Jakarta (Berita Dewan Pers) - Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, menyatakan Dewan Pers sedang mencoba membahas kriteria pengukuran peringkat kemerdekaan pers Indonesia. Langkah ini dilakukan bukan karena tidak menghargai indeks kemerdekaan pers yang telah disusun lembaga lain. Tetapi, barangkali ada nilai, kebiasaan atau kondisi tertentu di Indonesia yang memungkinkan ditetapkan kriteria lain.
“Ada kondisi tertentu yang memungkinkan kita mendapat kriteria lain tanpa mengesampingkan kriteria yang sudah umum berlaku,” kata Bagir Manan saat menyampaikan sambutan dalam diskusi terfokus “Penyusunan Indeks Kemerdekaan Pers Indonesia” yang digelar Dewan Pers di Jakarta, Senin (5|3|2012).
Ia menambahkan, kasus kekerasan terhadap pers selalu menjadi ukuran peringkat kemerdekaan pers. Ukuran itu tidak bisa dibantah. Tidak ada kemerdekaan pers di satu negara apabila terus terjadi kekerasan terhadap pers.
“Ada situasi yang berbeda (di Indonesia), meskipun kekerasan itu sendiri tidak boleh terjadi,” tambahnya.
Anggota Dewan Pers, Wina Armada, mengungkapkan, diskusi terfokus ini bertujuan menyusun kriteria indeks kemerdekaan pers Indonesia yang dapat digunakan setiap tahun, termasuk untuk mengukur tingkat kemerdekaan pers di setiap provinsi.
Tokoh pers, Atmakusumah Astraatmadja, yang hadir dalam diskusi ini mengatakan, lembaga pemeringkat Reporter Without Borders pada tahun 2011 mengeluarkan indeks kemerdekaan pers Indonesia yang jauh melorot dibanding sebelumnya. Indonesia berada di peringkat ke 146 dari sebelumnya ke 117. Indonesia berada di bawah Singapura. (makalah lengkap Atmakusumah)
Menurutnya, parameter yang digunakan Reporter Without Borders bisa keliru. Sebab, sulit memahami peringkat Indonesia berada di bawah Singapura yang tidak memiliki kebebasan pers. Di Singapura hampir tidak ada media yang kritis, sehingga tidak terjadi kekerasan terhadap pers.
Ia menambahkan, menurut Reporter Without Borders, peringkat kemerdekaan pers Indonesia menurun karena pemerintah dianggap gagal menjamin sepenuhnya kebebasan pers, terutama saat wartawan meliput masalah lingkungan hidup atau pencemaran lingkungan oleh industri. Selain itu, terjadi beberapa kali kekerasan terhadap wartawan di Papau dan wartawan asing dipersulit untuk meliput di sana.
“Peradilan yang korup mencegah pengembangan pers yang lebih bebas,” kata Atma mengutip pernyataan Reporter Without Borders.
Wakil Ketua Dewan Pers, Bambang Harymurti, mengatakan penyusunan indeks kemerdekaan pers Indonesia berdasar provinsi akan membantu mengenali persoalan yang muncul di setiap provinsi. Sehingga, kegiatan Dewan Pers di provinsi bersangkutan dapat fokus untuk mengatasi masalah yang ada. Setiap tahun dapat dilihat perkembangan masalah di provinsi bersangkutan.
“Ini evaluasi untuk daerah yang menjadi sasaran program Dewan Pers,” katanya.