Dirancang, Pedoman Pemberitaan Kasus Bunuh Diri

images

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Pers, Yosep Stanley Adi Prasetyo.

Stanley menjelaskan, mediamedia di beberapa negara Eropa dan Australia sudah tidak memuat berita-berita tentang bunuh diri karena khawatir tindakan itu akan ditiru orang lain yang sedang dalam masalah kejiwaan atau depresi.

“Di Eropa dan Australia, bunuh diri kalau bisa tidak diberitakan. Memang tidak diatur dalam kode etik, namun barangkali ini common sense yang harus dikembangan di kalangan jurnalis,” kata dia, dalam wawancara melalui sambungan telepon, Minggu (23/7/2017).

“Saya sendiri akan berupaya melalui Dewan Pers agar membuat semacam pedoman bagaimana membuat liputan terkait dengan kasus-kasus bunuh diri,” jelas dia.

Dia menambahkan, Dewan Pers membutuhkan saran dari para pakar psikologi, dokter kejiwaan dan masyarakat agar menyampaikan protesnya secara tertulis mengenai hal-hal yang perlu atau tidak perlu diberitakan dalam sebuah liputan bunuh diri, pembunuhan atau kasus-kasus lain yang memuat unsur sadis.

“Secara spesifik, ingin mendorong kepada psikolog dan dokter jiwa agar menyampaikan protes tertulis. Mereka yang mengerti tentang bahaya meniru perilaku bunuh diri,” lanjut dia.

Sebelumnya, dalam Kode Etik Jurnalistik pun sudah dijabarkan bahwa wartawan Indonesia agar tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. (tirto.id)

 

 

Jurnalis Wajib Ikut Uji Kompetensi

Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo menegaskan, tahun depan semua jurnalis wajib mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW). Pemberian penghargaan berupa sertifikat dan Kartu Wartawan Utama berdasarkan dedikasi, hanya akan dilakukan hingga 2017. “Dengan diterimanya sertifikat dan Kartu Wartawan Utama ini, para jurnalis diharapkan bisa menjaga kemerdekaan pers dalam jalur yang baik,” katanya.

Penegaskan itu disampaikan Stanley dalam acara penerimaan penghargaan Sertifikat Kompetensi dan Kartu Wartawan Utama dari Dewan Pers untuk 57 wartawan dari berbagai daerah di Indonesia.

“Para wartawan ini adalah orang-orang yang sudah 30 tahun berkarya di bidang jurnalistik secara terus-menerus serta tidak pernah berhenti, dan usia mereka minimal 55 tahun,” kata Ketua Dewan Pers di Hotel Aryaduta, Jakarta, Jumat (14/7/2017).

Ia menjelaskan, Dewan Pers memberikan keistimewaan kepada 57 wartawan penerima penghargaan itu, atas dedikasi mereka di bidang jurnalistik. “Mereka berasal dari Aceh hingga Papua, dan dipilih dari total 47.000 media yang ada di Indonesia,” tuturnya.

Selain para petinggi media, pemberian penghargaan oleh Dewan Pers itu juga dihadiri Kepala Kantor Staf Kepresidenan Teten Masduki, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara serta Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo. (tempo.co/Antara)

Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Dewan Pers, Ratna Komala, mengajak para wartawan yang telah lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW) untuk mempraktikkannya dalam kerja-kerja jurnalistik seharihari, karena hasil UKW akan dirasakan manfaatkan oleh peserta itu sendiri.

“Kalau peserta yang telah lulus UKW tidak menerapkan apa yang telah didapatkan saat mengikuti ujian ya, tentu saja sama. Oleh karena itu, praktikkanlah apa yang didapatkan saat menjalankan kerja-kerja jurnalistik,” kata Ratna menjawab pertanyaan peserta diskusi dalam “Media Gathering”, di Anyer, Banten, Jumat dan Sabtu (21 dan 22/7/2017).

Acara “Media Gathering” yang dihelat oleh Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banten tersebut selain diisi dari Dewan Pers, juga tampil pemateri antara lain Ketua DPRD Provinsi Banten, Asep Rahmatullah dan Komisioner Komisi Informasi Provinsi Banten Ade Jahran. Sedangkan peserta adalah para wartawan dari media cetak, penyiaran dan siber yang berjumlah 120 orang.

Setelah memaparkan materi makalahnya berjudul “Peran Dewan Pers dalam Verifikasi Media dan Kompetensi Wartawan”, selanjutnya Ratna menyatakan, UKW adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Verifikasi Media, karena UKW merupakan salah satu komitmen atau kewajiban yang harus dipenuhi oleh Media yang diverifikasi Dewan Pers.

Dewan Pers pun, tambah Ratna, selalu mengingatkan kepada Perusahaan Pers bahwa berdasarkan Peraturan Dewan Pers No. 1/Peraturan-DP/II/2010 agar menjadikan UKW sebagai acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh Perusahaan Pers. Oleh karena itu Perusahaan Pers selayaknya menempatkan UKW menjadi dasar menentukan career path atau jenjang karir wartawan di Perusahaan Pers, sesuai dengan jenjang dalam UKW, yakni Wartawan Muda, Madya dan Utama.

 

Bagi wartawan yang sudah mengikuti UKW, lanjut Ratna, seharusnya bisa mempraktikkan standar kualitas yang sudah diuji untuk meningkatkan posisi tawarnya dalam industri pers, karena sertifikat UKW

merupakan bukti standar formal kualitas dan profesionalitas wartawan.

                Menanggapi pertanyaan peserta diskusi bahwa UKW tidak memberikan pengaruh dalam penyesuaian reward bagi wartawan di sebuah perusahaan pers, Ratna mengingatkan, wartawan dengan sertifikat UKW bisa mencari kerja di perusahaan media yang lebih baik dan kredibel, yang dapat memenuhi perlindungan terhadap wartawannya termasuk dalam memberikan kesejahteraan.

Apalagi, tambah dia, ketika Indonesia sudah memasuki pasar bebas di ASEAN, yakni Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), di mana bukan hanya arus pergerakan barang saja yang bebas, tetapi arus jasa dan profesi termasuk profesi wartawan juga berlaku. Sehingga bagi wartawan yang memiliki sertifikat UKW bisa bersaing bahkan memiliki kesempatan memasuki industri pers di negaranegara ASEAN. Oleh karena itu, Ratna mendorong para wartawan untuk mengikuti Uji Kompetensi Wartawan.

Soal Tuduhan

Menanggapi tuduhan seorang peserta diskusi, bahwa UKW dijadikan ajang mencari uang semata, Ratna menegaskan bahwa memang pelaksana UKW bukan dilakukan Dewan Pers melainkan organisasi atau Lembaga Penguji yang diberi otoritas oleh Dewan Pers setelah memenuhi berbagai persyaratan antara lain memiliki asesor yang bersertifikat. Dalam kegiatan UKW tentu ada biaya yang harus dibayar, antara lain untuk honor penguji, penyediaan fasilitas dan seterusnya.

“Namun persetujuan lulus tidaknya peserta UKW akan ditetapkan oleh Rapat Pleno Dewan Pers berdasarkan berkas data yang diserahkan ke Dewan Pers. Jadi tidak bisa main-main. Dewan Pers akan melakukan pengecekan. Bagi peserta uji yang dinilai tidak kompeten tidak akan diloloskan, meski sudah membayar”, ujar Ratna seraya menambahkan “Lembaga Penguji pun harus menjaga kredibilitasnya. Masa berlaku sertifikat UKW bahkan dapat dicabut apabila wartawan yang bersangkutan terbukti melanggar Kode Etik Jurnalistik. Bagi pelanggaran berat seperti melakukan plagiat, membuat berita bohong atau menerima suap, wartawan tersebut tidak akan pernah lagi dibolehkan ikut UKW”.

Ke depan, Ratna menambahkan, untuk jangka panjang, ketika semakin banyak perusahaan pers memenuhi komitmen dan telah diverifikasi oleh Dewan Pers, hanya perusahaan pers yang telah diverifikasi oleh Dewan Pers lah yang akan dibantu apabila memiliki kasus sengketa pers. Artinya hanya perusahaan pers yang terbukti menegakkan Kode Etik Jurnalistik dan profesionalisme, serta memiliki jurnalis yang bersertifikat UKW, yang akan dibantu oleh Dewan Pers apabila memiliki masalah terkait sengketa pers sesuai dengan amanat Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999.

Namun terkait dengan kasuskasus di luar sengketa pers, tentu saja Dewan Pers tidak dapat membantu. Apabila ada kasus yang diadukan ke Dewan Pers dan setelah diteliti, dipelajari masalahnya tidak terkait dengan sengketa pers, melainkan kasus kriminal, maka Dewan Pers akan memberikan rekomendasi untuk ditangani oleh polisi. Hal ini sebagai implementasi dari penandatanganan Nota Kesepahaman Dewan Pers dengan Kepolisian Republik Indonesia, yang dilakukan sejak tahun 2012 lalu.

Demikian pula apabila ada kasus-kasus pelanggaran oleh wartawan terkait dengan Peraturan Perusahaan tempat bekerja atau pelanggaran ke- HRD-an yang berakibat wartawan yang bersangkutan mendapatkan sanks i hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), hal itu menjadi kewenangan sepenuhnya Perusahaan yang bersangkutan dan bukan kewenangan Dewan Pers. Artinya Dewan Pers tidak dapat ikut masuk ke wilayah internal Perusahaan Pers dan tidak dapat membantu wartawan yang bersangkutan. Jadi harus dipilahpilah dan dilihat kasus per kasus di mana Dewan Pers dapat membantu kasus wartawan, demikian Ratna menutup diskusi. (red)

 

Praktikkan Hasil UKW untuk

Kerja Jurnalistik

 

Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Dewan Pers, Ratna Komala, mengajak para wartawan yang telah lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW) untuk mempraktikkannya dalam kerja-kerja jurnalistik seharihari, karena hasil UKW akan dirasakan manfaatkan oleh peserta itu sendiri. “Kalau peserta yang telah lulus UKW tidak menerapkan apa yang telah didapatkan saat mengikuti ujian ya, tentu saja sama. Oleh karena itu, praktikkanlah apa yang didapatkan saat menjalankan kerja-kerja jurnalistik,” kata Ratna menjawab pertanyaan peserta diskusi dalam “Media Gathering”, di Anyer, Banten, Jumat dan Sabtu (21 dan 22/7/2017). Acara “Media Gathering” yang dihelat oleh Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Banten tersebut selain diisi dari Dewan Pers, juga tampil pemateri antara lain Ketua DPRD Provinsi Banten, Asep Rahmatullah dan Komisioner Komisi Informasi Provinsi Banten Ade Jahran. Sedangkan peserta adalah para wartawan dari media cetak, penyiaran dan siber yang berjumlah 120 orang. Setelah memaparkan materi makalahnya berjudul “Peran Dewan Pers dalam Verifikasi Media dan Kompetensi Wartawan”, selanjutnya Ratna menyatakan, UKW adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Verifikasi Media, karena UKW merupakan salah satu komitmen atau kewajiban yang harus dipenuhi oleh Media yang diverifikasi Dewan Pers. Dewan Pers pun, tambah Ratna, selalu mengingatkan kepada Perusahaan Pers bahwa berdasarkan Peraturan Dewan Pers No. 1/Peraturan-DP/II/2010 agar menjadikan UKW sebagai acuan sistem evaluasi kinerja wartawan oleh Perusahaan Pers. Oleh karena itu Perusahaan Pers selayaknya menempatkan UKW menjadi dasar menentukan career path atau jenjang karir wartawan di Perusahaan Pers, sesuai dengan jenjang dalam UKW, yakni Wartawan Muda, Madya dan Utama. Bagi wartawan yang sudah mengikuti UKW, lanjut Ratna, seharusnya bisa mempraktikkan standar kualitas yang sudah diuji untuk meningkatkan posisi tawarnya dalam industri pers, karena sertifikat UKW merupakan bukti standar formal kualitas dan profesionalitas wartawan. Menanggapi pertanyaan peserta diskusi bahwa UKW tidak memberikan pengaruh dalam penyesuaian reward bagi wartawan di sebuah perusahaan pers, Ratna mengingatkan, wartawan dengan sertifikat UKW bisa mencari kerja di perusahaan media yang lebih baik dan kredibel, yang dapat memenuhi perlindungan terhadap wartawannya termasuk dalam memberikan kesejahteraan. Apalagi, tambah dia, ketika Indonesia sudah memasuki pasar bebas di ASEAN, yakni Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), di mana bukan hanya arus pergerakan barang saja yang bebas, tetapi arus jasa dan profesi termasuk profesi wartawan juga berlaku. Sehingga bagi wartawan yang memiliki sertifikat UKW bisa bersaing bahkan memiliki kesempatan memasuki industri pers di negaranegara ASEAN. Oleh karena itu, Ratna mendorong para wartawan untuk mengikuti Uji Kompetensi Wartawan. Soal Tuduhan Menanggapi tuduhan seorang peserta diskusi, bahwa UKW dijadikan ajang mencari uang semata, Ratna menegaskan bahwa memang pelaksana UKW bukan dilakukan Dewan Pers melainkan organisasi atau Lembaga Penguji yang diberi otoritas oleh Dewan Pers setelah memenuhi berbagai persyaratan antara lain memiliki asesor yang bersertifikat. Dalam kegiatan UKW tentu ada biaya yang harus dibayar, antara lain untuk honor penguji, penyediaan fasilitas dan seterusnya. “Namun persetujuan lulus tidaknya peserta UKW akan ditetapkan oleh Rapat Pleno Dewan Pers berdasarkan berkas data yang diserahkan ke Dewan Pers. Jadi tidak bisa main-main. Dewan Pers akan melakukan pengecekan. Bagi peserta uji yang dinilai tidak kompeten tidak akan diloloskan, meski sudah membayar”, ujar Ratna seraya menambahkan “Lembaga Penguji pun harus menjaga kredibilitasnya. Masa berlaku sertifikat UKW bahkan dapat dicabut apabila wartawan yang bersangkutan terbukti melanggar Kode Etik Jurnalistik. Bagi pelanggaran berat seperti melakukan plagiat, membuat berita bohong atau menerima suap, wartawan tersebut tidak akan pernah lagi dibolehkan ikut UKW”. Ke depan, Ratna menambahkan, untuk jangka panjang, ketika semakin banyak perusahaan pers memenuhi komitmen dan telah diverifikasi oleh Dewan Pers, hanya perusahaan pers yang telah diverifikasi oleh Dewan Pers lah yang akan dibantu apabila memiliki kasus sengketa pers. Artinya hanya perusahaan pers yang terbukti menegakkan Kode Etik Jurnalistik dan profesionalisme, serta memiliki jurnalis yang bersertifikat UKW, yang akan dibantu oleh Dewan Pers apabila memiliki masalah terkait sengketa pers sesuai dengan amanat Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999. Namun terkait dengan kasuskasus di luar sengketa pers, tentu saja Dewan Pers tidak dapat membantu. Apabila ada kasus yang diadukan ke Dewan Pers dan setelah diteliti, dipelajari masalahnya tidak terkait dengan sengketa pers, melainkan kasus kriminal, maka Dewan Pers akan memberikan rekomendasi untuk ditangani oleh polisi. Hal ini sebagai implementasi dari penandatanganan Nota Kesepahaman Dewan Pers dengan Kepolisian Republik Indonesia, yang dilakukan sejak tahun 2012 lalu. Demikian pula apabila ada kasus-kasus pelanggaran oleh wartawan terkait dengan Peraturan Perusahaan tempat bekerja atau pelanggaran ke- HRD-an yang berakibat wartawan yang bersangkutan mendapatkan sanks i hingga Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), hal itu menjadi kewenangan sepenuhnya Perusahaan yang bersangkutan dan bukan kewenangan Dewan Pers. Artinya Dewan Pers tidak dapat ikut masuk ke wilayah internal Perusahaan Pers dan tidak dapat membantu wartawan yang bersangkutan. Jadi harus dipilahpilah dan dilihat kasus per kasus di mana Dewan Pers dapat membantu kasus wartawan, demikian Ratna menutup diskusi. (red)

By AdminMediaCentre| 25 September 2018 | berita |