Denpasar (Berita Dewan Pers) - Seorang polisi yang bertugas di Bali, AKBP Fatmah Nasution, mengadukan Bali Express ke Dewan Pers. Harian yang terbit di Bali ini, menurut Fatmah, memuat berita di edisi 10 Juli 2009 berjudul “Perwira vs Perwira, Rebutan Mercon” yang tidak sesuai fakta.
Selain itu, Fatmah menyatakan, wartawan Bali Express yang menulis berita tersebut, Pande Gede Yudha Swandhika, telah membuat kesaksian bohong saat menjadi saksi di Sidang Disiplin Polda Bali. Akibatnya, ia yang menjadi “terdakwa” dalam sidang tersebut dijatuhi sanksi teguran tertulis dan mutasi.
Menyikapi pengaduan ini, Dewan Pers telah menggelar pertemuan mediasi di Denpasar, Bali, Minggu, (20/06/2010). Pertemuan dihadiri Ketua dan Wakil Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers, Agus Sudibyo dan Bekti Nugroho, Pemimpin Redaksi Bali Express, I Gusti Putu Ardita, serta Fatmah Nasution.
Pertemuan menghasilkan enam poin kesepakatan, antara lain, kedua pihak sepakat tidak akan menggugat secara hukum setelah ditandatanganinya kesepakatan. Bali Express melanggar Pasal 2 dan 3 Kode Etik Jurnalistik karena tidak menempuh cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik serta tidak menguji informasi yang diperoleh sebelum diberitakan. Karena itu, Bali Express bersedia memuat Hak Jawab dari pengadu disertai permintaan maaf.
Sebelumnya Bali Express telah memuat Hak Jawab dari Fatmah di edisi Rabu, 18 November 2010. Namun, Dewan Pers menganggap pemuatan Hak jawab itu tidak sesuai dengan Peraturan Dewan Pers Nomor 9 tahun 2008 tentang Pedoman Hak Jawab.
Sehari setelah penandatangan kesepakatan, Bali Express memuat berita tentang hasil mediasi yang dilakukan Dewan Pers serta meminta maaf kepada Fatmah dan publik.