Rancangan Peraturan Peliputan di DPR Harus Diperbaiki

images

Jakarta (Berita Dewan Pers) – Kalangan pers mendukung pembuatan peraturan tentang peliputan pers di DPR sebagai salah satu cara untuk menjaga kemerdekaan pers dan melindungi wartawan profesional yang bekerja di DPR. Namun, rancangan Peraturan tentang Tata Tertib Peliputan Pers Pada Kegiatan DPR yang telah disusun oleh Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) dan Setjen DPR, harus diperbaiki karena belum cukup mencerminkan keinginan tersebut.

 

Demikian satu kesimpulan dalam diskusi tentang Rancangan Peraturan tentang Tata Tertib Peliputan Pers Pada Kegiatan DPR yang digelar Dewan Pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Kamis, (16/2/2012). Diskusi yang dipimpin Anggota Dewan Pers, Wina Armada Sukardi ini mengundang Ramadhan Pohan (Anggota DPR), Bambang Harymurti (Wakil Ketua Dewan Pers), dan Priyambodo RH (Direktur Eksekutif LPDS), sebagai pembicara. Hadir juga beberapa tokoh pers seperti Atmakusumah, Leo Batubara, Abdullah Alamudi.

Bambang menyatakan, satu paradigma yang belum terdapat di dalam Rancangan Peraturan Peliputan tersebut yaitu keterlibatan intensif organisasi wartawan. Menurutnya, pengaturan peliputan ini sebaiknya dilakukan oleh kalangan organisasi wartawan sendiri, sedangkan BURT dan Setjen DPR berfungsi memfasilitasi.

“Perlu dibuat aturan ini justru agar kemerdekaan pers berfungsi di DPR, agar tidak terganggu oleh wartawan yang tidak benar,” katanya.

Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo mengatakan, Rancangan Peliputan di DPR rasional dalam tujuan, tetapi irasional dalam detail tujuan atau dalam rumusan isi. Ia meminta agar beberapa bagian dalam pengaturan itu mempertimbangan perlakuan yang setara antara anggota DPR, wartawan, dan tamu di DPR. Misalnya, soal penggunaan telepon genggam di ruang sidang.

Ramadhan Pohan mengingatkan agar rancangan yang ada dikaji mendalam agar tidak membatasi kinerja pers. Sebab, rancangan tersebut berindikasi melanggar UU Pers dan UU Keterbukaan Informasi Publik.

“Kalau Dewan Pers menganggap rancangan peraturan ini berlebihan, penilaian Dewan Pers itu sudah benar,” katanya.

Sementara itu, Priyambodo mengusulkan, pengaturan ini lebih banyak dikaitkan dengan perusahaan pers, bukan langsung kepada wartawan, terutama soal syarat-syarat yang harus dipenuhi agar seorang wartawan dapat memiliki kartu peliputan khusus.

“Penekanannya, berurusan dengan perusahaan pers, bukan dengan wartawan,” ungkapnya.

Soal keharusan wartawan untuk bersikap sopan dan tertib, menurutnya, sebaiknya disamakan dengan tata tertib yang sudah berlaku di DPR, tidak perlu dirinci di dalam Peraturan Peliputan. (red)

By Administrator| 17 Februari 2012 | berita |