PN Jaksel dan Insan Pers Sepakati Tata Cara  Liputan Sidang Kasus Sambo

images

JAKARTA—Dewan Pers memfasilitasi pertemuan antara konstituen, pimpinan media massa, aparat keamanan, dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sehubungan dengan rencana proses peradilan kasus Ferdy Sambo (mantan kadiv Propam Mabes Polri). Rencananya, peradilan kasus Ferdy Sambo akan dimulai Senin (17/10) pekan depan di PN Jakarta Selatan.

“Ini sekadar pengaturan liputan proses peradilan. Sama sekali bukan larangan, menghalangi, atau membatasi wartawan untuk melakukan peliputan persidangan tersebut,” kata Kepala Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto,SH.MH, Kamis (13/10), di Gedung Dewan Pers, Jakarta.

Djuyamto yakin, sidang kasus Ferdy Sambo akan menyedot perhatian besar khalayak. Dia pun memperkirakan, akan sangat banyak awak media yang meliput persidangan tersebut. Karena ruang sidang yang terbatas, PN Jaksel akan melakukan pengaturan posisi liputan. Tak hanya itu, tempat parkir kendaraan pun akan diatur sedemikian rupa agar tidak mengganggu orang yang akan melintas ke ruang sidang. Pengaturan ini dimaksudkan agar jalannya sidang berlangsung lancar.

Ia menambahkan, pada dasarnya pers dan pengadilan punya kesamaan titik temu. Kedua pihak sama-sama mencari fakta. Itu sebabnya ia yakin upaya pengaturan peliputan ini --termasuk posisi liputan/kamera karena kapasitas tempat persidangan yang terbatas-- tidak akan menjadi masalah bagi awak media.

Semua informasi persidangan, tutur Djuyamto, akan bisa diperoleh media massa. Lantaran ini proses peradilan pidana, sambungnya, maka secara umum persidangannya bersifat terbuka. Meski demikian, ia menjelaskan adanya independensi hakim dalam menentukan jalannya persidangan.

“Saat pembacaan dakwaan, bisa dilakukan siaran langsung (live). Demikian juga untuk pembacaan putusan misalnya. Hal itu juga tidak masalah jika dilakukan siaran langsung oleh media televisi,” papar Djuyamto.

Namun, sangat mungkin hakim meminta agar tidak dilakukan siaran langsung saat saksi-saksi memberi keterangan. Ini otoritas hakim yang menentukan. Saat nanti hakim meminta agar keterangan saksi tidak boleh disiarkan secara langsung, ia berpesan supaya jangan dikatakan bahwa hakim melarang atau membatasi pers untuk mendapat informasi.

“Itu hanya pengaturan saja. Ya bisa jadi keterangan saksi berisi hal-hal sensitif yang tidak pantas didengarkan semua kalangan. Ini menjadi wewenang hakim untuk memutuskan bisa disiarkan langsung atau tidak,” paparnya.

Ia paham akses publik –melalui media—untuk mendapatkan informasi tidak boleh dihalangi. Apalagi, kerja hakim digambarkannya seperti berada di dalam akuarium. Dengan kondisi seperti itu, masyarakat akan bisa melihat dengan jelas proses dan mekanisme kerja hakim di persidangan. Jika ada upaya untuk sengaja menghalangi kerja pers pun akan diketahui masyarakat.

Dalam keempatan itu anggota Dewan Pers, Arif Zulkifli, mengutarakan bahwa pertemuan ini sama sekali tidak ada maksud untuk melakukan pembatasan pemberitaan. “Pasal 4 ayat (1) UU Pers dengan jelas menyebutkan, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Kemudian di ayat (2) berbunyi, terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran,” tutur Arif yang juga ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers.

Arif mengatakan, pengaturan peliputan persidangan kasus Sambo ini merupakan kesepakatan pengadilan dengan insan pers. Dewan Pers hanya memfasilitasi tempat pertemuan dan sama sekali tak memiliki wewenang untuk mengaturnya.

Beberapa anggota Dewan Pers lain juga hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka antara lain M Agung Dharmajaya (plt ketua Dewan Pers), Totok Suryanto, Yadi Hendriana, dan Ninik Rahayu.  

 

 

By MediaCentre2| 13 Oktober 2022 | berita |