Anggota Komisi I DPR RI, Hajriyanto Y. Thohari, mengatakan UU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP) menjadi hak konstitusional bagi Indonesia karena sudah masuk dalam UUD 1945. Terkait dengan itu ia berharap RUU KMIP segera dapat disahkan. Apalagi saat ini pembahasannya sudah sampai pada tahap menentukan yaitu di tingkat Panitia Kerja (Panja) DPR RI.
Dalam pembahasan di Panja yang dimulai awal Mei tahun ini, Thohari mengaku akan mengusulkan rapat digelar secara terbuka. ”Biasanya Panja tertutup. Tetapi karena materi yang dibahas RUU ini (KMIP) maka akan diusahakan secara terbuka. Setidaknya ada tradisi baru bahwa pembahasannya diketahui publik,” katanya sebagai pembicara diskusi ”Memantau Arah Pembahasan RUU KMIP”, yang diselenggarakan Dewan Pers di Jakarta, 7 Mei lalu. Hadir juga sebagai pembicara dalam diskusi ini Menteri Komunikasi dan Informatika, Sofyan A. Djalil, Menteri Pertahanan, Juwono Sudarsono, Wakil Ketua Dewan Pers, Sabam Leo Batubara, Koordinator Koalisi untuk Kebebasan Informasi, Agus Sudibyo, dan Dosen IPDN, Inu Kencana.
Hajriyanto menjelaskan beberapa persoalan krusial dalam RUU KMIP akan dibahas kembali di Panja. Misalnya mengenai definisi Badan Publik. Menurutnya masih ada perbedaan mengenai definisi Badan Publik, terutama terkait dengan keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
”Dalam pandangan mainstream Komisi I, BUMN bagian dari Badan Publik. Sulit menjelaskan bagaimana BUMN tidak masuk ke Badan Publik padahal LSM, partai politik masuk,” ungkapnya.
Secara pribadi ia juga mengaku belum puas mengenai komposisi keanggotaan Komisi Informasi yang sementara ini diputuskan dua diantaranya berasal dari wakil pemerintah. Menurutnya semangat Komisi Informasi diperlukan untuk menyelesaikan sengketa informasi. Sedangkan yang paling berpotensi ikut bersengketa adalah pemerintah. Maka keanggotaan Komisi Informasi harus terpisah dari pemerintah.
”Jika representasi pemerintah tinggi di Komisi Informasi maka bagaimana mungkin penyelesaian (masalah)nya bisa memuaskan. Padahal yang terlibat sengketa kemungkinan adalah pemerintah,” katanya.
Harga Mati
Sebelumnya Menteri Sofyan A. Djalil menegaskan tidak masuknya BUMN dan BUMD ke dalam UU KMIP bagi pemerintah menjadi harga mati. Sebab ia khawatir dimensi politik rezim KMIP sangat besar. Padahal, menurutnya, BUMN merupakan lembaga ekonomi yang harus bersaing ketat dengan lembaga ekonomi lainnya.
Ketentuan-ketenbtuan yang berlaku di pasal modal dan UU BUMN, Sofyan menambahkan, telah cukup mengatur keharusan transparansi bagi BUMN dan BUMD. ”BUMN adalah lembaga ekonomi, sedangkan KMIP lebih pada dimensi politik. Di pasar modal (sudah) sangat transparan,” katanya.
Mengenai dua wakil pemerintah dalam Komisi Informasi menurutnya keberadaan mereka bertujuan agar Komisi Informasi mendapat informasi yang balance. Ia juga mengusulkan wakil dari pemerintah nantinya hanya sebatas memberikan informasi atau menjadi narasumber. Mereka tidak ikut memutuskan sengketa perkara yang melibatkan pemerintah.
Pengecualian
Di tempat yang sama Juwono Sudarsono berpendapat ada tiga bidang umum yang dipertimbangkan untuk dikecualikan dalam UU KMIP. Pertama terkait informasi tentang keamanan nasional, operasi militer, atau operasi intelijen. Kedua, apabila ada informasi yang memiliki nilai tinggi, misalnya tentang cadangan minyak. Terakhir, ada hubungan dengan nilai dagang.
Sementara itu Agus Sudibyo berharap Komisi I DPR berkeras hati menjadikan rapat pembahasan RUU KMIP di Panja DPR berlangsung terbuka. Keterbukaan ini menjadi hal penting agar proses dan hasil yang dicapai terpantau masyarakat.
Ia menilai masih ada beberapa hal yang mengkhawatirkan dalam RUU KMIP. Misalnya mekanisme internal di dalam Badan Publik mengenai informasi yang bisa didapat masyarakat ternyata tidak hanya merujuk ke UU KMIP tapi juga UU lain. Selain itu ada ketentuan bahwa pengecualian terhadap informasi publik ditentukan oleh masing-masing Badan Publik. Ketentuan ini bisa membuat Badan Publik semena-mena dalam menentukan mana informasi yang tidak bisa didapat masyarakat.
Tentang BUMN dan BUMD, Agus berpendapat keduanya harus digolongkan sebagai Badan Publik. Sebab selain mengelola anggaran negera, kedua lembaga itu juga mengelola sumberdaya publik serta sebagai mandataris dan pelayan publik.
Dengan masih adanya persoalan yang membutuhkan penyempurnaan dan pemantauan ini, ia khawatir RUU KMIP bisa segera disahkan tetapi banyak pengecualian di dalamnya. ”RUU KMIP mencapai saat yang menentukan. Mendapatkan UU (KMIP) satu hal, hal lain jangan sampai kita mendapat UU yang banyak pasal karetnya”, tuturnya.
Sedangkan Leo Batubara berpendapat tidak perlu takut memasukkan BUMN dan BUMD sebagai Badan Publik. ”Kalau tidak ada persoalan, dibuka saja. Tidak perlu tertutup. Dimana ada ketertutupan maka ada kebusukan di sana,” katanya.
Ia menambahkan pers membutuhkan payung kebebasan untuk dapat memenuhi hak masyarakat untuk tahu. Payung tersebut berupa kebebasan berbicara dan berekspresi, kebebasan dari rasa takut, dan kebebasan memperoleh informasi. (red)