Liputan Infotainmen Lemah dalam Verifikasi

images

JAKARTA - Anggota Dewan Pers, Abdullah Alamudi, mensinyalir saat ini banyak wartawan infotainmen yang belum pernah membaca Kode Etik Jurnalistik. Sehingga sulit berharap mereka dapat memahami atau menaatinya. Padahal, wartawan televisi memiliki lebih banyak rambu etika dan hukum dibanding wartawan cetak.

Menurutnya, kelemahan verifikasi paling banyak ditemukan dalam liputan infotainmen. Kesalahan ini cukup fatal karena dapat berakibat buruk pada artis atau narasumber yang diberitakan.

“Disiplin jurnalisme adalah verifikasi. Tidak ada berita yang boleh dipublikasikan tanpa usaha verifikasi,” kata Alamudi sebagai pembicara acara dialog Dewan Pers yang disiarkan langsung oleh TVRI, Selasa malam (14/10/2008). Pembicara lain yang hadir yaitu artis Anwar Fuadi dan pengamat komunikasi budaya, Veven Sp Wardhana. Dialog dipandu Anggota Dewan Pers, Wina Armada Sukardi.

Edukasi

Veven menemukan ada beberapa tayangan infotainmen yang edukatif, misalnya tentang artis yang gigih bekerja hingga karirnya berhasil. Liputan soal pernikahan atau perceraian artis sebenarnya dapat diberitakan. Masalahnya, liputan semacam itu biasanya dilebih-lebihkan dengan menggali alasan di balik pernikahan atau perceraian yang dipenuhi subyektifitas wartawan infotainmen.

Tayangan infotainmen yang juga tidak mendidik, misalnya, liputan tentang pendapat para cenayang atau ahli ramal.

Sementara itu, Anwar Fuadi mengakui, artis memang rawan terkena gosip. Umumnya mereka dapat memahami kondisi tersebut. Meski begitu ia tidak menyangkal ada artis yang suka digosipkan, bahkan minta liputan rekayasa.

Hubungan artis dengan wartawan saling membutuhkan. Karena itu, Anwar berpendapat sebaiknya artis terbuka terhadap wartawan. Sebaliknya, wartawan tidak membuka informasi yang dapat merusak pribadi artis. “Wartawan kadang nyebelin, terlalu mengejar-ngejar sampai tetangga,” imbuhnya.

Menanggapi hal itu, Abdullah mengatakan, wartawan seharusnya menghargai kehidupan pribadi artis. Jika ada artis tidak mau dibuka informasi pribadinya, wartawan tidak bisa memaksa. Sedang dalam kasus wawancara dengan tetangga artis, menurutnya, tetangga tidak cukup kredibel untuk menjadi narasumber urusan kehidupan pribadi.

Ia menambahkan, jika ada artis berkonflik dengan pers sebaiknya mengadu ke Dewan Pers, tidak langsung ke pengadilan. Proses penyelesaian di Dewan Pers dilakukan dengan mediasi. Sehingga ada kepuasan dari kedua pihak yang bersengketa.*

By Administrator| 23 Oktober 2008 | berita |