Dewan Pers Dorong Organisasi Wartawan Tegakkan Sanksi

images

JAKARTA - Undang-Undang No.40/1999 tentang Pers yang memayungi kebebasan pers juga menyertakan kebebasan wartawan untuk memilih organisasi wartawan. Karenanya muncul puluhan organisasi wartawan baru. Pada tahun 2008 ini, menurut data Dewan Pers, jumlahnya mencapai 39 organisasi.

Keberadaan organisasi wartawan diperlukan untuk turut mendorong profesionalisme pers dan menjaga kebebasan pers. Organisasi wartawan menjadi mitra Dewan Pers dalan mengawasi pelaksanaan etika pers.

Dalam penutup Kode Etik Jurnalistik disebutkan, “sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan.” Artinya, organisasi wartawan diharapkan aktif memberi sanksi kepada anggotanya yang melanggar etika.

Demikian antara lain pendapat yang muncul dalam acara dialog Dewan Pers yang disiarkan TVRI selasa, 12 Agustus lalu. Dialog ini membahas tema “Peran Organisasi Wartawan” dengan menghadirkan pembicara Anggota Dewan Pers, Bambang Harymurti, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Heru Hendratmoko, dan Panitia Kongres ke-22 Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Asro Kamal Rokan.

Mitra
Dewan Pers, antara lain, menempatkan organisasi wartawan sebagai mitra dalam penegakan kode etik. Apalagi sanksi kepada wartawan yang melanggar kode etik hanya bisa diberikan oleh organisasi wartawan dan perusahaan pers. Organisasi wartawan dapat menindaklanjuti penilaian dan rekomendasi Dewan Pers terhadap pemberitaan yang melanggar etika, jika yang melanggar tersebut anggotanya.

Menurut Bambang Harymurti, Dewan Pers merasa harus memfasilitasi pengembangan organisasi wartawan. Karena itu, pada tahun 2006 Dewan Pers telah memfasilitasi penyusunan Standar Organisasi Wartawan. Dalam standar tersebut dicantumkan berbagai syarat mendasar untuk mendirikan dan mengelola organisasi wartawan.

“Dalam memilih anggota Dewan Pers, hanya organisasi wartawan yang memenuhi standar yang bisa memilih,” ungkap Bambang.

Sementara itu, Heru Hendramoko melihat ada tiga fungsi organisasi wartawan. Yaitu menjaga kebebasan pers, meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan wartawan. Menurutnya, AJI yang dipimpinnya berupaya menjalankan ketiga fungsi tersebut.

“Perkembangan ke depan lebih penting untuk disikapi,” kata Heru menanggapi pernah diberlakukannya organisasi wartawan tunggal di masa Orde Baru.

Di tempat yang sama, Asro Kamal Rokan mendorong tumbuhnya kerjasama antar organisasi wartawan. Anggota pengurus PWI ini mencontohkan kasus-kasus kekerasan terhadap pers yang semestinya disikapi dan dibela bersama oleh organisasi wartawan.(red)


Tentang Organisasi Wartawan

- Pasal 7 UU Pers: “Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.”

- Penutup Kode Etik Jurnalistik: “…sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan…”

- Standar Organisasi Wartawan: Dibuat dengan tujuan perlu “...dikembangkan organisasi wartawan yang memiliki integritas dan kredibilitas serta dengan anggota yang profesional...” Standar ini berisi 13 butir ketentuan mengenai organisasi wartawan.


SMS PENONTON TVRI:

“Menurut saya organisasi wartawan lebih baik fokus pada soal kesejahteraan wartawan. Kalau soal profesionalisme serahkan ke perusahaan pers.” (0815.14091xxx)

“Tolong, para wartawan bodrex dan wartawan amplop diberantas karena merusak citra pers apalagi mau menghadapi lebaran.” (0341.9379xxx)

“Menurut saya organisasi wartawan harus selalu mengingatkan anggotanya untuk mentaati etika dalam menjalankan profesi.” (0815.14049xxx)

“Apakah PWI, Dewan Pers, AJI dan segenap insan pers di NKRI sudah bersatu untuk tampil menghadapi pers dan media luar yang nampaknya lebih mendapat tempat dan menarik simpati di kalangan intelektual dan orang awam?” (0411.2456xxx)

“Sebenarnya hidup dan bergerak sebuah organisasi tergantung dari pikiran-pikiran orang yang ada di dalam organisasi tersebut.” (021.92396xxx)

By Administrator| 19 Agustus 2008 | berita |