Evaluasi Pers Tahun 2007: Pemenjaraan Wartawan Terus Terjadi

images

JAKARTA - Anggota Dewan Pers, Bambang Harymurti, mengkhawatirkan tingkat kemerdekaan pers Indonesia tahun depan akan turun. Sebab selama tahun 2007 terjadi beberapa kasus eksekusi dan pengadilan terhadap wartawan.

Ia mencontohkan kasus hukuman penjara setahun terhadap Dahri Uhum Nasution, wartawan tabloid Oposisi, Medan. Kasus lainnya yaitu eksekusi enam bulan penjara terhadap Risang Bima Wijaya, wartawan dan mantan Pimpinan Umum Radar Yogya. “Ada lagi penulis yang dituntut delapan bulan penjara karena menulis opini,” katanya saat menjadi pembicara dialog “Dewan Pers Menjawab” yang disiarkan stasiun TVRI, Rabu, 19 Desember lalu.

Menurut Bambang, Dewan Pers baru saja mengeluarkan pernyataan terbuka untuk mengingatkan aparat hukum agar ikut melindungi kemerdekaan pers. “Pemerintah bertanggung jawab melindungi kemerdekaan pers,” tegasnya.

Sampai sekarang ancaman terhadap wartawan, saat melakukan kegiatan jurnalistik, masih sering terjadi. Ancaman dari negara memang relatif berkurang dibanding masa Orde Baru namun ancaman lain datang dalam bentuk konglomerasi.

Selama tahun 2007 praktik penyalahgunaan profesi wartawan juga banyak muncul. Menanggapi hal ini Dewan Pers telah resmi mengeluarkan pernyataan agar masyarakat melapor ke polisi jika ada wartawan melakukan kegiatan di luar jurnalistik, seperti memeras. “Dalam tugas jurnalistik tidak ada pengancaman,” tegas Bambang. Di samping itu Dewan Pers terus menyosialisasikan Kode Etik Jurnalistk tidak hanya kepada wartawan tetapi juga ke berbagai kalangan.

Belum Beranjak

Dalam acara yang sama Direktur Komunikasi The Habibie Center, Makmur Makka, menilai pada tahun 2007 profesionalisme pers belum banyak beranjak dibanding tahun sebelumnya. Masih banyak suratkabar yang digunakan untuk hal negatif.

Dalam pilkada, misalnya, pers “berselingkuh” dengan para calon. Menurutnya citra wartawan menjadi rusak karena praktik semacam itu. “Mereka merugikan publik karena berita bias, tidak fair karena berkolaborasi dengan sumber berita. Sebagian bahkan mau menghakimi pejabat tertentu dengan imbalan,” katanya.

Sementara pembicara lainnya, wartawan NNChannels, Mega Simarmata, menilai citra buruk pers muncul karena ada oknum yang mengaku wartawan. Mereka memanfaatkan profesi wartawan untuk kepentingan pribadi dan memeras. “Kita harus obyektif melihat wartawan karena ada orang-orang yang mengaku wartawan,” katanya.**

SMS PENONTON

“Pers Indonesia sekarang ini menurut saya beda-beda tipis dengan pers Orde Baru. Juga pers sekarang ini banyak yang tidak mengerti jurnalistik” (0813.15367xxx)

“Pers sebenarnya harus melihat keterbukaan globalisasi dan perkembangan masyarakat sehingga pers dirasakan sangat diperlukan oleh masyarakat” (0852.43632xxx)

“Pada dasarnya saya sebagai masyarakat awam tetap membela pers tetapi banyak berita yang tidak diberitakan lagi kelanjutannya. Saya sangat kecewa” (0813.62031xxx)

“Pers di daerah memang berselingkuh dengan aparat hukum. Mana berani pers membuka aib aparat hukum. Terutama apa yang telah dilakukan polisi dan jaksa di daerah” (0812.6696xxx)

“Saya membaca Koran. Di sini terlihat bila wartawan sudah masuk dalam sistem pemerintahan maka mereka tidak kritis lagi malah jadi corong penguasa” (0852.60343xxx)

“Kekuatan media itu ada pada independensinya. Jadi media yang tidak independen pasti mati” (0813.43160xxx)

“Apakah tidak ada aturan atau syarat pendidikan bagi wartawan. Sebab banyak wartawan yang pendidikannya sangat rendah sehingga perilaku dan etikanya juga rendah” (0815.41455xxx)

“Sebenarnya wartawan selalu dianggap musuh orang yang berkelakuan tidak jujur dan tidak mau menerima kiritikan, khususnya melakukan penyelewengan” (0813.42379xxx)

 

By Administrator| 04 Februari 2008 | berita |