UU Pers Lindungi Pers dan Publik

images

Jakarta (berita Dewan Pers) – Undang-Undang No.40/1999 tentang Pers (UU Pers) melindungi wartawan profesional dan bentuk pengakuan terhadap hak asasi warga negara Indonesia. Di sisi lain, UU Pers juga dijadikan tempat berlindung wartawan tidak profesional.

UU Pers memilik kekurangan dan kelebihan. Kelebihannya, antara lain, memberi peluang kalangan pers membuat sendiri regulasi di bidang pers. Sedangkan orang yang menghalangi kebebasan pers diancam pidana penjara.

 

Kalangan pers yang menentukan apakah perlu dilakukan revisi atau tidak terhadap UU Pers.

Demikian antara lain pemikiran yang muncul dalam diskusi “13 Tahun Pelaksanaan UU Pers” yang digelar Dewan Pers di Gedung Dewan Pers Jakarta, Senin (24/9/2012). Diskusi ini menghadirkan pembicara, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin, Hakim Agung Andi Samsan Nganro, dan Anggota Dewan Pers Wina Armada Sukardi. Diskusi dibuka oleh Wakil Ketua Dewan Pers, Bambang Harymurti, dipandu oleh Anggota Dewan Pers, Uni Lubis, dan dihadiri sekira 50 peserta dari berbagai lembaga serta media.

Diskusi ini digelar untuk memperingati lahirnya UU Pers. Pada 23 September 13 tahun lalu, UU Pers resmi diundangkan dengan ditandatangani oleh Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie.

Perlindungan
Menteri Amir Syamsuddin menyatakan, banyak perbedaan pendapat menyikapi UU Pers. Ada yang menilai UU Pers ‘lex spesialis’. “Sulit mempertanggungjawabkan kalau UU Pers itu dianggap lex spesialis,” katanya.

UU Pers, ia menambahkan, dibuat tidak semata untuk melindungi pers, namun juga masyarakat. Dilakukan revisi atau tidak terhadap UU Pers berpulang kepada kalangan pers sendiri.

Menurutnya, keengganan atau ketakutan masyarakat serta pejabat untuk mempersoalkan berita pers yang salah, dapat menciptakan suasana tidak sehat. Pers juga perlu dikontrol dan dikritik.

Hakim Agung Andi Samsan Nganro berpendapat, UU Pers termasuk hukum publik, karena bagian dari pelaksanaan Pasal 28 UUD 1945 yang menjamin kebebasan berpendapat dan berserikat. Sebagai hukum publik, UU Pers bersifat memaksa dan ada campur tangan negara.

“UU Pers mencerminkan kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara,” ungkapnya.

Anggota Dewan Pers Wina Armada menegaskan, keberadaan Pasal 8 UU Pers yang memberi perlindungan hukum terhadap wartawan dapat bermakna menghilangkan tuntutan perbuatan melawan hukum. Artinya, wartawan yang menjalankan profesinya secara profesional dan karena untuk kepentingan publik, dapat dibebaskan dari tuntutan melawan hukum.

Wakil Ketua Dewan Pers Bambang Harymurti sependapat UU Pers memiliki kekurangan dan kelebihan. Salah satu kelebihannya, Pasal 18 yang memuat ancaman pidana penjara bagi orang yang menghalangi kebebasan pers. Pasal yang melindungi kebebasan pers ini, menurutnya, menjadi pembicaraan dalam pertemuan-pertemuan internasional tentang pers. 

Menanggapi kemungkinan revisi UU Pers, Bambang Harymurti menyatakan, hal itu terkantung kondisi politik di DPR. “Dilihat suasana kondusif di DPR,” katanya. (red)

By Administrator| 24 September 2012 | berita |