3 September 2013
Dewan Pers menerima 10 proposal penelitian yang diajukan oleh perguruan tinggi, lembaga penelitian dan lembaga swadaya masyarakat. Dari seluruh proposal tersebut, Tim Seleksi yang berisi Anggota Dewan Pers dan Anggota Kelompok Kerja (Pokja) Dewan Pers memilih tiga proposal. Pengusul ketiga proposal tersebut selanjutnya diberikan kesempatan untuk memberikan presentasi di Dewan Pers.
Berikut 3 pengusul dan judul penelitiannya:
1. Masyarakat Peduli Media (MPM)
Judul proposal: "Pemilu 2014 dan Konglomerasi Media Nasional: Analisis terhadap Kecenderungan Pemberitaan 6 Group Media Nasional di Indonesia"
2. Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media)
Judul proposal: "Independensi Pers dalam Peliputan Pemilu: Mencari Format Regulasi"
3. Remotivi
Judul Proposal: "Politik Media Menjelang Pemilu 2014: Penelitian Independensi Media di 11 Stasiun Televisi Bersiaran Nasional"
-----------------------
27 Juni 2013
Jakarta (Info Dewan Pers) – Dewan Pers membuka kesempatan kepada perguruan tinggi, lembaga pemantau media, lembaga pendidikan atau penelitian, dan organisasi pers untuk mengajukan proposal penelitian tentang independensi media ke Dewan Pers.
Berikut penjelasan mengenai penelitian ini:
- Tema utama penelitian: Independensi media
- Biaya penelitian: Maksimal Rp 100.000.000,- (sudah termasuk biaya pajak)
- Lama penelitian: 3 (tiga) bulan
- Metode penelitian: Tidak ditentukan Dewan Pers
- Mekanisme seleksi: Dari seluruh proposal yang diajukan ke Dewan Pers, akan dipilih tiga proposal terbaik. Pengusul proposal tersebut akan diminta menyampaikan presentasi di Dewan Pers. Selanjutnya, Dewan Pers akan memilih satu pengusul/proposal terbaik.
- Waktu pengajuan proposal: Paling lambat 28 Juli 2013.
- Pengiriman proposal: Dikirim melalui surat elektronik ke sekretariat@dewanpers.or.id ditembuskan ke uci08@yahoo.com. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Saudari Sri Lestari (0813 80878657; 021-3504875-77)
KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN TENTANG INDEPENDENSI MEDIA
Independensi Pers dalam Pemilu, Seberapa Mungkin?
Satu fenomena yang sulit dibantah, bahwa dewasa ini banyak media–cetak, elektronik, maupun online–yang pemiliknya punya aspirasi politik. Sebagian merupakan capres.
Saat diskusi di Dewan Pers, satu media elektronik menyampaikan, pihaknya memang memberitakan aktivitas politik pemilik, tetapi juga memberi cukup ruang dan waktu untuk organisasi sosial politik (orsospol) lain.
Pertanyaan tentang independensi pers juga muncul ketika di luar negeri ada contoh, bahwa media di tangan aspiran politik memang telah banyak dieksploitasi untuk mencapai kekuasaan. Misalnya saja yang pernah dilakukan oleh mantan PM Italia Silvio Berlusconi.
Di Indonesia fenomena yang sama juga telah diamati. Hanya saja menunjuk bahwa media digunakan untuk kampanye semakin sulit, karena metode kampanye juga semakin kompleks. Misalnya saja melalui soft event bertema pendidikan, atau peningkatan peran perempuan.
Kemampuan publikasi media sendiri semakin besar, karena kini telah terjadi akumulasi pemilikan media, mulai pemilikan stasiun TV lebih dari satu, atau memiliki media dalam seluruh spektrumnya, yakni cetak, elektronik dan online.
Secara teori, kemampuan pemilik media beraspirasi politik kini telah diperkuat dengan pemilikan spektrum media tersebut, meskipun khususnya untuk TV yang menyebut frekuensi publik dilarang untuk promosi politik.
Dewasa ini yang sangat dikhawatirkan adalah adanya intervensi pemilik media ke newsroom.
Dalam riset bisa dijawab sejumlah pertanyaan berikut:
- Apakah dewasa ini tren eksploitasi media untuk politik sudah nyata?
- Apakah tren itu telah melewati batas independensi media?
- Benarkah aturan bahwa karena frekuensi milik publik, maka penggunaan frekuensi tersebut untuk tujuan politik harus bisa dilarang?
- Lalu bagaimana idealnya pengaturan pemanfaatan media di musim politik seperti pemilu sekarang ini?
- Bagaimana jurnalis menempatkan diri, apakah dia tetap harus meliput dalam bingkai independen, berimbang, atau dia–demi mempertahankan pekerjaannya–harus mengikuti arus aspirasi pemilik?
(red)