Perusahaan Pers Perlu Ratifikasi Kompetensi Wartawan

images

JAKARTA - Ketua Umum Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) Pusat, Dahlan Iskan, mengusulkan sistem ratifikasi kompetensi wartawan. Caranya, perusahaan pers mengajukan ratifikasi tersebut ke Dewan Pers berdasar pedoman kompetensi wartawan yang telah disusun Dewan Pers sejak tahun 2005 lalu. Secara berkala Dewan Pers mengumumkan media yang sudah meratifikasi.

Ratifikasi ini tidak akan sulit dilakukan oleh media mainstream. Sebab, mereka umumnya sudah memiliki dan menjalankan sistem kompetensi. Sedang bagi media lain akan terdorong memperbaiki manajemen dan kompetensi wartawannya untuk dapat ikut meratifikasi.

“Kita harus fokus cara mengoperasionalkan (buku) ini karena tuntutan kuat dari masyarakat untuk menyehatkan pers,” kata Dahlan sebagai pembicara diskusi Kompetensi Wartawan yang digelar Dewan Pers di Jakarta, Rabu, 15 Oktober lalu. Hadir juga sebagai pembicara, Wakil Pemimpim Redaksi Kompas, Trias Kuncahyono, sedang sebagai moderator Sekretaris Eksekutif Dewan Pers, Lukas Luwarso.

Langkah

Dahlan mengusulkan, isi ratifikasi setidaknya memuat sepuluh sistem kompetensi yang harus dijalankan perusahaan pers, yaitu, sistem pendidikan bagi wartawannya. Misalnya, keharusan wartawan mengikuti pendidikan keilmuan dasar di bidang jurnalistik. Kemudian, memiliki sistem rekrutmen yang jelas. Di sini harus ada syarat “panggilan jurnalistik” dalam rekrutmen calon wartawan.

Sistem lainnya menyangkut pendidikan peningkatan keterampilan jurnalistik; sistem penghasilan atau penggajian wartawan; sistem lefel wartawan; sistem jenjang karir wartawan; serta sistem evaluasi kompetensi.

Ketentuan lain yang perlu diratifikasi ialah memasukkan Kode Etik Jurnalistik dalam peraturan perusahaan pers; kesediaan mentaati apapun keputusan Dewan Pers dalam penyelesaian sengketa pemberitaan, dan terakhir, bersedia mencantumkan logo ratifikasi.

“Mungkin ada media yang tidak mau meratifikasi. Namun kelak kita umumkan inilah media yang mau meratifikasi standar kita,” tambah Dahlan.

Menurutnya, media-media mainstream yang menguasasi 80\% oplah suratkabar di Indonesia, umumnya sudah menjalankan ketentuan kompetensi seperti yang dirumuskan Dewan Pers. Sedangkan banyak media bukan mainstream yang menganggap buku ini penting namun tidak bersedia menjalankannya.

Sementara itu, Trias Kuncahyono menilai pentingnya pedoman kompetensi dari Dewan Pers meski setiap media memiliki karakter berbeda. Media dapat mengembangkan pedoman ini sesuai kebutuhan dan filosofinya.

Terkait uji kompetensi, ia berpendapat perlu juga dilakukan uji soft skill di samping skill atau kemampuan jurnalistik. Uji tersebut dapat meliputi kemampuan kepemimpinan dan pemahaman terhadap filosofi medianya.

“Tetap harus diukir seberapa jauh seseorang itu memahami, katakanlah, filosofi media dimana dia bekerja,” katanya.

Dalam diskusi ini beberapa peserta berpendapat pedoman kompetensi yang sudah disusun Dewan Pers belum perlu direvisi. Sementara terkait isi kompetensi, ada yang mengusulkan perlunya dielaborasi lebih jauh soal jenjang karir dan pendidikan, pengujian soft skill, serta kebutuhan kemampuan wartawan berinteraksi dengan lingkungan dan sosial-budaya masyarakat.*

By Administrator| 20 Oktober 2008 | berita |