KUPANG (KOMPAS.com) - Anggota Dewan Pers, Bambang Harymurti, menegaskan bahwa pihaknya akan memperjuangkan hak hukum wartawan secara optimal.
"Hak hukum wartawan akan diperjuangkan secara optimal. Saya optimistis wartawan bisa memperoleh perlakuan hukum yang adil," kata Bambang Harymurti pada lokakarya Pers Membangun Demokrasi dan Perdamaian yang dilaksanakan atas kerja sama Departemen Luar Negeri dengan Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) di Kupang.
Perjuangan yang sudah dilakukan, katanya, antara lain mengampanyekan pasal pencemaran yang selama ini digunakan untuk menjerat wartawan dan perusahaan pers agar dapat dihilangkan dalam perangkat hukum di Indonesia.
Selain itu, lanjutnya, dalam kasus pidana pers, Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung juga telah memerintahkan kepada aparat di tingkat bawah untuk menghadirkan Dewan Pers sebagai saksi ahli.
Dia menambahkan, kalaupun pasal pencemaran ini tetap dipertahankan dalam peraturan hukum di Indonesia, maka perjuangan terakhir adalah menghapus ancaman hukuman pidana dan menjadikan kasus pers sebagai kasus perdata. Hal senada diungkapkan Atmakusumah Astraatmadja dari Lembaga Pers Dr Soetomo.
"Kita sudah melakukan berbagai upaya, baik di dalam negeri, maupun di forum internasional yang intinya adalah memperjuangkan secara sungguh-sungguh agar penerapan hukum pidana dalam kasus pers dapat dihilangkan," katanya.
Namun, hukuman denda juga harus menggunakan pola denda proporsional. Artinya, hukuman yang dijatuhkan kepada wartawan dan perusahaan pers tidak boleh disamakan, walaupun bobot kesalahan yang dibuat antara satu media dan media yang lain sama.
Perusahaan surat kabar yang besar, misalnya, jika pengadilan menjatuhkan hukuman denda Rp 100 juta, maka perusahaan surat kabar yang lebih kecil hanya dikenakan denda Rp 10 juta karena kedua perusahaan itu sangat jauh berbeda.
Penerapan pasal perdata yang berlebihan mengakibatkan media massa tetap dalam ancaman kebangkrutan sebagai dampak dari sebuah keputusan hukum.
"Kita tidak bisa memberikan denda kepada perusahaan surat kabar yang kecil Rp 1 triliun. Itu namanya langsung membunuh perusahaan tersebut," kata Atmakusumah.
Lokakarya ini merupakan tindak lanjut dari Global InterMedia Dialogue 2008 (GMID) di Bali, guna mengomunikasikan hasil kesepakatan jurnalis internasional di forum GMID kepada jurnalis daerah. Kegiatan ini juga diikuti perwakilan dari negara Timor Leste dan berlangsung hingga 15 Oktober.