JAKARTA - SALAH satu fungsi Dewan Pers menurut UU Pers Nomor 40 tahun 1999 adalah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus yang berhubungan dengan sebuah pemberitaan pers. Untuk itu Dewan Pers menetapkan prosedur pengaduan yang harus diketahui dan diikuti masyarakat ketika mengadukan kasus itu. Pengaduan pada dasarnya bisa ditempuh dengan beberapa cara seperti menggunakan hak jawab atau koreksi. Juga bisa dengan mengadukan kepada ombudsman media bersangkutan atau mengadu kepada organisasi wartawan. Kapan sebuah media dikatakan melakukan pemberitaan yang merugikan masyarakat? Dan langkah apa yang bisa ditempuh oleh masyarakat untuk mengadukan pemberitaan pers yang dinilai merugikan mereka? Berikut perbincangan Nanda Hidayat dari KBR 68 H dan Sekretaris Eksekutif Dewan Pers Lukas Luwarso, dengan anggota Dewan Pers Abdullah Alamudi:
Kasus apa saja yang paling banyak diadukan masyarakat kepada Dewan Pers?
Pengaduan terbanyak adalah soal pencemaran nama baik atau klaim bahwa nama baik mereka tercemar oleh sebuah media. Itu yang paling banyak. Dewan Pers menerima 20 pengaduan setiap bulan, dan bagian terbesar menyangkut klaim pencemaran nama baik. Tapi tidak semua 20 pengaduan itu benar mencemarkan nama baik. Sebagian besar klaim itu karena pengadu masih berpikir bahwa dia tidak boleh dikritik karena dia seorang pejabat, penguasa atau pengusaha beasr. Pengaduan itu kita periksa. Tapi kalau tidak melanggar kode etik pemberitaan pers, maka berita itu tidak kita kategorikan pencemaran.
Selain pencemaran nama baik kasus apa lagi yang banyak diadukan masyarakat?
Sebagian terbesar karena media menyiarkan berita yang sifatnya sepihak. Media menyiarkan berita keterangan satu orang, tanpa melakukan verifikasi kepada orang yang diberitakan tersebut. Karena itu bersifat berat sebelah. Itu jelas melanggar kode etik dan melanggar tata cara menulis berita.
Bagaimana prosedur sebuah pengaduan?
Sebenarnya banyak kasus yang menunjukkan bahwa masyarakat tidak tahu akan hak mereka. Padahal, mereka seharusnya mengontrol pers. Dalam era demokrasi, mengontrol pers bukan dilakukan oleh pemerintah, polisi, Kominfo, Kodam, Kodim, tapi dilakukan oleh masyarakat. Masalahnya masyarakat belum tahu hak mereka. Dalam UU pers pasal 17 disebutkan hak masyarakat untuk mengontrol pers. Salah satu caranya adalah menggunakan haknya sebagai warga negara untuk mengontrol pers. Kalau ada seseorang yang merasa hak atau nama baiknya dicemarkan, dia langsung menggunakan hak jawabnya. Hak jawab adalah berupa bantahan dengan fakta atas pemberitaan yang disiarkan sebuah media. Kemudian, media bersangkutan wajib melayani, menerbitkan hak jawab. Itu prosedur yang diatur UU Pers dan kode etik. Kalau tidak melayani hak jawab itu maka pers bisa dituntut.
Apakah masyarakat bisa langsung melakukan pengaduan tanpa melalui hak jawab?
Sebaiknya gunakan hak jawab dulu. Kalau hak jawab itu tidak dilayani, atau tidak puas maka masyarakat mengadukannya kepada Dewan Pers. Dan Dewan Pers melakukan penilaian atas berita dan hak jawab yang diadukan.
Berapa lama masyarakat melakukan pengaduan atas sebuah pemberitaan?
Pengaduan atas sebuah berita di media cetak sebaiknya dilakukan dalam waktu dua bulan sejak berita itu muncul. Jika media elektronik seperti televisi atau radio, maka sebaiknya dalam tempo dua minggu. Karena jika lebih dari itu, maka akan sulit di-trace.
Berapa lama masyarakat mendapat hasil dari sebuah pengaduan?
Itu bergantung pada kasus dan tempatnya. Karena Dewan Pers hanya satu yakni di Jakarta, dan anggotanya juga hanya 9 orang. Kalau mendapatkan pengaduan kita melihat kelengkapan pengaduan. Jika lengkap akan kita jawab segera. Ada yang cepat, misalnya dalam beberapa kasus, satu orang menggunakan hak jawab. Surat hak jawab itu juga ditembuskan kepada Dewan Pers. Lalu Dewan Pers mengirimkan surat itu kepada media bersangkutan agar media itu menerbitkannya. Biasanya, sebuah media yang profesional, langsung meresponnya. Tapi tidak berlaku untuk media yang tidak profesional. Media itu cukup sulit atau lamban merespon.
Anda pernah mendapat kesulitan dari media?
Kalau media itu di daerah kita yang datang. Tapi bergantung juga pada jawaban mereka. Kalau kita sudah kirimi surat tapi tidak ada jawaban dan jawaban berbelit-belit, maka kita akan menunjukkan kesalahan media. Untuk hal ini, media bisa dituntut denda 500 juta rupiah. Jadi, media bisa memilih. Melayani hak jawab masyarakat atau akan diadukan ke aparat hukum.
Kasus apa yang sementara diproses?
Kasus Tabloid Investigasi melawan Gubernur Kepulauan Riau. Juga ada kasus yang paling ramai dibicarakan adalah perselisihan antara PT Asian Agri dengan Majalah Tempo. Itu yang sedang kita kerjakan. Mudahan dalam waktu tidak lama ini kita bisa pertemukan mereka atau mencari penyelesaian. Tugas utama Dewan Pers adalah mencari penyelesaian damai, win-win solution. Yang merasa dirugikan kita tunjukan bahwa kerugiannya tidak sebesar mereka duga. Sedangkan bagi media yang melakukan pencemaran kita imbau tidak melakukannya lagi. Mudah-mudahan dari situ kita bisa menemukan jalan tengah. Misalnya media meralat berita dan meminta maaf dan membuat pernyataan dengan disaksikan Dewan Pers.
Jika jalan damai tidak tercapai?
Jika media bersangkutan salah, maka Dewan Pers membuat pernyataan penilaian. Pernyataan penilaian itu menunjukkan kalimat atau berita yang melanggar kode etik. Setelah itu kita umumkan kepada masyarakat. Itu bisa dibacakan di website Dewan Pers, atau media lainnya.* (Fransiskus Saverius Herdiman)