Perlu Peningkatan Pelatihan untuk Jurnalis Perempuan

images

Jakarta (Berita Dewan Pers) – Sejumlah jurnalis perempuan dari beberapa daerah bertemu di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Senin (17/9/2012), menghadiri Sarasehan Forum Jurnalis Perempuan yang digelar oleh Dewan Pers.

Enam jurnalis perempuan menjadi panelis yang menyampaikan pengalaman selama menjadi wartawan. Mereka adalah Yuli Ismantoro (wartawan Tempo), Ninuk Mardiana Pambudi (wartawan Kompas), Insani (wartawan dari Ambon), Sania (Ketua Forum Jurnalis Perempuan Aceh), Khairiah Lubis (Ketua Forum Jurnalis Perempuan Medan), dan Angela Flasy (Pemimpin Redaksi Suara Perempuan Papua). Acara ini dipandu Anggota Dewan Pers, Uni Lubis.

Permasalahan
Khairiah Lubis mengemukakan, masih banyak jurnalis perempuan mengalami masalah dan perlakuan diskriminatif, seperti diskriminasi pembagian tugas liputan dan jenjang karir. “Masalah ini masih kami perjuangkan di Sumatera Utara,” katanya.

Masalah lainnya, ia menambahkan, pembuatan berita yang tidak berperspektif gender, pelecehan atau kekerasan, serta minimnya pelatihan untuk jurnalis perempuan. Hak cuti haid dan mendapat ruang khusus menyusui bagi jurnalis perempuan juga masih banyak diabaikan oleh perusahaan pers.

Uni Lubis menyatakan, Dewan Pers baru sekali menggelar Sarasehan Forum Jurnalis Perempuan. Tujuannya bukan untuk memanjakan jurnalis perempuan. Ia berharap ada rekomendasi yang diperoleh dari Sarasehan ini.

“Banyak yang harus diperbaiki Dewan Pers, khususnya pelatihan untuk jurnalis perempuan, pelatihan khusus maupun umum,” ungkapnya.

Standar
Dalam Sarasehan ini, Divisi Perempuan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyampaikan standar layak kerja jurnalis perempuan yang telah disusunnya. Berikut standar tersebut selengkapnya:

1.    Terkait perlindungan
a.    Perlindungan dari perlakuan diskriminatif berbasis gender.
b.    Perlindungan dari kekerasan seksual dan pelecehan seksual.
c.    Perlindungan dari pemutusan hubungan kerja atas dasar kehamilan, keguguran, melahirkan, menyusui dan proses pengasuhan.
d.    Perlindungan mendapatkan upah penuh selama menjalani masa cuti haid, melahirkan, dan keguguran.

2.    Terkait hak atas reproduksi
a.    Perusahaan media memberikan cuti haid selama 2 hari.
b.    Perusahaan media memberikan cuti melahirkan minimal selama 3 bulan.
c.    Perusahaan media memberikan cuti 1,5 bulan kepada yang mengalami keguguran.

3.    Terkait jam kerja
a.    Perusahaan media memberikan fleksibilitas kerja kepada jurnalis yang hamil.
b.    Perusahaan media tidak mempekerjakan jurnalis perempuan dalam kondisi hamil antara pukul 20.00 – 07.00.

4.    Terkait fasilitas
a.    Perusahaan media yang menugaskan jurnalis perempuan antara pukul 20.00 – 07.00, wajib:
(1)    Memberi makanan dan minuman bergizi.
(2)    Menjaga keamanan dan perlindungan dari tindak kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja.
(3)    Wajib menyediakan angkutan antar jemput atau pengganti uang transportasi bagi jurnalis perempuan yang berangkat dan pulang kerja.
b.    Perusahaan media wajib memberi kesempatan kepada jurnalis perempuan untuk memberikan ASI kepada bayi atau memerah ASI selama waktu kerja.
c.    Perusahaan media wajib menyediakan kamar mandi yang layak serta terpisah antara pekerja perempuan dan laki-laki.
d.    Perusahaan media wajib menyediakan ruang menyusui dan fasilitas penyimpanan ASI perah.
e.    Perusahaan media wajib memberikan jaminan kesehatan kepada setiap jurnalis dan keluarga intinya seperti pelayanan medis, rawat jalan, rawat inap di rumah sakit.
f.    Perusahaan media wajib memberikan biaya minimal untuk empat kali pemeriksaan kehamilan dan biaya persalinan.

5.    Terkait kesejahteraan
a.    Ada upah layak terhadap jurnalis perempuan.



(red)

By Administrator| 18 September 2012 | berita |