Hindari Dramatisasi Berita Bencana

images

Jakarta (Berita Dewan Pers) - Anggota Dewan Pers, Bekti Nugroho, meminta pers untuk tidak mengeksploitasi atau mendramatisasi berita tentang bencana alam. Informasi mengenai bencana alam dan yang terkait dengan keselamatan orang memang memiliki daya tarik. Karena itu, pers bersaing ketat memburu informasi itu untuk mendapatkan yang terbaik. Persaingan tersebut hendaknya tidak sampai mengabaikan kode etik jurnalistik.
“Batasannya adalah hati nurani,” kata Bekti saat menjadi narasumber dialog Dewan Pers Kita yang disiarkan TVRI nasional, Jakarta, Senin (9|11). Narasumber lain yang turut hadir yaitu Pemimpin Redaksi Liputan6 SCTV, Don Bosco Selamun, dan General Manager Berita TVRI, Purnama Suwardi. Dialog bertema pengelolaan berita tentang bencana alam ini dipandu Anggota Dewan Pers, Wina Armada Sukardi.

Menurut Bekti, pelanggaran yang sering muncul dalam berita tentang bencana alam yaitu dramatisasi dan ketidakakuratan data. Televisi yang bersaing melakukan siaran langsung juga acap lengah sehingga melakukan kesalahan dalam memberikan informasi. “Wartawan harus yakin bahwa yang dibuat itu bukan film yang membutuhkan dramatisasi tetapi berita,” tegasnya.

Ia menambahkan, dalam melakukan liputan tentang bencana alam, wartawan sebaiknya memberikan informasi yang mampu menghadirkan inspirasi bagi para korban untuk bangkit dari bencana.

Don Bosco Selamun menyatakan, korban bencana alam sangat membutuhkan informasi tentang bagaimana dan kemana mereka bisa menyelamatkan diri. Pers idealnya mampu memenuhi kebutuhan itu dengan menghitung betul dampak psikologis dari informasinya.

“Tetapi, tidak selamanya redaksi berhasil mengukur itu. Apalagi di redaksi ada banyak orang yang berbeda-beda,” kata Don Bosco.

Ia menambahkan, prinsip dasar dari liputan tentang bencana yaitu tidak boleh menimbulkan trauma, misalnya tidak boleh menampilkan gambar berdarah-darah atau mengerikan. Jurnalisme berperspektif empati harus dikedepankan agar tidak menambah penderitaan para korban. “Tidak boleh seperti burung camar menari di atas bangkai. Di sini yang berbicara adalah perasaan si wartawan dan publik,” kata mantan anggota Komisi Penyiaran Indonesia ini.

Bosco mengakui, memang kadang wartawan berbuat salah, apalagi mereka bekerja dalam tekanan. Pers juga banyak menerima kritik dari masyarakat. Namun, terlepas dari kritik tersebut, pers telah memberikan informasi tentang bencana alam yang mampu membangkitkan kepedulian publik dan pemerintah. Pers terbukti dapat membantu banyak hal terkait bencana alam.

Purnama Suwardi menyatakan, wartawan perlu berhati-hati dalam memberitakan bencana alam. TVRI, menurutnya, memegang prinsip kehati-hatian tersebut dengan memberikan informasi yang menyejukkan, bermanfaat sekaligus menjadi informati alternatif bagi masyarakat. “Menyajikan dengan berempati,” ungkapnya. (sam)

By Administrator| 13 Desember 2010 | berita |