Jakarta (Berita Dewan Pers) - Kondisi pers Indonesia masih separuh bebas. Penyebabnya, masih ada wartawan dipenjara karena beritanya. Negara yang memiliki pers bebas murni tidak akan menerapkan hukum pidana penjara kepada wartawan.
“Wartawan profesional bisa mengakibatkan orang merasa namanya tercemar. Selama dia (wartawan) menjalankan tugasnya sesuai kode etik, dia tidak bisa dipidana,” tegas Wakil Ketua Dewan Pers, Bambang Harymurti, saat menjadi narasumber Dialog Dewan Pers Kita yang disiarkan TVRI Nasional Selasa malam (13/11/2012).
Dialog yang dipandu oleh Wina Armada Sukardi ini juga menghadirkan Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo, dan mantan Anggota Dewan Pers, Wikrama Iryans Abidin.
Menurut Bambang, wartawan profesional bukan tidak bisa salah. Prinsipnya, pers yang baik bukanlah pers yang beritanya tidak pernah salah, tetapi pers yang langsung melakukan koreksi, jika perlu meminta maaf, bila tahu telah membuat kesalahan.
Ia menambahkan, sejak dibentuk 12 tahun lalu, Dewan Pers independen telah melakukan banyak upaya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pers Indonesia. “12 tahun waktu yang singkat untuk membereskan semua persoalan,” katanya.
Wikrama Iryans Abidin menilai arah kebijakan yang dilakukan Dewan Pers sudah benar. Telah ada langkah konkret yang ditempuh, misalnya membuat sekolah jurnalistik di sejumlah daerah.
Ia mendorong Dewan Pers untuk terus memperjuangkan amandemen UUD 1945 agar lebih melindungi kebebasan pers.
Putusan
Agus Sudibyo mengungkapkan, Dewan Pers dalam satu tahun rata-rata menerima 500 pengaduan. Sekira 85 persen media yang diadukan dinilai oleh Dewan Pers melanggar kode etik. “Tingkat pelanggaran masih tinggi,” katanya.
Ia menambahkan, 96 persen putusan Dewan Pers diterima oleh pihak pengadu dan teradu. Penyelesaian melalui Dewan Pers dianggap lebih baik daripada penyelesaian dengan cara lain. “Sudah ada kesadaran semua pihak kalau ada masalah dengan media dibawa ke Dewan Pers,” ungkapnya.
Namun demikian, angka kekerasan terhadap wartawan di Indonesia masih terbilang tinggi. Beberapa kasus kekerasan dipicu oleh prilaku wartawan yang tidak profesional.
“Masih banyak yang perlu di benahi, misalnya dari sisi undang-undang. Ada upaya memunculkan undang-undang yang dapat mengancam kebebasan pers,” Agus menambahkan. (red)