Jakarta (Berita Dewan Pers) - Dewan Pers mengeluarkan penilaian terkait sejumlah pengaduan terhadap pers sepanjang bulan Juli 2014. Mayoritas pers yang diadukan melanggar Kode Etik Jurnalistik.
Kasus yang ditangani Dewan Pers, antara lain, pengaduan Bupati Langkat terhadap harian Orbit, pengaduan Hotel Prima terhadap rimanews.com, pengaduan Ahmad Dhani terhadap delapan perusahaan pers, pengaduan PT Terra Cotta terhadap harian Fajar Cirebon, serta kasus pemuatan kartun di harian The Jakarta Post. Sementara pengaduan Bank Danamon terhadap kepriterkini.co.id tidak dapat diperiksa lebih lanjut.
Harian Orbit
Dalam kasus pengaduan Bupati Langkat, Ngogesa Sitepu, terhadap 13 berita Orbit, Dewan Pers menilai harian yang terbit di Medan itu beritikad buruk dengan terus menerus memberitakan informasi negatif tentang Pengadu. Padahal, informasi yang diberitakan telah dibantah berkali-kali oleh Pengadu melalui surat bantahan atau Hak Jawab yang dimuat lima kali oleh Orbit.
Penilaian Dewan Pers tersebut termuat di dalam Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers Nomor 22/PPR-DP/VII/2014 yang dikeluarkan pada 22 Juli 2014.
Dewan Pers juga menilai Orbit melanggar Pasal 1, 3 dan 4 Kode Etik Jurnalistik karena tidak uji informasi, tidak berimbang, memuat opini menghakimi, memuat berita bohong, serta melanggar asas praduga tidak bersalah. Foto kolase gambar Bupati Langkat dengan latarbelakang gambar Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang dimuat Orbit pada edisi 20 Mei 2014 dan 21 Mei 2014, melanggar prinsip jurnalisme dan foto jurnalisme karena menggabungkan dua fakta berbeda dan menjadikannya fakta baru seolah Bupati Langkat telah diperiksa KPK.
“Harian Orbit terindikasi kuat melanggar Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers terkait asas praduga tak bersalah dan undang-undang lain,” demikian antara lain isi PPR Dewan Pers.
Sebanyak 13 berita Orbit yang diadukan muncul pada kurun waktu 23 April 2014 hingga 13 Juni 2014. Berita-berita itu antara lain memuat tuduhan Bupati Langkat melakukan korupsi.
rimanews.com
Dewan Pers mengeluarkan PPR Nomor 21/PPR-DP/VII/2014 menyikapi pengaduan Hotel Prima terhadap media siber rimanews.com. Berita yang diadukan berjudul “Ada Kondom Bekas di Kamar Atlet, Kok Bisa?” yang diunggah pada Sabtu, 16 Juli 2011 pukul 15:03 WIB.
Dewan Pers menilai kasus ini secara jurnalistik dan berdasar ketentuan Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang Pers telah selesai. Sebab, rimanews.com telah mencabut berita, memuat klarifikasi atau bantahan dan telah meminta maaf secara lisan dan tertulis.
Sebagai tindak lanjut, Dewan Pers merekomendasikan kepada rimanews.com untuk menampilkan berita yang memuat keterangan tentang pencabutan berita dan permohonan maaf di halaman beranda www.rimanews.com selama 30 hari berturut-turut. Selain itu, rimanews.com harus memperbaiki badan hukum PT. Rima News Indonesia agar sesuai dengan Pasal 1 angka 2 UU Pers dan angka 1 Peraturan Dewan Pers Nomor 04/2008 tentang Standar Perusahaan Pers.
Harian Fajar Cirebon
Sementara itu, menyikapi pengaduan PT. Terra Cotta Indonesia terhadap harian Fajar Cirebon, Dewan Pers menggelar pertemuan di Sekretariat Dewan Pers, Jakarta, pada 24 Juli 2014. Melalui pertemuan ini, Fendy Yudha yang mewakili PT. Terra Cotta Indonesia dan Dikhorir Afnan yang mewakili Fajar Cirebon sepakat untuk menyelesaikan kasusnya melalui penandatanganan risalah penyelesaian yang memuat empat hal.
Pertama, Fajar Cirebon bersedia memuat Hak Jawab dari Pengadu secara proporsional disertai permintaan maaf kepada Pengadu dan pembaca. Kedua, Fajar Cirebon bersedia memuat Risalah Penyelesaian yang telah ditandatangani. Ketiga, Fajar Cirebon berkomitmen menaati Kode Etik Jurnalistik dalam pemberitaan selanjutnya serta meningkatkan mutu jurnalisme dan kapasitas wartawannya. Terakhir, kedua pihak sepakat menyelesaikan kasus ini di Dewan Pers dan tidak melanjutkan ke proses hukum, kecuali kesepakatan yang dicapai tidak dipenuhi.
Berita Fajar Cirebon yang diadukan PT. Terra Cotta Indonesia berjudul “Kuwu Tuding Terra Cotta Menipu” pada edisi Kamis 12 Juni 2014. Dua berita lain berjudul “Terra Cotta Tak Berizin” (edisi 11 Juni 2014) dan “BPPT Tak Konsisten” (edisi 13 Juni 2014).
Dewan Pers menilai berita Fajar Cirebon tersebut melanggar Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik karena tidak profesional, tidak akurat, tidak berimbang, tidak uji informasi, dan memuat opini yang menghakimi.
Harian The Jakarta Post
Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, berkirim surat kepada Penanggung Jawab The Jakarta Post, 16 Juli 2014, yang berisi penilaian dan rekomendasi terkait pemuatan karikatur tentang kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) pada edisi 3 Juli 2014.
Dewan Pers menilai pemuatan karikatur tersebut melanggar Pasal 8 Kode Etik Jurnalistik, karena mengandung prasangka yang tidak baik terhadap agama Islam.
The Jakarta Post sendiri telah menyampaikan permintaan maaf atas pemuatan karikatur tersebut pada 7 Juli 2014 melalui www.thejakartapost.com dan di halaman pertama The Jakarta Post edisi cetak 8 Juli 2014. Permintaan maaf ini, menurut Dewan Pers, menunjukkan penyesalan dan sebuah komitmen untuk tidak mengulang kesalahan serupa.
Dewan Pers menilai kasus ini telah selesai secara jurnalistik. Namun, Dewan Pers memperingatkan The Jakarta Post untuk lebih berhati-hati dan tidak lagi memuat karikatur yang dapat dianggap mengandung prasangka yang tidak baik terhadap agama dan kelompok tertentu.
Dewan Pers merekomendasikan The Jakarta Post untuk melakukan evaluasi serta mempertimbangkan secara sungguh-sungguh dan bijaksana terkait pemuatan karikatur yang berhubungan dengan agama. The Jakarta Post juga perlu menjalin komunikasi yang lebih baik dengan pihak-pihak yang merasa tidak dapat menerima pemuatan karikatur tersebut.
“The Jakarta Post hendaknya memperhatikan dan menghormati keragaman agama dan keragaman pemahaman dari pemeluk agama Islam di Indonesia,” demikian antara lain ini surat Dewan Pers.
Sebelumnya, Dewan Pers menerima surat dari The Jakarta Post yang meminta penilaian dan rekomendasi terkait karikatur yang menimbulkan protes dari beberapa pihak tersebut. Dewan Pers juga menerima surat pengaduan dari Tim Pengacara Muslim dan Muslim Muda Banten terkait karikatur yang sama.
kepriterkini.co.id
Pada 18 Juli 2014 Dewan Pers mengeluarkan PPR Nomor 20/PPR-DP/VII/2014 yang memuat keputusan terkait pengaduan Bank Danamon terhadap berita kepriterkini.co.id. Ada tiga berita yang diadukan berjudul “Lagi Bank Danamon Berulah, Bonar ‘Rampok’ Nasabah Puluhan Juta” (diunggah pada 13 Februari 2014 pukul 14:42); “Diancam Kepala Unit Bank Danamon, Istri Mantan Kopassus Nyaris Tewas” (diunggah pada 24 Februari 2014 pukul 23:19), dan “Istri Mantan Kopassus Korban Keganasan Bank Danamon Dilarikan ke RSUD Karimun” (Diunggah pada 25 Februari 2014 pukul 22:22).
Di dalam PPR tersebut, Dewan Pers menyatakan tidak dapat menyelesaian pengaduan Bank Danamon ini melalui mekanisme yang diatur di dalam UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Sebab, www.kepriterkini.co.id tidak lagi dapat diakses.
Selain itu, tidak tersedia informasi yang dapat memastikan bahwa kepriterkini.co.id adalah perusahaan pers yang terikat kepada UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Penanggung jawab kepriterkini.co.id tidak menghadiri undangan Dewan Pers untuk dimintai keterangan atau klarifikasi mengenai pengaduan ini, terutama terkait badan hukum kepriterkini.co.id.
Dengan demikian, Bank Danamon dapat menempuh upaya lain, sesuai hukum yang berlaku, untuk menuntut haknya.
Delapan Media
Aktris Ahmad Dhani mengadukan delapan media yang memberitakan atau memuat tulisan tentang dirinya yang berjanji, melalui cuitan di Twitter, akan memotong kemaluan jika calon presiden Joko Widodo menang dalam Pemilu 2014. Delapan media tersebut yaitu kompasiana.com, republika.co.id, seruu.com, okezone.com, kapanlagi.com, wartaharian.co, forum.detik.com, dan solopos.com.
Saat pertemuan di Sekretariat Dewan Pers, Jakarta (24/7/2014), Dhani menegaskan dirinya tidak pernah menulis cuitan seperti itu. Sementara wakil dari delapan media yang diadukan tidak dapat membuktikan cuitan yang diberitakan itu asli.
Dewan Pers menilai berita media-media tersebut melanggar prinsip dalam Kode Etik Jurnalistik karena memuat isu bersumber dari media sosial tanpa verifikasi. Sebagai jalan keluar, seluruh media bersedia memuat Hak Jawab disertai permintaan maaf. Pemuatan Hak Jawab dan permintaan maaf tersebut disesuaikan dengan jenis atau bentuk media Teradu yang ditautkan dengan berita yang diberi Hak Jawab.
Kedua pihak sepakat menyelesaikan kasus ini di Dewan Pers dan tidak melanjutkan ke proses hukum. (red)