Para pemimpin dan pejabat tak lagi bicara dengan para pemimpin redaksi. Mereka memilih langsung bicara dengan publik melalui media sosial. Media dan wartawan justru sibuk membuat ulasan tentang video log (vlog) para pejabat yang diunggah di media sosial. Pers sepertinya mengalami kegamangan dan kehi-langan peran. Beberapa media justru mengangkat topik perbincangan netizen atau warganet di media sosial sebagai bahan liputan atau acara di televisi.
Media cetak, radio dan televisi kini menjadi seperti bisnis senja kala. Banyak orang menilai media konvensional ini sedang memasuki era sandyakalaning yang bukan tak mungkin sedang menyongsong kematian. Demikian pula dengan radio dan siaran televisi analog yang ada saat ini. Kemajuan akibat perubahan teknologi digital telah mengubah wajah pers. Bukan hanya tampilan dan model jurnalisme, tapi juga cara distribusi, promosi, pemasangan iklan, model sirkulasi dan berlangganan.
Tantangan teknologi juga menuntut tersedianya para wartawan profesional yang memahami teknologi dan model jurnalisme yang mengarah pada konvergensi dan multi-platform. Karena itulah program peningkatan profesionalitas wartawan melalui uji kompetensi dan sertifikasi wartawan menjadi penting.
Selain itu uji kompetensi wartawan ini juga penting untuk meningkatkan mutu produk pemberitaan dan men-jadikan perusahaan pers memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan informasi yang benar dan terverifikasi.
Pers Indonesia, apapun jenis dan platformnya, seharusnya adalah bagian dari idealisme wartawan Indonesia yang lahir sebagai bagian dari perjuangan membentuk dan menjaga nation-state Indonesia. Platform media mungkin akan mengalami perubahan, tapi jurnalisme akan terus abadi. Tugas para wartawan dan media yang ada saat ini adalah merawat kebangsaan kita, termasuk dengan menyampaikan kritik dan pandangan-pandangan pers yang independen.
Di tengah banjir informasi dan ketergantungan publik pada media sosial, media-media dan para wartawan yang kredibel semestinya bisa lebih beradaptasi dengan kemajuan teknologi informasi dan menggunakan Teknologi 4.0 untuk menciptakan dan memfasilitasi berbagai pekerjaan baru. Selain untuk kepentingan pemajuan ekonomi perusahaan juga bisa digunakan untuk kepentingan banyak orang. Melalui berita dan liputan yang dibuat, media bisa ikut meningkatkan dan mendorong tumbuhnya bisnis pariwisata, kuliner dan UKM. Produksi dan pengelolaan biaya bisa saling dikoneksikan sehingga meningkatkan daya jual dan memberikan keuntungan kepada masyarakat lokal. Liputan media harus diarahkan untuk mendorong kemampuan inovasi lokal.
Media barangkali perlu belajar dari sukses GoJek yang berhasil merangkul dan mendorong tumbuhnya UKM lokal di bidang makanan melalui GoFood. Juga Grab yang me-ngembangkan hal yang sama melalui GrabFood. Tugas setiap media mengem-bangkan visi misi yang futuristik dan bisa melampaui jaman. Di era transisi menuju Teknologi 4.0 ini pers harus bisa bertransformasi dari penadah iklan menjadi pengembang iklan. Saat ini masih banyak media yang didirikan hanya untuk menarik jatah dana APBD dari pemda-pemda. Media semestinya berpikir bahwa liputan-liputan yang inovatif, termasuk memperkuat ekonomi kerakyatan berbasis digital, pada gilirannya justru akan menumbuhkan ekonomi media juga.
Tugas pers saat ini adalah mengu-bah diri secara total dari yang semu-la mengarahkan corong mikrophone dan lensa kamera kepada elit politik dan hingar bingar isyu yang Jakarta-sentris, menjadi meliput tentang po-tensi ekonomi, keunggulan potensi wisata sebuah daerah, kelezatan kuli-ner di sebuah daerah dan lain. Bila ini dilakukan oleh pers, maka pers Indonesia bukan saja akan terus eksis tapi juga ikut berjasa membangun ekonomi yang kokoh dan mendorong penyerapan tenaga kerja.
Sebuah tantangan yang tidak mudah.***