Jakarta - Sejumlah majalah pria dewasa meratifikasi Pedoman Distribusi Media Cetak Khusus Dewasa yang disahkan Dewan Pers pada Oktober lalu. Ratifikasi ini dilakukan dengan cara menandatangani naskah di hadapan sejumlah lembaga serta agen dan distributor media di Jakarta Media Center, Senin, (22/12/2008).
Ratifikasi ini menegaskan komitmen pengelola media khusus dewasa untuk menaati Pedoman Distribusi. Media-media yang menandatangani ratifikasi, antara lain, FHM Indonesia, X2 Men’s Magazine, Maxim Indonesia, BBm, Barbuk, Popular, Oke Magazine, Formen, dan Triple 8.
Acara ratifikasi juga disertai diskusi dan sosialisasi distribusi media khusus dewasa dengan menghadirkan pembicara Wakil Ketua Dewan Pers, Leo Batubara, pimpinan Trantib DKI Jakarta, Hendri, dan pengamat pers, Ade Armando.
Leo mengungkapkan, Pedoman Distribusi yang dibuat Dewan Pers bersama pengelola media khusus dewasa merupakan bentuk swa-regulasi di bidang pers. Pembuatannya menjadi bagian perjuangan melindungi hak masyarakat tertentu untuk dapat “menikmati” media khusus dewasa dan memberi perlindungan bagi bisnis media tersebut.
“Adukan media yang melanggar. Nanti akan kami jewer,” kata Leo.
Ia melanjutkan, Dewan Pers dan Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) akan membantu persoalan yang dihadapi media yang mau mengikuti Pedoman Distribusi, misalnya dirazia. “Dewan Pers dalam kapasitasnya akan melindungi anda (media dewasa),” imbuhnya.
Pedoman Distribusi memuat tujuh poin. Antara lain mengatur, penyebaran media dewasa tidak boleh dilakukan di tempat yang terjangkau anak-anak, di lingkungan sekolah, dan di tempat ibadah. Selain itu, sebagian sampul media dewasa juga wajib ditutup.
Enam Larangan
Sementara itu, Ade Armando menjelaskan, UU No.44/2008 tentang Pornografi membagi pornografi dalam dua kategori, yaitu, pornografi yang dilarang dan yang harus diatur. Bentuk pornografi yang dilarang termuat pada Pasal 4, meliputi: pemuatan persenggamaan, kekerasan seksual, masturbasi atau onani, ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan, dan alat kelamin.
Lebih lanjut, ia menilai, majalah-majalah yang tidak memuat enam hal itu, sesuai UU Pornografi, tidak dilarang. Namun, media-media tersebut harus diatur distribusinya melalui peraturan perundang-undangan.
“UU (Pornografi) ini tidak melarang media-media (dewasa) ini, tapi keberadaannya harus diatur,” ungkap Ade yang ditunjuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan untuk membantu penyusunan UU Pornografi saat dibuat.
Ia mengusulkan, Pedoman Distribusi yang dibuat Dewan Pers bersama media khusus dewasa segera diajukan ke pemerintah untuk bahan pembuatan Peraturan Pemerintah (PP). Melalui PP, mengaturan distribusi media khusus dewasa ini akan mendapat kepastian hukum.*