Etika dan Nurani jadi Pegangan Wartawan

images

Narasumber menjadi bagian terpenting dalam proses produksi berita. Karena itu wartawan akan menempuh banyak cara agar bisa dekat dengan narasumber untuk mendapat informasi yang diharapkan. Apalagi narasumber seringkali hanya mau memberi informasi eksklusif kepada wartawan yang dekat dan dipercayainya.

Kedekatan wartawan dengan narasumber ini terkadang memunculkan bermacam persoalan etika. Misalnya menyangkut independensi wartawan atau konflik kepentingan dengan pihak lain. Kedekatan yang intens juga bisa menyebabkan wartawan sulit membedakan antara kepentingan publik dan si narasumber.

Meskipun demikian, hatinurani wartawan menjadi penyaring terbaik untuk memutuskan sikap seperti apa yang harus dipilih seorang wartawan terhadap narasumbernya. Yang terpenting lagi, berita yang dihasilkan wartawan berguna bagi kepentingan publik. Cara mendapat informasi menjadi tidak terlalu relefan dipersoalkan jika berita yang dihasilkan wartawan benar-benar penting bagi publik.

Demikian beberapa pemikiran yang muncul dalam acara dialog Dewan Pers Menjawab bertema ”Hubungan Wartawan dengan Narasumber” yang disiarkan stasiun TVRI, Jakarta, Rabu, 17 Oktober lalu. Hadir dalam dialog ini pemandu acara Wina Armada Sukardi, pembicara Wikrama Iryans Abidin (Anggota Dewan Pers), Atmakusumah Astraatmadja (Pengamat Pers), dan Eduard Depari (Senior Corporate Communication).

Parameter
Wartawan adakalanya harus dekat dengan narasumber dan adakalanya menjauh. Semua itu, menurut Wikrama, bergantung pada hatinurani wartawan. Namun, parameter kerja wartawan tetaplah produk jurnalistiknya, bukan caranya.

Sebuah perusahaan pers yang baik memiliki mekanisme kontrol dari redaksi kepada wartawan. Cara kontrol tersebut misalnya dengan merotasi wilayah kerja wartawan dari satu lembaga ke lembaga lain. Sistem rotasi ini untuk mengantisipasi akibat negatif yang bisa muncul karena kedekatan wartawan dengan narasumber.

Atmakusumah menjelaskan, penting bagi wartawan untuk memiliki banyak narasumber yang mempunyai keterangan berbeda. Dari keterangan berbeda itu dapat diambil informasi seobyektif mungkin. Terkait dengan narasumber yang minta dilindungi, “Saya menganjurkan (wartawan) harus melindungi,” katanya.

Sementara Eduar Depari mengingatkan jangan sampai kedekatan wartawan dengan narasumber menyebabkan wartawan tidak bisa membedakan antara kepentingan publik dengan kepentingan narasumber. Kedekatan yang dibangun hendaklah dalam kerangka untuk mendapatkan fakta jurnalistik. Menurutnya proses memperoleh berita juga harus berlandaskan etika. ”Jika wartawan emosional terlibat dengan membantu narasumber, itu tidak baik,” ungkapnya.

Ditanya mengenai pengalaman perusahaan swasta berhubungan dengan wartawan, Eduard berpendapat, perusahaan bisa diskriminatif dalam mencari media partner, tapi undiskriminatif dalam memperlakukan wartawan. ”Sikap profesional pers akhirnya juga ditentukan (dan) dinilai publik” tambahnya.*

By Administrator| 08 November 2007 | berita |