Surabaya (8/3/2023) – Kendati belum ada aturan yang spesifik, Dewan Pers berkomitmen melindungi pers mahasiswa jika mereka terjerat kasus hukum. Perlindungan Dewan Pers ini disertai catatan, yakni hanya untuk produk pers mahasiswa yang sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. “Sepanjang karya teman-teman pers mahasiswa sesuai dengan kaidah Kode Etik Jurnalistik, Dewan Pers akan siap memberikan perlindungan,” tutur Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers, Yadi Hendriana, dalam Coaching Clinic pers mahasiswa se-Surabaya di Hotel Santika Premier, Surabaya, Rabu (8/3/2023), yang diselenggarakan oleh Dewan Pers.
Yadi lantas memberikan contoh kasus perselisihan antara pers mahasiswa dan kampus di Ternate, Maluku Utara, beberapa waktu lalu. Pers mahasiswa di sebuah kampus di kota tersebut diadukan ke polisi oleh pihak kampusnya sendiri. Dewan Pers kemudian diminta sebagai saksi ahli untuk memberikan pandangan, apakah produk pers mahasiswa itu produk pers atau bukan.
“Kami melihat produk yang dihasilkan pers mahasiswa itu bisa disebut produk pers karena mereka bekerja sesuai Kode Etik Jurnalistik,” ujar Yadi. Kasus serupa juga pernah terjadi di sejumlah wilayah Indonesia. Dewan Pers selalu melindungi pers mahasiswa, asalkan produk yang menjadi polemik sesuai dengan Kode Etik Jurnalistik.
“Konten pemberitaan yang dimuat harus sesuai Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers. Harus ada verifikasi, konfirmasi, dan sesuai fakta,” lanjut Yadi.
Selain konten dan berita, Yadi juga mengingatkan para peserta coaching clinic untuk menegakkan self regulation sebelum mengunggah info di media sosial. “Sebelum meng-upload info ke media sosial, kita harus paham dampaknya. Apa dampak untuk saya, keluarga, maupun masyarakat?” imbuh Yadi.
Kemampuan Manajerial
Sementara itu, Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi Dewan Pers, Asmono Wikan, yang juga menjadi coach pada acara itu, memfokuskan pandangannya tentang manajemen pers. Asmono menyebutkan, ada enam tantangan yang dihadapi pers mahasiswa saat ini, yaitu masalah organisasi, personalia, manajemen, pasar, kreativitas, dan digitalisasi.
Di era digital, ia mendorong pers mahasiswa untuk mendayagunakan platform digital yang tersedia seperti web dan media sosial. “Pers mahasiswa juga dapat meliterasi gaya hidup digital di kalangan mahasiswa, serta menjadi “clearing house” informasi-informasi yang tidak akurat, hoax, dan fake news,” tutur Asmono.
Ia melanjutkan, salah satu kelemahan pers mahasiswa adalah di bidang manajemen. Menurutnya, agar pers mahasiswa lebih baik, para pengelolanya harus mampu mengelola dengan benar, dimulai dari merencanakan liputan dengan baik, sistematis, dan terstruktur hingga memahami kebutuhan pembacanya. Usai mendengarkan pandangan para coach, 50 peserta coaching clinic dari 25 lembaga pers mahasiswa di Surabaya, diajak simulasi merencanakan liputan dengan baik secara berkelompok. ***