Jakarta, Kompas - Sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dinilai berpotensi mengkriminalisasi pers. Ada ketentuan mengenai informasi yang dikecualikan yang perlu diperjelas agar tak menimbulkan perbedaan persepsi dan bisa digunakan untuk menjerat serta membelenggu kebebasan pers.
"Ada pasal-pasal karet yang bisa mengancam pidana bagi pers," kata Ketua Dewan Pers Bagir Manan pada diskusi "UU Keterbukaan Informasi Publik: Informasi yang Dikecualikan dan Dampaknya terhadap Kemerdekaan Pers" di Jakarta, Senin (3/5). Dicontohkan, ketika pers berusaha mendapatkan informasi dengan baik dan memublikasikan, masih ada potensi pers dituntut manakala badan publik memiliki persepsi informasi itu merupakan rahasia atau informasi yang dikecualikan.
"Dia (badan publik) berpendapat, rahasia untuk kepentingan publik, sedangkan pers berpendapat bukan rahasia untuk kepentingan publik. Ini masalah yang harus diselesaikan dengan baik. Yang selalu potensial terkena pasal ini pers," katanya. Solusinya, ujar Bagir, perlu ada aturan lanjutan untuk menjelaskan soal informasi yang dikecualikan. Untuk itu, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Komisi Informasi, dan Dewan Pers perlu membahas aturan yang mempertegas UU KIP.
Staf Ahli Menkominfo Bidang Media Massa Henry Subiakto, yang menjadi pembicara dalam diskusi itu, mengatakan, informasi yang dikecualikan yang diatur dalam Pasal 17 dinilai kurang menguntungkan bagi pers. Pasal ini bisa dijadikan payung hukum bagi polisi dan jaksa untuk tidak memberikan informasi tentang penanganan kasus jika dinilai informasi itu bisa menghambat penanganan perkara.
Menurut Ketua Komisi Informasi Pusat Ahmad Alamsyah Saragih, ketentuan dalam UU KIP tak bisa begitu saja memidanakan pers. Jika ada penyimpangan yang mengakibatkan kerugian negara, pers yang mengangkat informasi itu dilindungi Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban ataupun Undang-Undang Pers. (WHY)
Sumber: Harian Kompas, Selasa, 4 Mei 2010