices of democratic media) dan ketaatan pada hukum.
Namun, apakah hal itu cukup untuk membangun kepercayaan? Menurutnya, belum cukup, tanpa disertai misi publik baik dalam makna menjadi penyambung lidah publik, melindungi publik, menjadi avant garda publik.
Persoalannya kemudian, terhadap siapa media harus memikul atau menjaga kepercayaan? Apakah media hanya harus kredibel di depan publik atau termasuk juga kredibel di depan penguasa publik atau keduanya?
Ketua Dewan Pers menjelaskan, dalam masyarakat serta sistem politik dan sosial demokratis, kredibilitas media semestinya berlaku baik terhadap publik maupun penguasa, atau setidak-tidaknya dilakukan secara berimbang. Namun, acapkali, media atau pranata apapun, bahkan perorangan dihadapkan pada pilihan.
Bagir Manan menegaskan, media secara natur adalah pranata publik. Dengan demikian pada dasarnya (sebagai principles) apabila dihadapkan pada pilihan semestinya media ada di pihak publik, lebih-lebih jika penguasa sama sekali tidak bekerja untuk kepentingan publik, apalagi penguasa melanggar hak-hak publik atau menindas publik. Tetapi dapat pula terjadi, publik berlaku tak semena-mena atau terjadi eksploitasi publik untuk kepentingan yang bukan kepentingan publik.
Dalam keadaan demikian, mantan Ketua Mahkamah Agung ini menambahkan, media tidak layak apriori berpihak kepada publik yang tidak mengemban kepentingan publik.
"Kita mengenal bermacam-macam kepentingan publik seperti keamanan, ketenteraman, kenyamanan, kesejahteraan, keadilan dan lain-lain. Dalam masyarakat demokratis, berbagai kepentingan itu adalah "hak" yang dapat diperjuangkan, dipertahankan, dan harus dijamin dan dilindungi. Tetapi secara serentak harus juga dikatakan, dalam masyarakat demokratis, hampir tidak ada hak yang tidak serentak melekat pula kewajiban", ujarnya.
Untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban diperlukan aturan main (rule of the game), baik yang bersifat hukum, etik, kelaziman, dan lain-lain tatanan hidup bersama. Lagi-lagi, dalam masyarakat demokratis, segala bentuk aturan main bersama merupakan wujud kehendak bersama atau general will (Rousseau). Demikian penegasan Ketua Dewan Pers. (red)