Masih Banyak Kendala Tingkatkan Mutu Pers

images

JAKARTA - Anggota Dewan Pers, Bekti Nugroho, menyatakan tugas utama Dewan Pers adalah menjaga kemerdekaan pers. Dalam pelaksanaan tugas tersebut Dewan Pers melakukan berbagai kegiatan, seperti meningkatkan profesionalisme wartawan, media literacy untuk masyarakat, sosialisasi UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik, serta menerima pengaduan tentang pers.

“Pengaduan masyarakat meningkat setiap tahun,” ungkap Bekti saat menjadi pembicara dialog Dewan Pers bertema “Pers Ibukota” yang disiarkan langsung oleh TVRI, Selasa, 24 Juni lalu. Dialog ini juga dihadiri Ketua PWI Jaya, Kamsul Hasan, dan Kepala Dinas Pariwisata Arie Budhiman.

Menurut Bekti, masih dibutuhkan kerja keras guna memberi penyadaran kepada masyarakat untuk turut melindungi kemerdekaan pers. Sebab, dari hasil survei Dewan Pers yang dilakukan bulan April 2008, sebanyak 45\\% responden memilih langsung mengadu ke polisi jika merasa dirugikan oleh pemberitaan pers. Sedang yang mendahulukan penggunaan Hak Jawab hanya 35\\%.

Dewan Pers akan terus menyosialisasikan penggunaan Hak Jawab sebagai mekanisme terbaik penyelesaian kasus pemberitaan pers. Masyarakat juga dapat mengadu ke Dewan Pers. “Dewan Pers hanya membela pers profesional. Kalau ada wartawan memeras laporkan ke polisi dan Dewan Pers tidak akan membela wartawan itu,” katanya.

Kritik Pers
Sementara itu Arie Budhiman mengungkapkan, ada perhatian besar pers terhadap persoalan Jakarta. Ia mencatat, dalam satu minggu, dari 20 media cetak ada sekitar 347 berita yang terkait masalah Jakarta. Namun sebagian dari berita tersebut tidak cukup mendalam dan obyektif. “Hanya 77 yang dikategorikan cukup baik dan mendalam menurut Pemprov DKI Jakarta,” ungkapnya.

Menanggapi masih banyaknya pers jadi-jadian atau “abal-abal” di Jakarta, Arie menganggap masyarakat sudah cukup cerdas untuk menilai pers yang baik. Pemprov DKI Jakarta juga mencoba memisahkan antara pers kritis dan “abal-abal”.

Pers diharapkan dapat membantu pencitraan positif terhadap pemerintah. Namun, Arie menyadari, pers di era demokrasi juga dituntut melakukan penyeimbangan informasi. Ada informasi positif dan juga kritik. “Kekurangan di DKI Jakarta silahkan dikritik,” katanya.

Sedangkan Kamsul Hasan berpendapat, saat ini banyak muncul pers baru yang tidak dibarengi kesiapan mengelola perusahaan pes. Bahkan ada yang mendirikan perusahaan pers dengan tujuan untuk melanggar etika. Dalam kaitan ini ia mengkritik penetapan Standar Perusahaan Pers oleh Dewan Pers, yang menyebut modal minimal perusahaan pers hanya Rp.50 juta. Sedikitnya standar modal ini tidak dapat membantu memerangi keberadaan media tidak profesional atau “abal-abal”.

Selain itu, pers yang muncul belakangan ini banyak dimasuki kepentingan pemilik modal. Padahal dalam Standar Perlindungan Profesi Wartawan yang telah disahkan Dewan Pers ada larangan pemilik modal menekan wartawan. Kamsul memberi contoh “Pers yang diambil alih konglomerat dilarang meliput hal-hal tertentu yang terkait dengan kepentingannya.”

SMS PEMIRSA

“Tolong iklankan lagi pengaduan ke Dewan Pers ke media TV. Karena di Lampung banyak sekali terjadi pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik dalam pemberitaan.” (0721.7322xxx)

“Subyektifitas dan obyektifitas pers indonesia karena dipengaruhi oleh korporasi. Ini pers tidak lagi bisa independen. Bagaimana Dewan Pers mengarahkannya?” (031.71935xxx)

“Dari sekian banyak kritik media massa kepada pemerintah, berapa banyak yang ditanggapi positif oleh pemerintah.” (0813.79065xxx)

“Dalam melihat hasil sebuah berita tolong ditinjau juga redakturnya dan pihak redaksi. Karena pihak tersebut bisa saja mengubah angel berita.” (0852.62466xxx)

“Kenapa wartawan sekarang condong seperti provokator, tidak seperti dulu menjadi lidah masyarakat dan menjaga kesatuan/persatuan bangsa.” (0818.03129xxx)

“Pers “abal-abal” mereka rekanan pengusaha dan pejabat yang dapat membelokkan berita.” (0815.32975xxx)

“Banyak pejabat/pengusaha yang membenci pers karena takut bobroknya tekuak ke publik. Ada pers aja KKN subur apalagi tidak ada.” (0813.19990xxx)

“Banyak wartawan bodrex yang memeras PNS dengan cara menakut-nakuti sambil meninggalkan nomor rekening bank-nya. Tolong tertibkan.” (0813.86431xxx)

“Sudah tahu jadi wartawan gajinya kecil, kok mau jadi wartawan? Kalau memang perusahaan mampunya menggaji kecil. Permasalahannya masih punya moralkah wartawan?” (021.71191xxx)

By Administrator| 01 Juli 2008 | berita |