Jakarta - Organisasi wartawan harus mendorong anggotanya untuk menghasilkan berita berkualitas, aktif memantau penegakan kode etik, dan selektif dalam merekrut anggota. Jika langkah ini terus dilakukan, kualitas wartawan akan meningkat.
Saat ini ada organisasi wartawan yang keberadaannya justeru merusak citra pers dan melakukan kegiatan di luar persoalan pers. Anggotanya kebanyakan bukan wartawan atau penulis aktif. Karya jurnalistik yang dihasilkan mereka cenderung melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Demikian beberapa pemikiran yang muncul dalam dialog Dewan Pers yang disiarkan langsung oleh TVRI, Selasa malam, (9/12/2008). Dialog yang dipandu Wina Armada Sukardi ini bertema “Peran Organisasi Wartawan dalam Meningkatkan Kinerja Pers.” Menghadirkan pembicara Leo Batubara (Wakil Ketua Dewan Pers), Nezar Patria (Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen-AJI), dan Kamsul Hasan (Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia-PWI Jakarta).
Tertantang
Leo mengungkapkan, sekarang ini masih banyak wartawan yang tidak membaca UU Pers dan memahami KEJ. Padahal, keduanya penting sebagai petunjuk bagi wartawan saat bekerja.
Karena itu, organisasi wartawan harus tertantang untuk mendorong anggotanya menjadi cerdas, taat kode etik, dan menghasilkan berita berkualitas. Keberadaan wartawan yang cerdas dengan sendirinya membantu tumbuhnya media mencerdaskan.
“Media bisa mencerdaskan kalau wartawannya cerdas,” tegas Leo.
Nezar membenarkan, organisasi wartawan harus mendukung anggotanya untuk menjaga kode etik dan nama baik profesinya.
Terkait dengan munculnya benturan kepentingan antara wartawan dengan perusahaan pers, ia menegaskan, kesetiaan wartawan utamanya pada profesinya. Organisasi wartawan dapat membantu wartawan untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Ia bisa lari ke organisasi profesi, inilah gunanya organisasi,” kata Nezar.
Sementara itu, Kamsul mengungkapkan pentingnya seleksi yang lebih ketat saat organisasi wartawan merekrut anggota. Di PWI Jakarta, misalnya, calon anggota harus bersedia untuk menandatangani surat pernyataan tidak memeras.
“Daripada mereka mencoreng nama PWI lebih baik tidak menjadi anggota PWI,” ungkapnya.*
SMS PEMIRSA
“Mengapa citra wartawan buruk di kalangan pejabat dan masyarakat, apakah profesi wartawan sangat menyeramkan?” (0856.69726xxx)
“Semakin banyak organisasi wartawan, makin banyak wartawan amplop.” (P. Siswanto di Wonogiri)
“Wartawan kayaknya perlu diklat, berilustrasi objektif, dan berbudi luhur serta bersertifikat. Baru (setelah itu) dinyatakan wartawan.” (Atma di Bengkulu)
“Umumnya wartawan di daerah tidak memperoleh gaji yang cukup bahkan sangat memperihatinkan. Coba lakukan penelitian untuk itu.” (Edwin di Siantar)
“Banyak wartawan datang ke sekolah yang mendapat rehab, meminta uang dengan memaksa.” (Karadusman di Cianjur)
“Wartawan disamping meliput berita ada juga yang diwajibkan menjual koran di perusahaan tempatnya bekerja.” (Mudawar di Pariaman)
“Wartawan bekerjalah dengan baik, tulis berita apa adanya, jangan melenceng.” (0813.74121xxx)