Sambutan Ketua Dewan Pers Memperingati Hari Pers Nasional di Jambi Tanggal 9 Februari 2012

images

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh.

Bapak Presiden dan Ibu Negara.
Para pimpinan lembaga-lembaga negara.
Para menteri.
Para petinggi TNI dan Polri.
Gubernur Jambi dan seluruh perangkat pemerintahan di Jambi.
Pemuka-pemuka masyarakat.
Seluruh warga pers.
Panitia Hari Pers Nasional
Hadiri yang saya mulyakan.

 

Berkat rahmat dan pertolongan Allah subhanahuwata’ala, hari ini sampai beberapa hari yang akan datang, kita diberi kelapangan berkumpul kembali memperingati Hari Pers Nasional. Tahun lalu kita berkumpul di Kupang. Pada saat ini kita berkumpul di Jambi. Atas nama seluruh warga pers, saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Gubernur Jambi beserta seluruh aparatur pemerintahan sipil dan tentara yang ada di Jambi atas kesediaan menjadi tuan rumah hari peringatan ini. Tidak kurang ucapan terima kasih kepada masyarakat Jambi yang dengan sungguh-sungguh memperhatikan dan turut serta dalam hari peringatan ini.

Kegembiraan masyarakat pers ditunjang pula oleh kehadiran kembali Bapak Presiden dan Ibu Negara, beserta para pejabat negara. Tahun lalu, kehadiran Bapak Presiden telah pula menggembirakan Pemerintah Daerah dan masyarakat Nusa Tenggara Timur, karena beliau menggunakan kesempatan berkumpul dengan komunitas pers memutuskan berbagai kebijakan dan program khusus untuk menunjang percepatan pembangunan di Nusa Tenggara Timur. Saya yakin kehadiran Bapak Presiden hari ini di tengah-tengah kita semua, telah pula disertai berbagai kebijakan dan program khusus percepatan pembangunan Provinsi Jambi. Menyertai ucapan yang telah disampaikan Ketua Panitia (Bapak Margiono), sekali lagi saya sampaikan terima kasih atas kehadiran Bapak Presiden yang telah pula menggunakan Hari Pers Nasional ini untuk menyampaikan kebijakan dan program khusus percepatan pembangunan Provinsi Jambi. Tidak pula kurang ucapan terima kasih atas kehadiran Ibu Negara dan para pejabat negara dan hadirin semuanya.

 

Bapak Presiden dan hadirin yang mulia.

Hari Pers Nasional adalah suatu tanggal yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI No. 5 Tahun 1985. Tanggal yang dipilih adalah saat komunitas pers dari seluruh pelosok tanah air pada tahun 1946 berkumpul di Solo menyatukan diri sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perjuangan mengisi dan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Tidak sekadar membangun persatuan paguyuban pers, tetapi dideklarasikan pula pers Indonesia adalah pers perjuangan. Sebenarnya perjuangan pers menegakkan Proklamasi telah dimulai pada hari proklamasi itu sendiri. Melalui para insan pers, Proklamasi 17 Agustus 1945 telah dikumandangkan dan diketahui di seluruh tanah air dan dunia internasional. Seluruh bangsa Indonesia dan dunia internasional, melalui para insan pers, mengetahui pada tanggal 17 Agustus 1945 telah lahir sebuah negara merdeka dan berdaulat. Perjuangan itu belum usai. Cita-cita mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat masih menuntut untuk terus menerus diperjuangkan, termasuk oleh seluruh komunitas pers.

Dalam urutan yang lebih panjang ke belakang, perjuangan pers Indonesia untuk kemerdekaan dan keadilan bagi rakyat Indonesia telah dilakukan sejak masa kolonial, bertahun-tahun sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945. Melalui pers anti penjajahan (anti kolonial), telah dikumandangkan tuntutan kemerdekaan dan tuntutan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Menghadapi pers yang memperjuangkan kemerdekaan dan keadilan, penguasa kolonial menyediakan berbagai perangkap, seperti hatzaai artikelen (pasal-pasal penghasutan) dan berbagai ketentuan lain untuk mengenakan pidana seperti pencemaran nama baik, penghinaan dan lain-lain. Pasal-pasal ini dikenal pula dengan sebutan pasal karet, bersifat elastis yang dapat dipanjang-panjangkan sesuai dengan kepentingan kaum kolonial. Akibatnya, sejumlah pimpinan redaksi seperti almarhum Azis Tjindarbumi, harus meringkuk dalam penjara kolonial. Selain ancaman pidana, pers juga dihadapkan dengan pemberangusan (breidel). Sesuatu yang ironis, setelah lebih dari enam puluh lima tahun merdeka—kecuali satu pasal yang dinyatakan tidak lagi berkekuatan mengikat oleh Mahkamah Konstitusi—semua pasal-pasal sebagai sarana politik kolonial itu masih tetap berlaku. Memang, pasal-pasal itu bersifat umum, tidak hanya berlaku untuk pers. Tetapi, sesuai dengan dasar politik yang diemban dan kenyataan yang terjadi, dan karena sifat pekerjaannya, perslah yang paling potensial dijerat oleh pasal-pasal tersebut. Selain bersifat kolonial, memberlakukan berbagai ketentuan tersebut bertentangan dengan politik negara yang menjamin kemerdekaan pers seperti diatur dalam UU No. 40 Tahun 1999.

 

Bapak Presiden dan hadirin yang saya mulyakan.

Paling tidak ada tiga dasar untuk menjamin dan melindungi kemerdekaan pers.

Pertama; bertalian dengan fungsi alamiah pers. Dalam beberapa ungkapan dikatakan, pers merdeka merupakan hakikat atau natur dari pers itu sendiri. Untuk menjalankan fungsi pers seperti fungsi informasi sangat memerlukan kemerdekaan atau kebebasan. Hanya dengan kemerdekaan, informasi yang disampaikan kepada publik layak dipercaya, akurat, tidak bias yang dapat mengecoh publik.

Kedua; bertalian dengan fungsi sebagai instrumen untuk mewujudkan hak asasi manusia. Hak setiap orang untuk bebas berkomunikasi, bebas menyatakan pikiran dan pendapat, hak atas kebebasan menyampaikan keluhan, sangat memerlukan pers yang merdeka. Melalui pers yang merdeka berbagai hal tersebut dapat disampaikan kepada publik yang dapat menilai dan mendiskusikan secara terbuka. Kebebasan bertukar pendapat akan meningkatkan mutu kebenaran dan mendorong perubahan dan kemajuan.

Ketiga; pers sebagai sarana demokrasi. Demokrasi ditinjau dari makna penyelenggaraan negara atau pemerintahan, tidak sekadar ditandai bahwa para pejabat publik dipilih oleh rakyat. Tidak kalah penting, pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan yang bertanggung jawab kepada rakyat atau publik. Dapat terjadi, ada pemilihan pejabat secara teratur, tetapi tidak bertanggung jawab kepada rakyat atau publik. Acapkali kita membaca atau mendengar ungkapan, tanpa tanggung jawab tidak ada demokrasi (geen democratie zonder verantwoordelijkheid, no democracy without responsibility and accountability). Salah satu cara mewujudkan pertanggungjawaban adalah kesediaan untuk diawasi atau dikontrol. Selain sebagai sarana menjaga agar pemerintahan bertanggung jawab, pengawasan atau kontrol merupakan instrumen menghindarkan kesalahan atau koreksi atas suatu kesalahan. Pers yang merdeka, independen dan imparsial (impartial) merupakan sarana efektif melakukan kontrol. Bahkan dalam makna yang lebih luas, kontrol pers mencakup seluruh kegiatan bermasyarkat, berbangsa dan bernegara.

Dari perspektif internal pers (inward function), pertanggungjawaban pers tidak hanya bermakna kewajiban menyajikan informasi atau memberitakan fakta atau keadaan nyata secara akurat, imparsial dan independen. Dalam rangka pertanggungjawaban, pers wajib menyajikan berbagai perspektif dan penilaian demi kepentingan publik (public directing function) masa depan bangsa dan negara. Sebagai konsekwensi dari tanggung jawab ini, pers—seperti dikemukakan di atas—tidak sekadar penyampai berita mengenai fakta dan keadaan. Tidak kalah penting—sebagai bagian dari pertanggungjawaban—pers menjalankan fungsi menilai sebagai bagian dari fungsi sosial pers untuk mengaktualisasikan hati nurani dan harapan publik seperti harapan atas perkehidupan yang sejahtera, aman dan sentosa. Dapat terjadi, pada saat tertentu, pelaksanaan tanggung jawab pers mengejawantahkan harapan dan hati nurani publik, terasa keras dan tidak mententeramkan. Tetapi semua itu harus diterima dengan senang hati karena hal itu merupakan salah satu ciri kedewasaan demokrasi dan kematangan pers demokratis. Walaupun demikian, kepada pers, saya ingatkan, pelaksanaan fungsi pers, baik sebagai penyampai fakta maupun sebagai bintang pemandu harus tetap memenuhi syarat jurnalistik, menjunjung tinggi kode etik, tidak bertentangan dengan hukum pers, dan profesional sebagai pekerjaan profesional, selain harus bekerja atas dasar etik dan keahlian, tetapi juga kejujuran, sifat rendah hati harus menjadi tatanan hidup setiap insan pers. Dapat saya sampaikan, dari ratusan mediasi pers, cukup banyak pers dalam melaksanakan tugas jurnalistik tidak mengindahkan bahkan melanggar kode etik pers. Menjunjung tinggi kode etik pers, tidak hanya demi kepentingan sumber berita, melainkan sebagai bagian integral menjaga dan melindungi kemerdekaan pers.

 

Bapak Presiden dan hadirin yang mulia.

Telah disebutkan, dasar politik negara yang menjamin kemerdekaan pers telah ada seperti diatur dalam UU Pers. Namun, masih ada berbagai instrumen hukum yang masih memerlukan perhatian, agar kemerdekaan pers benar-benar menjadi budaya dan way of life yang dijunjung tinggi oleh seluruh bangsa Indonesia.

Dengan segala kerendahan hati, atas nama komunitas pers, selain masih bertahannya pasal-pasal kolonial dalam KUHPidana, komunitas pers dihadapkan pula dengan berbagai politik perundang-undangan yang sangat berkaitan dengan realisasi jaminan dan perlindungan kemerdekaan pers, seperti pembatasan-pembatasan yang tidak jelas dalam UU Keterbukaan Informasi Publik, UU Intelijen, atau RUU Rahasia Negara.

Komunitas pers menyadari sewaktu-waktu pers dapat melakukan kesalahan atau kekeliruan. Komunitas pers juga wajib menjadi pers yang bertanggung jawab. Komunitas pers menerima pembatasan-pembatasan sebagai dasar memenuhi tuntutan ketertiban umum, keselamatan umum, kepentingan umum. Dalam rangka menanamkan secara sungguh-sungguh tanggung jawab, komunitas pers tidak henti-hentinya menjalankan berbagai program seperti meningkatkan pengetahuan dan kesadaran untuk memenuhi kode etik pers, melaksanakan sebaik-baiknya UU Pers, menerapkan sistem sertifikasi pers, melakukan pelatihan-pelatihan jurnalistik, bekerjasama dengan berbagai institusi pemerintah untuk menemukan penyelesaian yang sebaik-baiknya kalau ada persoalan hukum terhadap pers dan lain sebagainya. Beberapa saat yang lalu kita menyaksikan penandatanganan MOU antara Polri dan Dewan Pers. MOU ini sebagai sarana untuk saling menjaga dan saling memperkukuh sendi-sendi penegakan hukum baik di lingkungan Polri maupun pers. Dewan Pers sangat mendambakan MOU semacam ini dapat juga dilakukan antara Kejaksaan Agung dengan Dewan Pers. Sedangkan dengan Mahkamah Agung sudah sejak beberapa tahun lalu, Dewan Pers telah diberi peluang untuk menyampaikan keterangan ahli untuk setiap perkara pers. Namun demikian, komunitas pers sangat berharap, agar berbagai politik perundang-undangan yang sedang dijalankan tidak akan mencederai atau mengakibatkan mitigasi terhadap kemerdekaan pers. Pers yang merdeka adalah kepentingan dan milik kita semua, baik yang sedang duduk sebagai penyelenggara negara dan pemerintahan maupun publik pada umumnya. Karena itu merupakan tanggung jawab dan kewajiban kita untuk senantiasa menjamin dan menjaga kemerdekaan pers. Milton dari Inggris pada abad 15 pernah menyatakan, tidak jarang kita kehilangan kemerdekaan karena kita lalai menjaganya. Pers yang merdeka jauh lebih bermaslahat daripada yang tidak merdeka.

Akhirnya, saya ucapkan dirgahayu Hari Pers Nasional. Kepada Panitia saya sampaikan terimakasih atas ketulusan dan kerja keras menyelenggarakan hari yang penuh bahagia ini. Semoga Allah senantiasa menyertai kita.

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum wwb.

Ketua Dewan Pers
Bagir Manan

 


By Administrator| 10 Februari 2012 | berita |