Dewan Pers pada 20 – 23 Desember 2009 melakukan kunjungan ke Thailand dalam rangka melakukan kerjasama di bidang pers dan menguatkan peran Dewan Pers dalam melindungi kemerdekaan dan mengawasi pelaksanaan etika jurnalistik.
Selama di Thailand, delegasi Dewan Pers bertemu dengan Perdana Menteri Kerajaan Thailand, Abhisit Vejjajiva, Anggota National Press Council of Thailand (NPCT) atau Dewan Pers Thailand, Thai Broadcast News Council, dan Thai Journalists Association and Thai Broadcast Journalists Association. Dewan Pers juga berkunjung ke kantor redaksi Bangkok Post, Thairath Newspaper, Thai Public Broadcasting, dan pengurus Media Monitoring Thailand.
Berikut ini catatan dari pertemuan Dewan Pers dengan beberapa pejabat, tokoh, dan lembaga selama di Thailand:
Catatan pertama: Perdana Menteri Kerajaan Thailand, Abhisit Vejjajiva, saat bertemu delegasi Dewan Pers menyatakan, sepanjang tahun 2009 Parlemen bersama masyarakat pers di Thailand sedang membahas RUU tentang perlindungan profesi jurnalis. RUU tersebut menjadi bukti kesadaran bersama bahwa kegiatan jurnalis dalam menyampaikan informasi kepada publik sangat penting sehingga harus dilindungi. Selain itu, Thailand telah memberlakukan the 2007 Press Registration Act menggantikan 1941 Press Act yang banyak berisi pembatasan.
Catatan kedua: Di dalam perubahan Undang-Undang Dasar Kerajaan Thailand pada tahun 2007 dicantumkan jaminan terhadap kemerdekaan pers (Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47 dan Pasal 48). Jaminan itu diperoleh melalui perjuangan masyarakat pers Thailand.
Dalam seminar ”Self Regulation of the Media in Thailand” yang digelar khusus untuk menyambut delegasi Dewan Pers, kalangan pers Thailand—perwakilan dari National Press Council of Thailand, Thai Broadcast News Council, Thai Journalists Association and Thai Broadcast Journalists Association—menyampaikan stategi-stategi yang mereka tempuh sampai berhasilnya pasal mengenai perlindungan kemerdekaan pers dimasukkan ke dalam konstitusi Thailand.
Catatan ketiga: Dewan Pers Indonesia dan Thailand sama-sama bertugas penyelesaian sengketa akibat berita pers berdasar etika jurnalistik. Perbedaannya, Dewan Pers Indonesia dapat menyidangkan sengketa berita—untuk penegakan etika jurnalistik—yang melibatkan seluruh pers di Indonesia. Sementara itu, Dewan Pers Thailand hanya dapat menyidangkan sengketa yang melibatkan anggotanya karena mereka menganut sistem keanggotaan.
Catatan keempat: Studi ke redaksi Bangkok Post—harian berbahasa Inggris yang terbit sejak tahun 1946—mengarah pada diskusi mengenai pengalaman surat kabar itu dalam merumuskan code of conduct atau guideline bagi wartawannya, termasuk merumuskan the nine cardinal principles (the nine commandments).
Catatan kelima: Pemilik harian Thairath Newspaper, saat menerima kunjungan delegasi Dewan Pers, menceritakan upaya mereka untuk tumbuh besar seperti sekarang. Oplah surat kabat ini hampir mencapai satu juta eksemplar dan tersebar di hampir seluruh Thailand.
Catatan keenam: Lembaga penyiaran di Thailand juga tumbuh. Pada 2009 ada enam stasiun televisi: dua dimiliki oleh militer, dua dimiliki swasta, satu dimiliki Department Public Relations, dan satu lagi Thai Public Broadcasting yang baru berdiri 15 Januari 2008. Pendirian Thai Public Broadcasting sebagai televisi publik, merupakan bagian dari hasil positif perubahan Konstitusi Thailand. Program mengenai keberagaman budaya Thailand menjadi salah satu program yang harus disiarkan TV publik ini untuk mengambarkan keragaman etnis warganegara Thailand. Direktur Thai Public Broadcasting menyampaikan keinginannya untuk belajar lebih banyak dari TV publik di Indonesia (TVRI) dan keberadaan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Catatan ketujuh: Delegasi Dewan Pers melakukan pembicaraan penting dengan aktivis Media Monitoring Thailand, sebuah lembaga yang memiliki visi untuk menciptakan perubahan sosial dan pengembangan pengetahuan melalui hasil pemantauan terhadap media. Media Monitoring Thailand melakukan pemantauan program TV terkait keluarga, anak-anak, berita, pemilihan umum, dan lain-lain. Mereka juga melakukan pendampingan pada kelompok masyarakat agar masyarakat mengenal lebih jauh tentang media.(*)