Pangkalpinang (ANTARA News) - Dewan Pers menggelar lokakarya tentang kode etik jurnalistik pada 29-31 Oktober di Kota Pangkalpinang, Bangka Belitung (Babel) yang diikuti puluhan insan pers dari berbagai media cetak dan elektronik di daerah itu.
Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara, mengatakan, kode etik merupakan pedoman kerja para wartawan untuk menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas dan profesional.
"Pekerja pers harus taat kode etik jurnalistik agar karya yang dihasilkan independen, akurat, berimbang dan tidak beriktikad buruk serta menempuh cara profesional," ujarnya.
Ia mengatakan, UU Nomor 40 tahun 1999 tentang pers melindungi kebebasan pers yang berfungsi mengontrol pemerintah, bukan sebaliknya dikontrol oleh pemerintah.
"Pemerintah tidak berwenang mengintervensi penyelenggaraan pers karena regulasi penyelenggaraan pers disusun oleh dari dan untuk komunitas pers, penerbitan pers tidak memerlukan izin penerbitan dan bebas dari sensor serta bridel," ujarnya.
Ia menyatakan, kesalahan karya jurnalistik diselesaikan dengan hak jawab dan jika belum memuaskan diproses dengan menggunakan UU pers pasal 18 ayat 1 dan ayat 2 dapat dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500 juta.
"Wartawan dilindungi dalam UU Pers, tidak bisa dipenjara kecuali melakukan tindak pemerasan dan berita cabul. Jadi, polisi dan aparat penegak hukum lainnya harus benar-benar memahami hal tersebut," katanya.
Ia menyatakan, Dewan Pers siap membela wartawan yang menemui masalah hukum terkait dengan profesinya yaitu bertindak sebagai mediasi dan melakukan advokasi.
"Dewan pers sebagai mediasi, mempertimbangkan dan mengupayakan penyelesaikan pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers," ujarnya.
Dia menyatakan, belakangan ini ancaman kriminalisasi terhadap pers meningkat, penguasa masih menganggap sebagai penjahat dan sikap penguasa yang masih otoriter terhadap pers.
"Pemerintah orde reformasi masih mempertahankan politik hukum yang mengkriminalisasikan pers," ujarnya.(*)