Jakarta (Berita Dewan Pers) - Dewan Pers bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menggelar pelatihan peliputan terorisme di Jakarta, 22-24 Agustus 2014. Di dalam pelatihan ini terungkap masih sedikit liputan pers tentang upaya-upaya pencegahan terorisme. Padahal, pencegahan telah banyak dilakukan dan menjadi bagian penting dari penanggulangan terorisme.
Menurut Deputi Bidang Pencegahan BNPT, Agus Surya Bakti, dalam mengatasi masalah terorisme di Indonesia, sangat cocok diterapkan pendekatan dengan memberi pencerahan kepada masyarakat. Terkait pendekatan ini, BNPT telah membentuk Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme (FKPT).
Hingga saat ini telah terbentuk FKPT di 26 provinsi. Pengurus dan anggotanya adalah tokoh agama, tokoh budaya, pemuda, perempuan, dan lain-lain. Mereka menjadi mitra BNPT di daerah dan sekaligus konseptor untuk melakukan pendekatan ke masyarakat dalam rangka pencegahan terorisme.
Terkait pencegahan terorisme ini, BNPT juga bekerjasama dengan Dewan Pers untuk melakukan pelatihan kepada wartawan.
“Bagaimanapun aspek pemberitaan membawa nuansa baik dan kurang baik. Yang kurang baik itu kita carikan solusi agar bagaimana kita memberi pencerahan kepada masyarakat”, kata Agus.
Anggota Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, yang hadir saat pelatihan mengatakan upaya deradikalisasi jauh lebih penting. Sebab, upaya ini tidak akan mengakibatkan korban jiwa, justeru mencegah muncul korban.
“Ini upaya mulia tapi tidak banyak mendapat ekspos. Upaya yang dilakukan BNPT dari hulu dan hilir, tidak hanya hilirnya saja. Pencegahan sudah banyak dilakukan oleh BNPT,” katanya. “Pers harus ikut mendorong masyarakat berperan pada upaya pencegahan ini”.
Sementara itu, Anggota Dewan Pers, Imam Wahyudi, berharap wartawan dapat mempertimbangkan dengan baik setiap akan mempublikasikan berita, terutama terkait terorisme. “Kembali ke nurani dan selalu berpikir tentang imbas dari pemberitaan kita”, tegasnya.
Imam menambahkan, dalam memberitakan terorisme, wartawan sering tidak memperhatikan konteks. Padahal, semua konteks terorisme harus disampaikan agar masyarakat tahu apa yang sebenarnya terjadi. Untuk menemukan konteks tersebut, wartawan harus melakukan verifikasi mendalam.
“Audio visual memerlukan drama, tapi dramatisasi jangan dilakukan”, tegasnya menanggapi banyaknya dramatisasi di dalam berita televisi tentang terorisme.
Sedangkan anggota Dewan Pers, Nezar Patria, menganjurkan wartawan berhati-hati dalam membuat berita tentang terorisme. Liputan semacam ini terkadang memerlukan kesabaran dan waktu lama, serta tidak cukup dengan satu kali pengecekan.
“Pelaku terorisme juga orang cerdas dan bisa memainkan informasi”, katanya. (red)