Mediasi pada Juli 2010: Dari Mabes Polri sampai Ambon

images

Jakarta (Berita Dewan Pers) - Selama Juli 2010, Dewan Pers berhasil menyelesaikan empat persoalan pers yang diadukan ke Dewan Pers melalui mediasi. Tiga kasus dimediasi di Jakarta dan satu lagi di Ambon.
Dari tiga mediasi di Jakarta, satu kasus terjadi di Surabaya, Jawa Timur, namun diselesaikan di Jakarta. Sedangkan kasus Ambon, Dewan Pers yang datang ke sana untuk memediasi.

Berikut laporan dari empat mediasi tersebut:

Arif Afandi Mengadukan Jawa Pos

Arif Afandi, calon walikota Surabaya, mengadukan enam berita harian Jawa Pos di halaman Metropolis. Tiga berita masing-masing berjudul “Dianggap Curang Warga Rungkut Marah” (di edisi 2 Juli 2010); “Warga Bulak: Apa Salah Kami” (3 Juli 2010); dan “Giliran Warga Sukolilo Protes Coblos Ulang” (4 Juli 2010). Sisanya berupa Rubrik Interaktif Pilwali edisi 2, 3, dan 5 Juli 2010.

Arif, yang  juga mantan Pemimpin Redaksi Jawa Pos, menilai seluruh berita tersebut tidak berimbang dan tidak memberikan informasi yang utuh kepada masyarakat mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia menambahkan, pada 31 Juni 2010 MK memutuskan harus dilakukan coblos ulang Pemilukada Surabaya di lima kecamatan dan penghitungan ulang untuk seluruh kotak suara di Surabaya. Jawa Pos memberitakan keputusan MK ini dengan tidak utuh, menghilangkan substantif mengapa harus dilakukan pencoblosan dan penghitungan ulang.

Selain itu, beritanya juga tidak berimbang karena lebih banyak memuat pendapat yang anti putusan MK. Sementara pendapat dari kubu Arif, yang mengajukan sengketa ke MK, tidak cukup diberitakan.

Mediasi untuk menyelesaikan kasus ini digelar Dewan Pers, Selasa (13/7/2010). Dewan Pers mengundang Arif dan Pemimpin Redaksi Jawa Pos, Leak Kustiya, ke Jakarta. Dalam pertemuan, redaksi Jawa Pos mengakui beritanya tidak berimbang. Karena itu, mereka telah melakukan perbaikan untuk berita-berita selanjutnya.

Dewan Pers memberikan apresiasi atas perubahan yang dilakukan Jawa Pos. Sementara untuk berita yang diadukan Arif, Dewan Pers tetap meminta harian terbesar di Jawa Timur itu melayani Hak Jawab. Sebab, berita tersebut melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ) karena tidak berimbang (Pasal 1 dan 3 KEJ), dan tidak cukup melakukan uji informasi (Pasal 2) sehingga merugikan Arif.

Mediasi yang dipimpin Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers, Dewan Pers, Agus Sudibyo, ini antara lain menghasilkan kesepakatan: Jawa Pos bersedia memuat Hak Jawab dari Arif dalam format wawancara tanya jawab. Hak Jawab itu sebanyak satu setengah kolom di halaman satu Metropolis yang bersambung setengah halaman di halaman dua.

Polri Adukan Sampul Tempo

Mabes Polri melalui Kadivhumas, Irjen Pol Edward Aritonang, mengadukan berita majalah Tempo berjudul ”Kapolri di Pusaran Mafia Batubara” di edisi 14 Juni – 20 Juni 2010 ke Dewan Pers. Menurut Polri, antara judul dan isi berita Tempo itu tidak sesuai. Sampul Tempo edisi 28 Juni – 4 Juli 2010, yang menggambarkan seorang polisi membawa tiga celengan berbentuk babi, turut diadukan.

Polri menegaskan ingin menyelesaikan kasus ini melalui Dewan Pers, tidak ke proses hukum. Surat teguran Polri juga telah dilayangkan kepada Tempo sebagai protes.

Tempo sendiri dari awal mendorong kasus ini dimediasi di Dewan Pers. Majalah yang pernah dibredel tahun 1994 ini menghormati munculnya persepsi yang berbeda dalam menilai sampul “celengan babi”, seperti yang dipersoalkan Polri. Sementara untuk berita tentang mafia batubara, Tempo berpendapat Polri dapat mengajukan Hak Jawabnya.

Mediasi yang digelar Dewan Pers di Jakarta, Kamis (8/7/2010), yang dihadiri Kadivhumas Polri, Edward Aritonang, Pemimpin Redaksi Tempo, Wahyu Muryadi, dan Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, menghasilkan beberapa kesepakatan, antara lain: Judul berita Tempo ”Kapolri di Pusaran Mafia Batu Bara” tidak sepenuhnya mencerminkan isi berita Tempo tersebut. Sedangkan terkait sampul “celengan babi, Tempo memahami keberatan dari Polri dan menyesali gambar sampul tersebut telah menyinggung Polri.

Dewan Pers memang menemukan judul “Kapolri di Pusaran Mafia Batubara” di sampul Tempo tidak sepenuhnya mencerminkan isi berita. Judul itu merupakan kesimpulan Tempo yang kurang didukung data. Untuk judul tersebut, lebih tepat Tempo menggunakan kata “diduga”.

Sedangkan untuk sampul Tempo yang menggambarkan seorang polisi membawa tiga celengan berbentuk babi, Dewan Pers tidak menemukan pelanggaran kode etik.

Polri dan Tempo sepakat mediasi yang dilakukan melalui Dewan Pers merupakan penyelesaian final dan mengikat. Keduanya setuju tidak lagi menggunakan tuntutan hukum setelah penandatanganan kesepakatan.

Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, sangat menghargai Polri dan Tempo yang bersedia menyerahkan penyelesaian kasus ini melalui Dewan Pers.


Ariel Peterpan - Trans TV Berdamai

Dewan Pers berhasil menggelar mediasi antara Nazril Irham atau Ariel Peterpan dan Trans TV di Jakarta, Kamis (8/7/2010). Ariel diwakili kuasa hukumnya Afrian Bondjol dari OC Kaligis & Associates. Sedangkan dari TransTV hadir Pemimpin Redaksi, Gatot Triyanto. Mediasi dipimpin Agus Sudibyo, Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat dan Penegakan Etika Pers, Dewan Pers.

Mediasi ini untuk menyelesaikan kasus “pengrusakan” kamera kontributor Trans TV oleh Ariel yang terjadi di Mabes Polri, 11 Juni 2010.  

Beberapa kesepakatan berhasil diputuskan dalam mediasi. Misalnya, Ariel mengaku salah karena merusak kamera kontributor TransTV meskipun secara tidak sengaja. Ariel berjanji untuk lebih berhati-hati dalam menghadapi jurnalis yang sedang melakukan kegiatan jurnalistik di lapangan sehingga tidak terjadi lagi perusakan alat peliputan secara sengaja maupun tidak sengaja di kemudian hari.

Sementara TransTV mengakui telah melakukan kesalahan dengan melaporkan masalah perusakan kamera tersebut secara langsung ke Polri, tanpa terlebih dulu menempuh proses pengaduan kepada Dewan Pers. TransTV berjanji untuk tidak melakukan kesalahan serupa di masa mendatang dan lebih mengintensifkan komunikasi dan koordinasi dengan Dewan Pers terkait dengan masalah-masalah Kode Etik Jurnalistik.

Dengan telah dicapainya kesepakatan ini, TransTV akan mencabut pengaduannya ke polisi terhadap Ariel.

Bersamaan dengan kesepakatan itu, Dewan Pers mengingatkan semua media untuk lebih profesional, menghargai dan melaksanakan kode etik dalam segala situasi. Dewan Pers menghimbau semua media untuk memastikan para wartawannya memahami dan menguasai kode etik sebelum mereka bertugas di lapangan dan berjanji untuk memberikan peringatan atau sanksi jika terbukti ada wartawannya yang telah melanggar kode etik.

Sebelumnya, pengacara OC Kaligis mengadu ke Dewan Pers untuk meminta perlindungan hukum bagi kliennya: Ariel dan Luna Maya. Pemberitaan pers dan perlakuan wartawan terhadap Luna dan Ariel, menurut OC Kaligus, sangat berlebihan menganggu privasi mereka. Pengadu serupa juga dilayangkan manajer Peterpan, Budi Soeratman, kepada Dewan pers.

SCTV – PN Ambon Jalin Kesepakatan

Persoalan antara wartawan SCTV, Juhry Samanery, dan Pengadilan Negeri Ambon berhasil diselesaikan melalui mediasi oleh Dewan Pers, di Ambon, Maluku, Kamis, (22/7/2010).

Sebelumnya Juhry dan PN Ambon saling menempuh proses hukum terkait dengan insiden yang melibatkan mereka di kantor PN Ambon, 7 Mei 2010. Saat itu Juhry terlibat adu mulut dengan sejumlah pegawai PN Ambon. Juhry kemudian mengalami memar di muka karena pukulan dan tendangan beberapa pegawai pengadilan.

Mediasi yang dipimpin Ketua Dewan Pers, Bagir Manan, serta dihadiri Juhry dan Ketua PN Ambon, Ewit Soetriadi, menghasilkan tiga kesepakatan. Pertama, Juhry dan PN Ambon sepakat menyelesaikan secara damai insiden yang terjadi di PN Ambon, 7 Mei 2010. Kedua pihak berjanji saling memelihara komunikasi demi kelancaran tugas-tugas jurnalistik di PN Ambon tanpa mengurangi kebebasan hakim dalam menyelesaikan perkara.

Kesepakatan terakhir, kedua pihak tidak akan melanjutkan insiden yang terjadi di PN Ambon ke proses hukum.

By Administrator| 11 Agustus 2010 | berita |