School of Journalism (SoJ) yang tengah digagas Dewan Pers diharapkan dapat memadukan kebutuhan terhadap praktek dan teori dalam pendidikan jurnalistik. Sebab, kecenderungan selama ini, pengajaran jurnalistik di perguruan tinggi hanya terfokus pada teori dengan sedikit praktek. Untuk memenuhi kebutuhan khususnya praktek, perusahaan-perusahaan pers nantinya diharapkan bisa mengizinkan news room mereka untuk tempat praktek.
Demikian satu pemikiran yang berkembang dalam pertemuan Dewan Pers dengan pengelola pers dan organisasi pers guna membahas rencana pendirian SoJ, di Sekretariat Dewan Pers, Jakarta, 6 Agustus lalu. Pertemuan yang dihadiri puluhan peserta ini dibuka dan ditutup oleh Ketua Dewan Pers, Prof. Dr. Ichlasul Amal, MA.
SoJ yang tengah digagas merupakan langkah Dewan Pers untuk menindaklanjuti banyaknya keluhan tentang rendahnya kualitas wartawan di Indonesia. Di samping itu, program ini dapat menjadi bukti bahwa masyarakat pers bisa membuat sistem sendiri untuk meningkatkan profesionalisme wartawan. Semangat menjaga kemerdekaan pers juga mendasari pendirian SoJ.
Profesi jurnalis di Indonesia bersifat terbuka. Karena itu, syarat menjadi wartawan tidak harus berlatarbelakang pendidikan formal jurnalistik. Sebaliknya, saat ini justeru banyak wartawan yang bekerja di media-media besar berasal dari pendidikan non-jurnalistik. Jurusan jurnalistik di perguruan tinggi masih belum mampu menyediakan calon wartawan yang siap pakai. Maka melalui program SoJ ini, diharapkan perguruan tinggi dapat terpanggil dan peduli terhadap kebutuhan wartawan sesuai yang diinginkan pasar.
Dalam pertemuan ini juga mengemuka peran SoJ nantinya menjadi tempat bagi wartawan untuk meng-upgrade kemampuan dirinya. Apalagi bagian pengembangan profesi di banyak perusahaan pers tidak mampu memenuhi kebutuhan penembahan pengetahuan bagi wartawannya.
Program
Seperti pada pertemuan sebelumnya, pertemuan ini juga memunculkan konsorsium sebagai bentuk SoJ yang akan dipilih. Melalui konsorsium, program pendidikan yang dilaksanakan bisa berupa kerjasama antarlembaga pendidikan jurnalistik yang telah ada. Dengan demikian lembaga pendidikan jurnalistik terdorong untuk lebih berkembang.
Sedangkan mengenai sasaran SoJ, disarankan tidak hanya berasal dari wartawan yang telah bekerja, tetapi bisa juga dari masyarakat umum dan mahasiswa. Selain itu perlu diberikan beasiswa dalam bentuk pendidikan gratis bagi wartawan yang bekerja di perusahaan pers tidak mampu. Meskipun demikian, ada juga yang menyarankan SoJ sebaiknya hanya terfokus pada wartawan yang telah bekerja di perusahaan pers.
Untuk menarik minat pendaftar, peserta SoJ direncanakan akan mendapat kompensasi seperti asuransi, di samping kurikulum dan praktek jurnalistik yang berbeda. Sedang dirumuskan juga kemungkinan peserta SoJ mendapat perlindungan hukum secara gratis melalui LBH Pers jika mereka terkena kasus hukum.
Dalam pertemuan ini muncul saran agar jadwal pelaksanaan program pendidikan SoJ nantinya dapat dipastikan secara rutin. Kepastian tersebut akan membantu perusahaan pers dalam menentukan wartawan yang akan dikirim untuk mengikuti pendidikan.
Menyangkut nama, beberapa peserta pertemuan ini mengusulkan supaya penyebutan ”School of Journalism” ditambah dengan kata ”Indonesian”. Ada juga yang menyarankan diganti dengan kata ”institut” agar terlihat lebih menjual. Momentum peringatan hari Kemerdekaan Pers Sedunia, 3 Mei 2008, dianggap sebagai waktu yang tepat untuk me-launching program SoJ.
Pertemuan berikutnya akan digelar dengan mengundang lembaga dan individu yang akan terlibat langsung dalam pelaksanaan SoJ. Pada pertemuan tersebut direncanakan telah terumuskan berbagai hal menyangkut proses pendirian SoJ, seperti pendanaan, tingkat strata program, kurikulum, sarana, sasaran, serta peran pihak-pihak yang terlibat.