Jakarta - Dewan Pers menilai banyak pelanggaran kode etik jurnalistik yang dilakukan media televisi pada peristiwa Priok Berdarah April lalu. Media televisi secara tidak sadar melakukan penyiaran yang dapat memperuncing konflik.
"Tayangan sadisitis, ketidakakuratan data itu sudah melanggar kode etik," ujar anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo.
Hal itu dia katakan dalam acara diskusi bertajuk Berita Tentang Kekerasan di Televisi: Studi Kasus Kerusuhan di Makam Mbah Priok di Gedung Dewan Pers, Jl Kebon Sirih, Jakarta, Rabu (5/5/2010).
Agus mengatakan corak berita semacam itu dapat memperkuat rasa permusuhan di kedua belah pihak dan membuat api konflik semakin membara.
"Media secara terang-terangan membagi pihak yang bertikai ke dalam dua kubu yang bermusuhan, serta mengkonstruksi konflik yang terjadi dalam konteks menang-kalah," imbuhnya.
Untuk itu, lanjut Agus, solusinya adalah mengedepankan jurnalisme yang komprehensif yakni jurnalisme damai.
"Di sisi lain banyak media mengembangkan sikap yang sangat hati-hati dalam memberitakan konflik, terutama yang berdimensi SARA," jelas Agus.
Menurut Agus, jurnalisme damai lebih mementingkan empati kepada korban konflik daripada liputan kontinyu mengenai peristiwa konflik itu sendiri.
"Jurnalisme damai juga lebih berpretensi untuk menonjolkan harapan rekonsiliasi di kedua belah pihak," pungkasnya. (mpr/lrn)